Ramainya pemberitaan tentang ‘papah’ membuat banyak kalangan lupa dan teralihkan terfokus pada isu ‘papah’ yang baru saja kecelakaan dan menabrak sebuah tiang listrik, seolah isu ini begitu besar dan krusial, memang kasus korupsinya jelas, namun masyarakat kebanyakan terfokus pada tingkah laku ‘papah’ yang sangat tidak masuk akal. Namun ditengah isu yang banyak diperbincangkan tersebut seolah kita sedang diperdaya agar pemerintah tetap berjalan dengan proyek jualan aset nya. Disini seolah ada kesengajaan dalam pengalihan isu di media yang kemudian memalingkan masyarakat dari informasi penjualan aset-aset negara seperti BUMN dsb.
Jelas rencana ini menuai berbagai kritik dari berbagai kalangan. Beberapa infrastruktur , bandara, dan pelabuhan akan dilepas dan berstatus sudah di lepas pengelolaan kepada swasta dan asing dengan pengharapan pemerintah akan mendapatkan hasil dan kemudian dapat dikelola dengan baik, dan lebih berkembang. Beberapa pelabuhan dan bandara yang sudah dilepas dan dikelola swasta asing dan swasta diantaranya sebagaimana dilansir (tvone):
- Pelabuhan Peti Kemas PT. Jakarta International Countainer Terminal (JICT)
Pelabuhan yang cukup besar ini akan dikelola oleh perusahaan asal Hongkong yaitu Hutchinson Port Holding (HPH) dan kemudian proyek ini telah dilakukan perjanjian kontrak hingga tahun 2039. Kemudian alasan yang dikemukakan oleh Pelindo II belum siap memegang JICT secara mandiri. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) yang juga sering dikenal sebagai Pelindo II yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang logistik, secara spesifik pada pengelolaan dan pengembangan pelabuhan.
- Pelabuhan Kuala Tanjung
Pelabuhan yang berlokasi di Sumatera Utara ini akan dijual atau dikelola oleh perusahaan swasta asing dari Belanda yaitu Rotterdam Port dan Dubai Port (Uni Emirat Arab). Pelabuhan ini selama ini dikelola oleh PT. Pelindo I, Rotterdam Port dan Dubai Port kemudian akan dilakukan pembangunan tahap 1 dan 2 (2015 – 2017). Proses pengembangan terminal multi purpose dan pembangunan kawasan industri seluas 3.000 ha.
- Bandara Kuala Namu
Bandara utama yang berlokasi di pusat kota Medan, Sumatera Utara ini akan ditawarkan ke perusahaan swasta asing Selandia Baru. alasan pemerintah akan menjual bandara ini adalah sharing investment experience untuk kemudian bisa mengembangkan bandara.
- Bandara Lombok
Bandara yang berlokasi di Lombok Nusa Tenggara Barat ini akan ditwarkan pula kepada Selandia Baru. alasan penjualan nya adalah lokasi yang dirasa cukup dekat dengan negara Selandia Baru dan bandara tersebut dinilai potensial.
- Infrastruktur Jalan Tol
Beberapa infrastruktur jalan tol pun akan dilepas pemerintah kepada perusahaan swasta, diantaranya beberapa jalan tol yang akan dilepas : Tol Kanci-Pejagan; Pejagan-Pemalang; Pemalang-Batang; Batang – Semarang; Solo-Ngawi; Ngawi-Kertosono; Pasuruan– Probolinggo; Tol Bekasi-Cawang Kampung Melayu (Becakayu); Tol Bali Mandara. Berikut adalah daftar jalan tol yang akan dilepas ke swasta.
- Pelabuhan
Diantara pelabuhan tadi masih ada beberapa banyak lagi yang kemudian akan dilepas pengelolaannya pada pihak swasta. Diantaranya beberpa pelabuhan itu adalah : Pelabuhan Probolinggo; Pelabuhan Sintete; Pelabuhan Bima; Pelabuhan Waingapu; Pelabuhan Tanjung Wangi; Pelabuhan Tanjung Wangi; Pelabuhan Badas; Pelabuhan Kalabahi; Pelabuhan Tenau Kupang; Pelabuhan Ende; Pelabuhan Lembar. Yang lainya pula : Pelabuhan Manokwari; Pelabuhan Bitung; Pelabuhan Ternate; Pelabuhan Pantoloan; Pelabuhan Pare-pare; Pelabuhan Kendari; Pelabuhan Biak; Pelabuhan Fakfak; Pelabuhan Sorong; Pelabuhan Merauke.
- Bandara
Kemudian beberapa bandara lain pula akan di swastanisasi diantara beberapa bandara selain bandara tadi adalah : Bandara Komodo Labuan Bajo; Bandara Raden Intan II Lampung; Bandara Sentani Jayapura; Bandara Juwata Tarakan; Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu; Bandara Maimun Saleh Sabang; Bandara Fl Tobing Sibolga; Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu; Bandara Hananjoedin Tanjung Pandan; Bandara Syukuran Aminudin Luwuk; Bandara Blimbingsari Banyuwangi.
Obral Aset Negara
Alasan dari pemerintah dalah BUMN telah mendominasi proyek pembangunan nasional, namun pada faktanya peran BUMN masih sangat kecil dan belum begitu maksimal. Kemudian pada sektor perkebunan sendiri BUMN kemudian hanya menguasai sekitar 6,52% atau sekitar 756.000 hektar, sementara itu pihak swasta sendiri telah menguasai sekitar 11,6 juta hektar lahan. [1] kemudian dalam sektor pertambangan pemerintah sendiri hanya menguasai sekitar 6% potensi alam Indonesia yang dikuasai BUMN dan sisanya dikelola swasta. Dimana dominasi terbesar adalah dari perusahaan asing yang menguasai tambang diantaranya seperti Chevron, Newmont dan Freeport.[2]
Penjualan aset ini ditolak oleh Anggota dari Komisi IV DPR RI Hermanto yang kemudian menolak rencana dari pemerintah yang akan menawarkan pengoperasian pada sejumlah bandara dan pelabuhan kpada asing. Pendapatnya, dimana keterlibatan asing dalam pengoperasian pelabuhan dan bandara akan berpotensi melemahkan kontrol pada karantina pertanian. Kontrol karantina yang lemah ini berakibat kerawanan. Dimana produk-produk pertanian yang ilegal dari luar yang terjangkit organisme hama atau penyakit kemudian akan lebih mudah masuk ke Indonesia. [3] walaupun pemerintah melalui kementrian perhubungan, mereka memabantah bahwa penawaran pada swasta ini sebagai bentuk menjual aset, namun menurut menteri perhubungan itu adalah bentuk kerjasama yang kemudian dari kedua belah pihak akan menciptakan daya saing dan pengelolaan yang lebih baik, dengan skema pembagian keuntungan.
Kemudian PT Aneka Tambang (persero) Tbk (Antam), PT Bukit Asam (persero) Tbk, PT Timah (persero) Tbk. Ini kemudian ada rencana pemerintah akan dihapus status persero nya yang kemudian kini telah berstatus di swastanisasi. Hal ini dikritik oleh beberapa tokoh yang kemudian kontra dan mendesak pemerintah agar kemudian mengevaluasi rencananya karena penghapusan status BUMN tiga perusahaan ini jelas bertentangan, karena tidak sebebas itu pemerintah dapat menjual saham tanpa melalui persetujuan DPR.[4] Sehingga beberapa tokoh memandang upaya swastanisasi ini agar nantinya dalam menjual aset negara pemerintah tak perlu lagi mendapat persetujuan dari DPR, sebagaimana kasus Indosat. Menurut pandangan beberapa tokoh bahwa status BUMN yang sudah Tbk, adalah menjual model indosat dengan model berbeda.
Dimana kemudian pemerintah seharusnya menjadikan BUMN sebagai penggerak roda perekonomian, namun amalah sebaliknya pemerintah justru melakukan swastanisasi BUMN dan beberapa infrastruktur vital negara dan menjualnya. Menjadikan aset negara sebagai barang dagangan untuk kemudian menutup defisit anggaran negara. Ini jelas kemudian bertentangan dengan Undang-Undang 1945, yang mana seharusnya pemerintah itu dapat mengusai sumber-sumber kekayaan alam dan dgunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan tidak bisa semena-mena dalam menjual aset negara kepada swasta tanpa melalui persetujuan DPR sebagai wakil rakyat.
Disinilah kemudian demokrasi yang dikatakan dari rakyat, namun kemudian demokrasi sebenarnya menghasilkan pemerintahan yang liberal dapat semene-mena menjual aset negara untuk di swastanisasi. Jelas ini akan merugikan rakyat dan menyengsarakan rakyat dimana negara akan menjadi tidak memiliki kuasa apapun, hanya yang bermain kapitalis pemilik modal besar yang bisa menguasai aset-aset negara. Selain itu juga jelas hal ini sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang kemudian mengharamkan privatisasi dan swastanisasi pada kekayaan milik umum dan milik negara, salah satunya adalah tambang dan aset vital negara yang jika di swastanisasi akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat, jelas penerapan sistem ekonomi kapitalisme hanya menghasilkan kebobrokan ekonomi dan kesengsaraan.
[Mulki Hakim]
[1] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/09/nermwx-miris-57-persen-perkebunan-indonesia-dikuasai-swasta-dan-asing, diakses pada 18 November 2017
[2] https://www.kpa.or.id/news/blog/ini-daftar-gunung-yang-diekploitasi-perusahaan-tambang-asing/, diakses pada 18 November 2017
[3] http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/11/15/ozf0sc-pengelolaan-bandara-oleh-asing-bisa-memperlemah-karantina, diakses pada 18 November 2017
[4] https://economy.okezone.com/read/2017/11/15/320/1814265/antam-cs-tak-lagi-berstatus-persero-nasibnya-bakal-kayak-indosat, diakses pada 18 November 2017