Liberalism is the Most Successful Idea [I]

Posted on

Knowledge without action is wastefulness and action without knowledge is foolishness.”~Al-Ghazali

Manusia bisa digerakan oleh dua sebab, pertama sebab yang datang dari luar dirinya, dan kedua, sebab yang berasal dari dalam dirinya. Sebab yang datang dari luar manusia disebut dorongan luar, dorongan ini bisa dalam bentuk persuasi ataupun ancaman. Dorongan yang bersifat ancaman biasanya dalam bentuk kekerasan dan dorongan ini berlaku hanya sementara, karena seseorang hanya akan melakukan suatu hal jika ancaman tersebut bersifat riil. Namun jika ancaman telah hilang, maka seseorang berhentih melakukan suatu hal tersebut.

Tools Broadcast WhatsApp

Sedangkan persuasi, merupakan dorongan yang sifatnya ajakan dan jika seseorang menuruti ajakan tersebut, maka ia akan menerima imbalan yang dijanjikan (sifatnya pragmatis dan temporal). Sebaliknya, jika ia tidak segera mendapatkan apa yang dijanjikan, maka ia akan memberontak dan ingkar terhadap ajakan tersebut. Maka dari itu, persuasi ini harus terus menerus dilakukan dengan peruasi-perusasi lain suapaya seseorang bisa terus bertahan dalam ketetapannya mempercayai apa yang dijanjikan oleh sang pemberi persuasi.

Sedangkan sebab yang datangnya dari dalam diri manusia ialah paham atau ide (idea). Ide memiliki dampak yang begitu dahsyat dalam menggendalikan tindak-tanduk manusia. Ide ini berasal dari dua sumber, yakni ia yang datangnya dari Tuhan dan yang datangnya dari manusia. Kedua-duanya memiliki efek yang sama, sama-sama bisa menggerakan manusia ke suatu jalan (entah itu kebaikan ataupun keburukan). Di dunia ini begitu banyak ide, bahkan hampir setiap orang memiliki ide masing-masing di dalam tempurung kepalanya. Namun begitu, hanya ada tiga ide dasar di dunia ini–atau yang sering kita sebut sebagai ideologi–, yakni Islam, Komunisme, dan Liberalisme. Mengapa hanya tiga ide dasar? Padahal begitu banyak ide yang dilahirkan oleh umat manusia. Tiga ide tersebut merupakan pondasi dari berbagai cabang ide di dunia ini, atau dengan kata lain, berbagai ide di dunia ini pada dasarnya berakar kepada salah satu dari ketiga ideologi tersebut.

Di sini kita tidak akan membahas terkait penjelelasan satu persatu mengenai ketiga ideologi tersebut, apalagi untuk membandingkanya (mungkin di tulisan lain). Tulisan ini hanya akan membedah klaim yang menyatakan bahwa “Liberalism is the Most Successful Idea” atau Liberalisme merupakan ide yang paling berhasil. Terlepas dari vonis yang menyatakan bahwa liberalisme ini adalah gagasan yang salah, sebelumnya marilah kita membedah terlebih dahulu klaim di atas.

Liberalisme lahir dari rahim peradaban Barat terlacak sudah sangat lama. Ide ini untuk kali pertama terlacak pada zaman Yunani Kuno, yakni saat negara-kota (city-state) di Yunai menerapkan apa yang sering kita sebut sebagai “demokrasi”. Demokrasi sendiri merupakan salah satu cerminan pengejawantahan prinsip Liberalisme. Meskipun pada zaman tersebut penerapan demokrasi masih dalam bentuk demokrasi langsung, yang mana artinya seseorang dilibatkan secara langsung untuk memutuskan suatu keputusan (lawan dari demokrasi perwakilan yang saat ini kita terapkan), namun untuk zaman tersebut bagi para ilmuwan sudah merupakan suatu bentuk kemuajuan.

Liberalisme menemukan momentumnya saat Abad Pencerahan, di mana bangsa Eropa mulai sadar bahwa otoritas yang mengekangnya merupakan entitas yang harus di runtuhkan, dan Liberalisme inilah yang secara gradual mendakwahkan hal tersebut. Tokoh yang populer saat itu ialah John Lock, seorang filsuf Inggris. Ide utama Lock kala itu ialah perihal kebebasan beragama, demokrasi liberal dan klasik republikan, dan lainnya. Ia juga yang mempengaruhi pemikiran George Berkley, Jean-Jacques Rousseau, Immanuel Kant, John Rawls, Robert Nozick dan David Hume, yang merupakan parah tokoh pemikir Liberalisme. Selain itu, Lock jugalah yang merupakan seorang pemikir yang mempengaruhi beberapa figur founding father Amerika Serikat dalam merancang konstitusi negaranya kala itu.

Di era modern, perkembangan Liberalisme ditopang oleh sebuah imperium yang berhasil memenangkan pertempuran dalam Perang Dunia I sekaligus Perang Dunia II, yakni Amerika dan sekutu Baratnya. Meskipun pasca Perang Dunia, Liberalisme ini mendapatkan tantangan dari rival ideologinya kala itu, yakni Komunisme yang ditopang oleh Uni Soviet. Namun begitu, selama masa tersebut, atau yang sering kita dengar sebagai era Perang Dingin, Liberalisme seakan-akan menunjukan taringnya bahwa dirinyalah ide yang lebih baik dibandingkan dengan Komunisme.

Saat Perang Dingin telah usai, yang ditandai dengan tumbangnya penopang ide Komunisme, yakni Uni Soviet pada akhir dekade 1980-an, pengukuhan yang menyatakan bahwa Liberalisme sistem terbaik semakin meluas dan gaungnya semakin nyaring didengar. Komunisme seakan hanya sebuah ide utopis yang hanya ada dalam pikiran bukan kenyataan. Satau-satunya model negara yang sukses mengadopsi ide (bahkan menopangnya) kini telah runtuh, yakni Uni Soviet. Di saat inilah Liberalisme semakin meneguhkan posisiya bahwa ide inilah yang layak diemban oleh setiap individu.

Namun pasca Perang Dingin, Liberalisme buakan berarti tanpa tantangan, terdapat tantangan terhadap paham ini, yakni salah satu ide dasar yang telah di sebutkan di atas, yaitu Islam. Islam dan Liberalisme merupakan sama-sama ide yang dia membentuk tingkah-pola setiap individu, hanya bedanya kalau yang pertama berasal dari Tuhan yang Esa, Allah SWT, sedangkan yang kedua berasal dari nalar insan yang lemah, yakni manusia. Namun terlepas dari itu semua, keduanya sama-sama membentuk setiap tindak-tanduk manusia di muka bumi ini.

Seseorang yang di dalam dirinya bersemayam salah satu dari kedua ide tersebut, maka setiap jalan hidupnya akan senantiasa dipengaruhi oleh prinsip yang berasal dari ide tersebut. Seperti yang telah disinggung pada saat di awal tulisan bahwa ide merupakan sesuatu yang menggerakan manusia yang ia datangnya dari dalam diri manusia itu sendiri. Maka benar, jika seseorang mengadopsi Islam sebagai prinsip dalam hidupnya akantetapi dalam aktivitasnya tidak mencerminkan prinsip ide keisalaman, maka patut dipertanyakan apakah Islam itu sudah menjadi ide dyang menempel di dalam dirinya yang seharusnya ide itu yang menggerakan dia untuk beraktivitas sesuai deng prinsip keisalaman.

Islam dan Liberalisme merupakan ide yang berbeda, layaknya air dan api keduanya saling meniadakan. Artinya, jika ide Liberalisme itu dominan dalam diri seorang individu, maka prinsip-prinsip ide keisalaman akan dengan sendirinya menghilang. Begitu juga sebaliknya,jika prinsip Islam yang dominan, maka prinsip Liberalisme akan hilang. Lalu bisahkan keduanya berkoeksisten jika dosisinya sama? Itulah yang ingin diterapkan oleh sebagian pengemban ide Islam di dunia ini. Mereka tidak percaya diri dengan ide Islam, mengapa? Hal demikian terjadi dikerenakan mereka sudah melihat bahwa bangsa Eropa yang pada masa dahlu pernah mengalami zaman kebodohan, namun tatkala mengadopsi ide Liberalisme seketika langsung dengan progres yang cepat bisa menjadi peradaban yang begitu besar. Selain faktor tersebut, faktor lainnya juga tatkala mereka melihat bahwa hanya Liberalismelah yang bisa bertahan hingga kini melawan berbagai ide, misalnya Fasisme dan Komunisme. Bahkan seorang ilmuwan politik Amerika Serikat, Francis Fukuyama dalam esainya yang ia tulis setelah runtuhnya Tembok Berlin pada 1989 dengan judul “The End of History?”, yang diterbitkan di jurnal kajian internasional The National Interest. Esai tersebut di tahun 1992 kemudian dijadikan sebuah buku dengan judul yang masih mirip, yakni “The End of History and the Last Man”.

Dalam tulisanya, Fukuyama menyatakan bahwa “Yang kita saksikan sekarang bukan saja akhir dari Perang Dingin, atau berlalunya masa-masa sejarah pascaperang, melainkan akhir dari sejarah itu sendiri, yaitu akhir dari evolusi ideologi manusia dan universalisasi demokrasi liberal Barat sebagai bentuk pemerintahan manusia paling akhir”. Dirinya mengklaim bahwa hanya ide Demokrasi Liberallah satu-satunya ide yang paling agung dan sempurna dari evolusi berbagai macam ideologi. Artinya, Fukuyama menyatakan bahwa Liberalisme merupakan ideologi yang final yang memutus rantai dialektika tentang ideologi.

Muhammad Iskandar Syah

[Bersambung]

virol tools instagram