Kasus korupsi E-KTP telah menyebabkan berbagai polemik dan keramaian dalam perpolitikan di Indonesia. Proyek E-KTP ini adalah sebuah proyek yang menyangkut masyarakat Indonesia, selain keluhan dalam proyek ini yang dianggap sangat lambat, hingga masyarkat perlu menunggu lama hingga KTP mereka jadi, sehingga entah bagaimana bisa proyek dengan dana besar ini sangat lambat dalam pengerjaannya. Padahal proyek ini sebenarnya sudah ada pengawasan, namun tetap saja masih terjadi tindak korupsi. Dalam korupsi ini banyak melibatkan orang-orang ternama di Indonesia, para politisi terkenal, dan dalam korupsi ini telah diduga melibatkan banyak pihak, dan bisa dikatakan sebagai korupsi ‘berjamaah’. Karena banyaknya pihak yang diduga menerima bancakan dana korupsi yang mengalir ke mereka-mereka.
Beberapa waktu lalu Jaksa KPK sudah menyebutkan beberapa pihak yang disebut telah menerima aliran dana haram yang berkaitan dengan proyek E-KTP. Pihak-pihak tersebut berasal dari 3 kalangan atau klaster, beberapa klaster tersebut yaitu : politikus, birokrat, dan korporasi. Megakorupsi proyek ini berjumlah sekitar Rp. 2,3 triliun dari jumlah dana proyek senilai 5,9 triliun hampir setengah dari dana proyek ini telah dikorupsi. Kemudian ada beberapa pihak yang kemudian mengembalikan dana tersebut dengan nilai Rp. 250 miliar, pihak yang telah mengembalikan dana tersebut terdiri dari 5 korporasi dan kemudian 1 konsorsium dan sejumlah 14 orang untuk pihak perorangan. Nilai dari pengembalian konsorsium dan korporasi sebesar Rp. 220 miliar dan kemudian untuk perorangan senilai Rp. 30 milar. [1] Beberpa pihak yang menerima dana tersebut diantaranya :1) Ganjar Pranowo sebesar USD 520 ribu; 2) Yasonna Laoly mendapat senilai USD 84 ribu; 3) Gamawan Fauzy senilai USD 4,5 juta dan Rp. 50 juta; 4) Anas Urbaningrum USD 5.5 juta; 5) Ade Komarudin USD 100 ribu; 6) Marzuki Alie Rp. 20 miliar; 7) Jazuli Juwaini; USD 37 ribu; 8) Teguh Juwarno USD 167 ribu; 9) Numan Abdul Hakim sebesar USD 37 ribu; 10) Abdul Malik Haramaen USD 37 ribu dan 11) Melcias Marchus USD 1.4 Juta. [2] dan beberapa tokoh yang mendapat kucuran dana termasuk Setya Novanto.
Kemudian ditetapakan 2 tersangka yaitu Irman dan Sughiharto dua mantan dari Pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri. Kemuidan menurut mantan Bandahara Umum dari Partai Demokrat, Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) telah mengakui mengetahui terkait penerimaan atas uang sebesar USD 500 ribu kepada Ketua DPR Setya Novanto dalam Megaproyek e-KTP. Selain itu juga didalam BAP juga disebutkan, bahwa jumlah uang yang sama pula diterima oleh Politikus dari Partai Golkar Melchias Markus Mekeng. Menurut ia uang yang diterima tersebut langsung oleh keduanya sebagai bagian jatah dari pengamanan proses anggaran dari proyek yang mamakan anggaran negara sebesar Rp 5,9 triliun lebih ini.[3]
Namun kemudian nama-nama tersebut sampai sekarang banyak yang menghilang dari tuntutan KPK hanya kemudian beberapa nama saja yang kemudian dipanggil dan kemudian ditahan. Dari nama-nama tersebut dalam kasus korupsi megaproyek E-KTP ini ada sekitar 280 orang saksi yang kemudian diperiksa dan 23 orang anggota DPR tang kemudian dipanggil, namun dari jumlah tersebut hanya 15 orang yang kemudian memenuhu panggilan KPK. Kasus korupsi ini bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia, hampir setiap tahun selalu terjadi, dan inikah yang disebut orang-orang yang Pancasilais, Sangat jauh sekali.
[Mulki Hakim]
[1] https://news.detik.com/berita/d-3442207/daftar-panjang-penerima-uang-korupsi-e-ktp-hingga-jutaan-usd, diakses pada 21 November 2017, pada pukul 7.52
[2] Ibid
[3] http://kbr.id/berita/nasional/11-2017/sidang_e_ktp__nazar_lihat___ganjar_terima_uang__500_ribu_dolar/93558.html, diakses pada 21 November 2017,pukul 8.42