Membangun Manusia Itu Tugas Kita, Begitu juga Mengeritik Pemerintah

Posted on

Mahasiswa di negeri ini mungkin masih menjadi kaum minoritas dalam artian harfiah. Jumlah mereka tidak sebanyak komposisi penduduk lain di Indonesia. Meskipun begitu, peran mereka di tengah-tengah masayarakat kita begitu vital.

 

Tools Broadcast WhatsApp

Bagi mereka yang hidup dan setidaknya telah menginjak remaja pada era 90-an, mungkin masih tergambar bagaimana heroiknya para mahasiswa dari seluruh Indonesia berdemo di Jakarta untuk menggulingkan rezim represif Soeharto. Mereka begitu besar menarik simpati rakyat di negari ini. Harpan rakyat seakan tersemat di kedua pundak mereka, yakni harapan untuk penghidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Sudah merupakan suatu bentuk yang alamiah bahwa dalam suatu populasi masayarakat jumlah golongan yang tercerahkan yang dalam hal ini para intelektual, tentunya termasuk mahasiswa di dalamnya, menempati persentase yang begitu kecil atau minoritas. Namun begitu, kecilnya jumlah mereka tidaklah berbanding lurus dengan tanggung jawab yang mereka emban. Golongan ini memiliki tanggung jawab yang begitu besar di tengah-tengah masayarakat. Golongan inilah yang memiliki tanggung jawab dominan untuk memberikan suatu cahaya perubahan. Cahaya yang akan menggantikan kondisi kejumudan dan ketidakadilan di dalam masayarakat menuju kondisi yang tercerahkan dan penuh dengan keadilan.

 

Peran Ganda Mahasiswa

 

Mahasiswa pada dasarnya memiliki peran ganda, selain sebagai pemantik pembangunan, mereka juga sebagai penyampai pesan perubahan. Perannya sebagai pemantik pembangunan dapat dilihat dari tanggung jawab mahasiswa untuk menggerakan suatu perubahan yang lebih baik di sekitar lingkungannya dengan pelbagai kemampuan yang mereka miliki. Sedangkan perannya sebagai penyampai pesan ialah dengan tanggung jawabnya untuk melakukan keritik kepada penguasa yang tentunya juga akan bermuara kepada kondisi peradaban yang lebih baik.

 

Dengan banyaknya pengetahuan yang telah mereka dapatkan, maka mahasiswa sudah sepatutnya menggunakan kemampuan tersebut untuk membangun lingkungan di sekitarnya. Karena tanggung jawab untuk memberdayakan rakyat adalah cerminan dari peran mahasiswa sebagai pemantik perubahan. Selain itu, hal tersebut juga merupakan suatu bentuk manifestasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni “pengabdian kepada masyarakat”. Sebuah kumpulan falsafah yang selalu didengungkan di pelbagai perguruan tinggi di Indonesia.

 

Selain itu, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan perubahan ke tengah-tengah rakyat, termasuk pemerintah. Bentuk konkret dari hal tersebut ialah kritik kepada penguasa maupun masayarakat. Kritik yang ditunjukan kepada penguasa bukanlah suatu dosa bagi mahasiswa. Tanpa kritik, maka penguasa akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk melenceng keluar dari rambu-rambu yang telah menjadi kesepakatan bersama. Para bestari, atau dalam konteks ini ialah mahasiswa, mempunyai kewajiban untuk melurusan penguasa jikalau penguasa keluar dari rel yang telah ditetapkan.

 

Epistemic Responsibility

 

Pada 23 Pebruari 1967, seorang aktivis politik sekaligus seorang filsuf modern Amerika, Noam Chomsky, menulis sebuah esei dalamĀ  The New York Review of Books (NYRB), sebuah majalah semi bulanan yang membahas pelbagai isu terkait sastra, budaya, ekonomi, sains, dan isu terkini. Dalam tulisan yang bertajuk “The Responsibility of Intellectuals”, Chomsky menerangkan bahwa para intelektual seharusnya membuat diri mereka memiliki tanggung jawab untuk mencari sebuah kebenaran dan mengekspos suatu kebohongan. Artinya, setiap mereka yang mengkalim bahwa diri mereka adalah seorang intelektual–termasuk mahasiswa–,maka sudah merupakan suatu kewajiban baginya untuk menggaungkan kebenaran dan mengekspos setiap kebohongan atau sesat pikir yang berkembang di tengah masayarakat.

 

Tanggung jawab intelektual tersebut bisa diejawantahkan melalu bentuk “kritik”, baik kritik yang ditunjukan kepada penguasa, yang dalam hal ini adalah pemerintah, maupun kepada masyarakat. Selama ini di tengah masayarakat kita tertanam persepsi yang salah tentang kritik. Masyarakat menganggap bahwa kritik terhadap pihak lain adalah suatu bentuk kebencian. Padahal hal itu merupakan tanggung jawab bagi setiap intelektual untuk memberi penerangan, baik itu bagi pemerintah, maupun masayarakat. Selam kritik itu disampaikan dengan cara yang elegan dan mematuhi norma yang ada, maka pengharamannya adalah sebuah bentuk kemunduran peradaban.

 

Keduanya harus Bersinergi

 

Meskipun begitu, bukan berarti seorang intelektual harus melulu melakukan kritik. Tanggung jawabnya untuk mengeritik haruslah sepadan dengan tanggung jawab dirinya dalam memberikan perubahan di tengah rakyat. Keduanya haruslah saling bersinergi untuk mencapai cita-cita perubahan yang lebih baik, perubahan yang secara inklusif bisa dinikmati oleh seluruh rakyat di negeri ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi para mahasiswa untuk memahami dan mengemban kedua prinsip ini, baik dalam benak maupun laku mereka.

 

Yopi Makdori

virol tools instagram