Palestina, Negara Bangsa dan Khilafah

Palestina, Negara Bangsa dan Khilafah

Posted on

Palestina, Negara Bangsa dan Khilafah (Perbedaan Antara Pelaksanaan yang Tidak Berjalan Ideal dengan Sesuatu yang Batil Sejak Konsepnya)

Di era khilafah Abbasiyah, Palestina pernah jatuh di tangan tentara salib; dan di era modern, berdirinya Israel bermula ketika Khilafah Utsmaniyyah tidak mampu mempertahankan Syam dari serangan sekutu pada PD I.

Tools Broadcast WhatsApp

Lantas bagaimana dapat dikatakan bahwa solusi tuntas masalah Palestina hanya terjadi ketika khilafah tegak, sementara masalah itu justru muncul ketika khilafah masih ada?

Jawabnya adalah:

Kita hidup dalam tren negara bangsa. Konsep negara bangsa adalah negara yang otoritasnya terbatas pada bangsa tertentu di wilayah tertentu (dengan batas-batas yang tetap). Itu merupakan amanah konstitusi.

Maka, jika seorang As-Sisi hanya memelihara rakyat Mesir, hanya menjaga tanah dalam batas-batas negara Mesir, maka itu merupakan hal yang tepat menurut konsep negara bangsa dan sesuai amanah konstitusi. Jika dia tidak mencampuri urusan Palestina dengan cara yang berisiko membahayakan keamanan Mesir dan keselamatan warganya, maka ia sudah bertindak sesuai Amanah konstitusi dari suatu negara bangsa. Hal yang sama berlaku pada Raja Saudi dan Presiden Turki.

Maka, mendudukkan masalah Palestina sebagai masalah bangsa lain adalah hal yang benar menurut konsep negara bangsa.

Lain halnya dalam negara khilafah. Secara konsep, pemerintah dalam khilafah dilantik untuk memimpin umat Islam dan melindungi seluruh wilayah kaum muslimin. Ditinjau dari konsep ini, jika khalifah Bani Abbas yang memerintah dari Baghdad itu tidak merasa bertanggungjawab ketika Palestina jatuh ke tangan tentara salib, maka yang terjadi bukan kesalahan konsep, bukan kesalahan pada ranah “konstitusi”, namun pada ranah pelaksanaan yang tidak berjalan ideal.

Seandainya itu terjadi, Umat Islam bisa menuntut dan mempersalahkan khalifah atas dasar Al Qur’an dan as-Sunnah, atau -praktisnya- atas dasar fiqih. Itu karena khilafah sejak awal dikonsep sebagai negara yang tunduk kepada hukum syara’

Lain halnya dengan As-Sisi dan Erdogan. Keduanya bukan khalifah. Keduanya pemimpin sebuah negara bangsa yang terbatas secara konsep. Mereka tidak bisa dituntut secara formal dan konstitusional untuk menerjunkan pasukan dan alat-alat perang ke gelanggang pertempuran di Gaza. Paling jauh, mereka hanya bisa dituntut untuk menjadi “tetangga yang baik dan peduli”, yang beretorika di mimbar politik dan panggung diplomasi penuh drama. Karena secara konsep, sebagai negara bangsa, Gaza itu bukan tanggungjawab mereka. Dan mereka tidak bisa dipersalahkan secara formal dengan standar fiqih, karena konsepnya memang bukan negara yang wajib tunduk kepada fiqih.

Itulah yang menyebabkan negara-negara muslim tidak melakukan hal yang dituntut oleh syara’ untuk melindungi dan merebut Kembali Palestina. Itulah alasan konstitusional mengapa Mesir menutup perbatasannya dan menolak pengungsi.

Maka dari itu, bersatunya kekuatan umat Islam tanpa terbatasi oleh sekat-sekat kepentingan nasional, hanya mungkin terjadi di era khilafah.

Apakah mungkin seorang khalifah mengabaikan tugas ini? Jawabnya “mungkin saja”; namun secara “konstitusional”, dia bisa dituntut untuk mengambil tindakan yang benar menurut Islam dalam kapasitasnya sebagai khalifah kaum muslimin.

Maka, jika masih ada orang yang bilang: khilafah dan negara bangsa sama saja, maka berpikirnya tidak sampai tataran konsep. Dangkal.

NB: Dalam sejumlah kasus, konsep negara bangsa itu dilanggar oleh Saudi dan Turki, asalkan pelanggaran itu merupakan order dari kekuatan yang lebih besar. Partisipasi militer Turki di Suriah, juga serangan Saudi atas Yaman adalah contohnya.

Tambahan komentar Ust Robi Pamungkas:

Serangan turki di Suriah itupun sebenarnya masih terkait dengan kepentingan bangsa mereka, yaitu mempertahankan wilayah Turki dari Gerakan separatisme Kurdi. Begitupun Saudi, dia menyerang Yaman demi kepentingan bangsa Saudi yaitu mempertahankan hegemoni Timteng dari ancaman Iran. Semuanya lebih karena bangsa, bukan agama.

Disunting oleh: Ivan S Amhar

virol tools instagram