Seberapa Besar Cinta Kita Kepada Rasulullah saw

Seberapa Besar Cinta Kita Kepada Rasulullah?

Posted on

Apabila hanya ada satu nama dari golongan manusia yang layak untuk dicintai seluruh manusia , maka nama itu adalah Muhammad saw. Belasan abad yang lalu, di daratan Makkah yang tandus dan jahiliyah, ia diutus oleh Allah untuk menjadi Rasul terakhir bagi umat manusia hingga akhir zaman. Rasulullah diutus di muka bumi untuk menyadarkan fitrah manusia sebagai hamba Allah yang wajib untuk beribadah kepada-Nya. Kehadiran Rasulullah dan ajaran yang dibawanya adalah rahmat bagi semesta alam.

Seperti halnya para utusan Allah sebelumnya, Rasulullah Muhammad saw juga sempat mendapatkan penolakan yang keras dari kaumnya . Berbagai pertentangan beliau hadapi dari berbagai kalangan, utamanya golongan tua. Bahkan tak jarang penolakan tersebut datang dari golongan kerabat dekatnya sendiri. Namun, Rasulullah tetap teguh di jalan dakwah di tengah kerasnya penolakan kaumnya, karena beliau menyadari bahwa dakwah adalah perintah Allah dan betapa penting dakwah Islam bagi seluruh manusia.

Tools Broadcast WhatsApp

Sebegitu besarnya cinta Rasulullah kepada kita, hingga beliau rela berkorban agar kita, umatnya, dapat mencicipi manisnya iman dan menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka dari itu, layakkah kita lebih mencintai manusia lain selain Rasulullah?

Mencintai Rasul Perintah Allah

Mencintai Rasulullah saw hukumnya wajib atas setiap Muslim. Bahkan seorang Muslim menempatkan cinta kepada Rasulullah saw harus berada di atas cinta kepada yang lain, selain Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS at-Taubah [9]: 24 yang artinya: “Katakanlah Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga kalian, juga kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, beserta rumah-rumah tempat huni yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.”

 Berkaitan dengan ayat tersebut, Sayidina Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata kepada Rasulullah saw, “Yaa Rasulullah.. Sungguh! Engkau Muhammad lebih aku cintai daripada segalanya kecuali  diriku sendiri.” Rasulullah saw berkata, “Tidak. Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, tidaklah dikatakan beriman seseorang sampai aku lebih dicintai bahkan dirimu sendiri.” Umar bin al-Khaththab lalu kembali berkata, “Kalau begitu, demi Allah, sungguh sekarang engkau Muhammad lebih aku cintai daripada apapun bahkan diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah saw. berkomentar, “Sekarang (benar), wahai Umar!” (HR al-Bukhari).

rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
gambar canva.com

Bentuk Cinta kepada Rasulullah

Cinta hakiki kepada Rasulullah saw  tentu saja bukan sekadar ucapan di lisan. Cinta kepada Rasulullah saw harus dibuktikan dengan ketaatan pada semua risalah yang beliau bawa, yakni syariah Islam.

Allah SWT berfirman:

Katakanlah (Muhammad) : “Jika benar kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang (TQS Ali Imran [3]: 31).

Berkaitan dengan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir telah menjelaskannya dengan menyatakan: Ayat yang mulia ini menetapkan bahwa siapa saja yang mengakui cinta kepada Allah, sedangkan ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad saw, maka ia berdusta sampai ia mengikuti syariah Muhammad secara keseluruhan.

Penjelasan Imam Ibnu Katsir ini semestinya sudah cukup menyadarkan kita bahwa pernyataan cinta kepada Baginda Rasulullah saw akan bertolak belakang jika kita malah mengambil jalan hidup selain Islam.

Sungguh tidak pantas bagi seorang Muslim yang mengaku mahabbah (cinta) kepada Baginda Nabi saw dengan membelakangi syariah yang beliau bawa. Padahal ketaatan pada syariah Islam secara kaffah adalah bukti hakiki cinta kepada Nabi saw. Para Sahabat sudah menunjukkan rasa cinta ini, dalam bentuk urusan apapun, mereka selalu merujuk kepada beliau, senantiasa mendatangi Rasulullah saw untuk meminta ketetapan hukum berdasarkan wahyu Allah SWT yang turun kepada beliau untuk memberikan solusi atas setiap persoalan yang mereka hadapi.

Sebagai contoh: Para Sahabat pernah mendatangi Rasulullah saw untuk meminta solusi atas kenaikan harga barang-barang di pasar. Mereka meminta agar beliau memutuskan untuk mematok harga (tasy’ir) agar tidak memberatkan warga. Namun demikian, Rasulullah saw menolak karena ketetapan harga harus berdasarkan ketentuan pasar secara alamiah atas kehendak Allah SWT.

Contoh lain adalah ketika Allah SWT menurunkan ayat yang mengharamkan riba, semua Sahabat segera meninggalkan riba.

Demikianlah seharusnya kita mewujudkan cinta kepada Rasulullah, yakni dengan ittiba’ atau mengikuti jalan hidup Rasulullah saw. Rasulullah saw telah menjadikan Islam sebagai jalan hidup dan landasan bagi setiap amal beliau. Rasulullah saw telah mencontohkan kepada kita untuk menjadikan Islam sebagai satu-satunya pemutus perkara atau hukum yang mengatur manusia yang diterapkan di segala aspek kehidupan, di segala level kehidupan, yakni dimulai dari level individu, keluarga, masyarakat hingga negara.

Meneladani Cinta Sahabat Nabi

Para Sahabat senantiasa saling berlomba-lomba menunjukan cinta mereka kepada Rasulullah saw. Mereka selalu mendahulukan Rasulullah saw di atas segala urusan mereka. Pernah ketika Abu Bakar ash-Shiddiq ra berdakwah pertama kali di Masjid al-Haram mengalami penganiayaan berat.  Kabilahnya Bani Taim lalu datang menolong dirinya yang pingsan. Setelah ia siuman, kalimat pertama yang diucapkan Abu Bakar adalah, “Bagaimana keadaan Rasulullah?”. Mendengar ucapan tersebut, orang-orang kabilah Bani Taim ini kemudia mencaci dan meninggalkan Abu Bakar.

Kecintaan kepada Nabi saw. juga dicontohkan oleh Saad ra saat ia berkata, “Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa tidak seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karena-Mu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusir beliau. ” (Muttafaq ‘alaih).

Tidak sampai di kata-kata. Cinta para sahabat kepada Rasulullah juga ditunjukkan dengan ketundukan para sahabat untuk melanjutkan penerapan syariat Islam dan dakwah Islam yang telah dirintis Rasulullah saw . Para sahabat melanjutkan tampuk kepemimpinan terhadap kaum muslimin dalam bingkai Daulah Khilafah.

Para sahabat terbaik silih berganti menjadi Khalifah atau pemimpin Daulah (negara) pasca wafatnya Rasulullah. Dengan demikian, penerapan Islam tidak semestinya terhenti, dakwah dan jihad juga tidak boleh berhenti bahkan sepatutnya makin masif sekalipun Rasulullah saw sudah tiada.

Para sahabat telah berhasil mewujudkan cintanya kepada Rasulullah. Lalu, bagaimana dengan kita, umat akhir zaman? Sudahkah kita menjadikan ajaran Rasulullah saw., yakni Islam, sebagai satu-satunya pemutus perkara? Memang, di masa para sahabat, kaum muslimin telah terfasilitasi oleh sebuah negara (Daulah Khilafah), sehingga penerapan syariat Islam dapat terlaksana. Sedangkan di masa kita, kekuasaan Islam telah dihancurkan sejak tahun 1924 dan belum tegak hingga hari ini.

Tentu, sebagai muslim yang mengaku cinta kepada Rasulullah saw, fakta ini seharusnya membuat kita prihatin dan tergugah . Sebab, ajaran Rasulullah saw belum bisa  diterapkan, bahkan mukjizat besar Rasulullah yakni Al-Quran letaknya tidak lebih tinggi dari ayat-ayat konstitusi di berbagai negeri muslim di dunia.  Dengan demikian, menjadi PR besar bagi kita semua, umat di akhir zaman, untuk membuktikan seberapa besar cinta kita kepada Rasulullah saw melalui perjuangan penegakan syariat Islam secara menyeluruh. [Penulis: Syaiful Nazar]

virol tools instagram