Aksi Bela Islam III atau yang dikenal dengan Aksi 212 merupakan salah satu momen persatuan umat Islam di negeri ini. Peristiwa ini mungkin tak akan dilupakan oleh sejarah dan akan tercatat sebagai momen bersatunya umat Islam saat itu, mengingat jutaan umat Islan dari seluruh penjuru negeri merapat ke Ibu Kota Jakarta demi satu tujuan, yakini meminta supaya penguasa bisa adil dengan mebgadili sang penista agama, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta yang sah.
Aksi tersebut merupakan peristiwa penuntutan oleh umat Islam kedua terhadap Ahok pada tahun 2016. Sebelumnya juga diadakan aksi yang sama, yakini terjadi pada tanggal 4 November. Pada awalnya, aksi tersebut rencananya diadakan pada tanggal 25 November, namun karenalain hal kemudian aksi itu disepakati diadakan pada tanggal 2 Desember 2016. Aksi ini diselnggarakan di halaman Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Dalam aksi ini, diperkirakan jumlah peserta yang hadir berkisar antara 200 ribu (klaim polisi) hingga jutaan (klaim penyelenggara). Dari rekaman foto dan video-video yang tersebar di berbagai sosial media dan situs berbagi video melalui tangkapan kamera drone, dapat terlihat bahwa jumlah massa meluas hingga mamadati area Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Berbagai aksi tersebut merupakan reaksi dari umat Islam yang merasa bahwa agama dan ulamanya telah dilecehkan oleh sang gubernur kala itu. Sebelumnya, beredar video di sosial media yang menunjukan bahwa Ahok sedang mengunjungi sebuah perkampungan di Kepulauan Seribu dan beliau mengatakan sesuatu yang menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan mayoritas umat Islam telah menghina dan melecehkan Islam dan para ulama. Ma’ruf Amin, selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa Ahok menghina dalam bentuk kata-kata, tepatnya dalam ucapan “dibohongi pakai surat Al Maidah 51”.
MUI menilai bahwa Ahok telah memosisikan Al Quran sebagai alat untuk melakukan kebohongan. Selain itu, orang yang biasa menyampaikan ayat kepada masyarakat adalah ulama. Maka jelas bahwa menurut MUI, Ahok telah mengatakan bahwa yang melakukan kebohongan itu para ulama, kesimpulannya ini tentu penghinaan terhadap Al Quran dan ulama.
Maka sejak saat it, kemarahan umat Islam sudah mencapai titik puncaknya. Dikomndani oleh Habib Riziq Sihab, jutaan umat Islam seluruh Indonesia tumpah ruah di Jakarta untuk menuntut Akhok supaya dipenjarakan. Kemudain setelah Ahok berhasil dijebloskan ke dalam penjara, nampaknya semangat persatuan itu masih membekas, maka untuk memupuk rasa persatuan di tengah-tengah umat dan kembali memanaskan aura prjuanagn terhadap ketidakadilan, maka presidium 212 berencana untuk melakukan runi akbar pada tanggal 2 Desember nanti.
Nampaknya tujuan dari presidium sungguhlah mulia, bahkan memang seharusnya hal itu dilakukan. Namun di sini penulis sebagai mahasiswa melihat bahwa jikalau acara nanti (2 Desember) hanya sebatas kumpul dan bertemu tanpa menggulirkan suatu isu, tentu saja penulis pandang sangatlah disayangkan. Hal senada juga dikatakan oleh para pembicara dalam acara bedah buku Diary 212 yang diselanggrakan oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Abrar dan LPPDI Thoriquna. Mereka berharap bahwa Reuni Akbar 212 memiliki tujuan strategis dalam kerangka perjuangan, tidak hanya sekedar nostalgia perjuangan menumbangkan penista agama.
Menurut Edy Mulyadi, selaku salah satu pembicara dalam bedah buku tersebut menyatakan bahwa Aksi Bela Islam 212 tahun 2016 tujuannya jelas, yaitu menuntut penista agama dihukum sesuai dengan hukum positif yang berlaku sebagaimana telah dihukum para penista agama sebelumnya seperti Permadi, Lia Eden, Ahmad Musadeq, dan lain-lain. Sedangkan reuni besok (2 Desember) belum jelas juntrungannya. Maka menurut mereka juga (yang juga penulis amini) reuni Akbar 212 harus memiliki konteks dan tujuan yang jelas. Jangan sampai cuma jadi wisata berjamaah.
Begitu pun menurut penulis, seharusnya aksi yang hendak dilakukan pada 2 Desember nanti bisa menggulirkan sebuah isu yang nantinya bisa memberi tekanan kepada pemerintah supaya lebih fokus lagi dalm memperhatikan kondisi umat. Mengingat saat ini masih banyak isu yang bisa dinaikan, seperti korupsi E-KTP yang menimpa Setya Novanto, penjualan aset-aset negara, dan UU Ormas terbaru.
Isu-isu tersebut seharusnya bisa digulirkan supaya pemerintah bisa lebih bijak dalam melakukan segala sesuatu. Jika hal ini bisa dilakukan, maka aksi yang direncanakan desember besok bukan lagi hanya tentnang wisata berjamaah seperti yang disebutkan oleh para pembicara di atas, melainkan lebih mulia lagi bisa sebagai sarana untuk mengingatkan penguasa dan memberi tekanan kepada para penguasa yang sedang berkuasa saat ini. Meskipun begitu, semangat persatuan umat Islam yang berusaha dipupuk oleh presidium Aksi 212 patut diapresiasi. Hal ini menandakan bahwa saat ini kita membutuhkan persatuan umat, karena kita bisa lihat dari keberhasilan kasus Ahok. Tatkala umat bersatu maka segala rintangan dan cobaan yang besarpun bisa diterjang, tentunya tak terlepas dengan izin Allah SWT.