International Organisation for Migration (IOM), yakni sebuah organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melaporkan bahwa lebih dari 1.500 orang telah meninggal hanya untuk mencapi benua Eropa.
Sebanyak 1.504 kematian tercatat oleh IOM. Menurut Missing Migrants Project, yang dikutip Aljazeera (28/7), dari angka tersebut, sebanyak 1.111 orang meninggal disebabkan karena tenggalam saat hendak mencapai pantai Italia dari Libya.
Sisanya, yakni sebanyak 304 orang meninggal saat hendak migrasi ke Spanyol dan 89 oarng lainnya meninggal saat perjalanan untuk mencapai Yunani.
Menurut laporan IOM yang dipublikasikan dalam sebuah infografik mini di halaman Twitter, dari 2014 hingga 27 Juli 2018 sudah lebih dari 16,5 ribu jiwa melayang karena untuk mencapai Eropa. Lebih tepatnya sebanyak 16.852 orang, yakni sebanyak 3.283 pada 2014, 2015 (3.783), 2016 (5.143), 2017 (3.139), dan 1.504 per 27 Juli 2018.
Jumlah orang yang tiba di Eropa tahun ini adalah 55.001, menurun 50 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah per kapita, 2018 adalah salah satu tahun paling mematikan karena jumlah orang yang mencoba mencapai Eropa jauh lebih rendah.
IOM juga mengatakan bahwa beberapa bulan terakhir ada peningkatan besar dalam jumlah orang yang mencoba menyeberangi Laut Tengah (Medetarania) untuk mencapai Spanyol, bukan Italia. IOM juga menambahkan, sebanyak 3.125 migran telah berusaha untuk memasuki Spanyol secara illegal melalui wilayah Afrika, Melilla dan Ceuta.
Melihat angka tersebut, IOM yang pernyataanya dimuat Aljazeera (27/7), mengungkapkan bawah pada bulan ini, Spanyol adalah tujuan paling dicari di Mediterania untuk migran gelap yang bepergian melalui laut, melebihi Italia dan Yunani.
Yunani sendiri merupakan tujuan utama bagi banyak imigran sebelum Uni Eropa mencapai kesepakatan dengan Turki yang menghentikan jumlah kedatangan pengungsi, telah melihat peningkatan 50 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Secara agregatif, lebih dari 5.000 orang telah tiba di Yunani sepanjang tahun ini.
Italia di sisi lain, telah melihat penurunan dramatis jumlah pendatang yang tiba. Lebih dari 640.000 orang telah mencapai Italia dengan menggunakan perahu dari Afrika dalam lima tahun terakhir.
Perdebatan dalam Internal UE
Dalam beberapa bulan terakhir, Italia populis yang baru telah menolak beberapa kapal penyelamat yang berpatroli di Laut Tengah untuk menyelamatkan pengungsi yang tenggelam dalam upayanya mencapai benua Biru tersebut.
Sejak menduduki jabatannya pada awal Juni, Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, yang juga merupakan salah satu dari dua wakil perdana menteri negara itu, telah mendorong isu memecah belah migrasi ke garis depan agenda Uni Eropa dengan menolak membuka pelabuhan negaranya untuk kapal penyelamat migran.
Di bawah Aturan Dublin atau “Dublin rules” Uni Eropa, pencari suaka harus diproses di negara di mana mereka pertama kali tiba–biasanya Italia, Yunani atau Spanyol.
Dalam upaya untuk mengurangi jumlah pengungsi yang berusaha mencapai Eropa, para pemimpin Italia dan Perancis telah mendesak Uni Eropa untuk mendirikan pusat pemrosesan suaka di Afrika untuk mencegah pengungsi dan migran dari melakukan perjalanan melintasi Mediterania. Namun langkah tersebut dikecam secara luas karena keadaan yang kerap kali begitu mengerikan di negara-negara itu. (Aljazeera)