Asal Usul Perang Suriah

Posted on

Disusun oleh Al Liwa Organizer [2018]

Mungkin masih banyak di antara kita yang masih belum memahami apa sebenarnya akar dari perang yang terjadi di Suriah selama 7 tahun ini. Maka berangkat dari hal tersebut, kami tergerak untuk mencerahkan kawan-kawan yang belum paham atau bahkan belum tahu ihwal perang yang terjadi di sana. Jika sudah terbentuk pemahaman terkait perang yang terjadi di sana, diharapkan akan bermuara pada munculnya empati kepada para korban perang dalam konflik di Suriah. Tulisan ini merupakan bentuk ringkasan dari penjelasan mengenai awal mula terjadinya konflik di Suriah yang hingga saat ini telah menelan ratusan ribu jiwa dan memisahkan jutaan warga Suriah dari tanah kelahirannya.

Tools Broadcast WhatsApp

Suriah merupakan salah satu negara yang berada di wilayah Timur Tengah. Negara ini sejak tahun 2000 dipimpin oleh Bashar al Assad yang menggantikan ayahnya, Hafiz al Assad yang meninggal dunia di tahun yang sama. Assad memerintah dengan cara tangan besi, ia tidak menghendaki adanya aktor-aktor yang bersebarangan haluan dengan dirinya. Maka setiap gerakan perlawanan terhadap otoritasnya, akan diberangus oleh sang diktator tanpa belas kasihan.

Para ilmuwan menganggap bahwa ada beberapa faktor kunci yang menyebabkan konflik di Suriah. Namun begitu, pemicu awal dari konflik di Suriah ialah fenomena “Arab Spring” pada 2011 yang telah berkecamuk di Tunisia, Libya, dan Mesir. Fenomena Arab Spring sendiri adalah sebuah glombang revolusi yang terjadi di wilayah Timur Tengah pada masa itu. Gelombang revolusi tersebut menghendaki lengsernya pemimpin-pemimpin Arab yang memerintah dengan tangan besi. Revolusi yang pada mulanya hanya terjadi di Tunisia seketika menjadi efek domino dan menjalar ke berbagai negeri Arab lain, salah satunya ialah Suriah.

Saat itu sekelompok bocah menuliskan sebuah grafiti di dingding sebuah sekolah di kota Daraa yang bertulisakan “The Government must go!”. Tidak lama setelah itu sekelompok bocah tersebut ditahan oleh aparat keamanan rezim al Assad. Selain ditahan, para bocah tersebut juga mengalami penyiksaan sampai puncaknya salah satu dari bocah tersebut meninggal dikarenakan mengalami penyiksaan yang keji oleh aparat keamanan Suriah. Sebagai respon atas penahanan sekelompok bocah tersebut, penduduk kota Daraa melakukan aksi demostrasi untuk meminta dibebasakannya bocah-bocah tersebut. Namun bukannya dibebaskan, rezim al Assad justru semakin bersikap brutal terhadap rakyatnya. Para demostran tersebut justru dibalas dengan tindakan yang represif oleh rezim. Pemerintah Suriah menaggapai aksi demostrasi tersebut dengan membunuh ratusan demostran dan juga menangkap yang lainnya. Melihat respon Pemerintah Suriah yang begitu brutal terhadap para demostran, maka kondisi Suriah saat itu seketika semakin memanas.

Karena rezim al Assad semakin bersifat brutal terhadap para elemen masyarakat yang menolaknya, maka secara bertahap sebagian dari para penentang Assad bertransformasi menjadi kelompok pemberontak bersenjata, seperti munculnya Free Syrian Army (FSA). FSA atau Tentara Pembebasan Rakyat Suriah adalah sebuah fraksi militer yang memberontak terhadap otoritas al Assad. Awalnya anggota FSA terdiri dari para militer yang dikirim oleh Pemerintah Suriah untuk membantai para demostran di Daraa, namun mereka menolak untuk menembaki para demostran di sana. Akhirnya para pasukan yang membelot ini mendeklarasikan berdirinya FSA pada bulan April 2011.

Sejak FSA berdiri, para kelompok oposisi bukan lagi melakukan perlawanan dengan aksi demostrasi, melainkan mulai angkat senjata bersama FSA untuk menumbangkan kekuasaan al Assad di Suriah. Menurut Al Jazeera, FSA mendapat dukungan dari negara-negara Barat dan Arab, seperti Amerika Serikat (AS), Turki, dan negara-negara Teluk. Secara bertahap akhirnya semakin banyak fraksi angkatan bersenjata yang terlibat dalam parang di sana, belum lagi munculnya IS (Islamic State) pada 2013 membuat situsai di sana semakin hari semakin rumit.

Selain IS, turut terlibat juga Jabhat Fateh al-Sham, Hezbollah, Syrian Democratic Forces (SDF) yang terdiri dari bangsa Kurdi dan terafiliasi dengan Kurdish People’s Protection Units (YPG). Banyaknya aktor yang terlibat di sana membuat perang di Suriah secara bertahap akhirnya bertansformasi menjadi perang yang bersifat asimetris (sering disebut juga sebagai “proxy war”). Perang yang awalnya terjadi antara pihak oposisi melawan rezim Bashar al Assad, kini berkembang antara berbagai kekuatan regional dan bahkan internasional. Iran dan Libanon misalnya, kedua kekuatan regional tersebut mendukung eksistensi rezim al Assad di Suriah. Para akademisi berasumsi bahwa dukungan kedua negara tersebut dilandasakan pada semangat sektarianime (identity), yakni mempertahankan dominasi Syiah di kawasan–Bashar al Assad diketahui merupakan seorang Syiah, meskipun Syiah Assad (Syiah Alawie) berbeda dengan paham Syiah yang dianut Pemerintah Lebanon dan Iran, namun akademisi yang berasumsi dengan pendapat seperti ini bersepak pada satu kesimpulan bahwa dukungan tersebut bermotif semangat identitas Syiah.

Karena Iran dan Libanon ikut terlibat, begitu pula dengan negara-negara Arab yang masih kental akan semangat sektarianimenya pada akhirnya mendukung para kelompok oposisi yang memang sebagian besar ialah muslim Sunni. Negara-negara seperti Turki, Qatar, dan Saudi Arabia akhirnya baik secara sembunyi-sembunyi, maupun terang-terangan menunjukan keberpihakannya terhadap kelompok pemberontak di Suriah. Begitu pula dengan AS, negara ini juga menunjukan dukungannya terhadap para pemberontak yang berideologi moderat, seperti FSA. Selain FSA, AS juga mempersenjatai kelompok bersenjata Kurdi yang ingin mendirikan negara sendiri yang berlandasakan pada ikatan kebangsan Kurdi. Bangsa Kurdi diketahui memang tersebar di beberapa negara, seperti Suriah, Iraq, dan Turki. Langkah AS tersebut jelas bersebrangan dengan Turki, mengingat bangsa Kurdi ingin juga memisahkan diri dari Turki, maka untuk merespon hal tersebut Turki juga akhirnya ikut terlibat dalam perang di sana dengan menggempur basis Kurdi di sekitar wilayah perbatasaannya dengan jastifikasi menyerang IS.

AS dan koalisinya juga melakukan hal yang sama, dengan justifikasi menyerang basis militer IS, AS akhirnya terjun dalam medan pertempuran di Suriah. Begitu pula dengan Rusia, negara pewaris tunggal kekuasaan Uni Soviet tersebut juga ikut terjun dalam konflik di sana untuk membantu tentara al Assad memberantas para pemberontak dengan jastifikasi yang diartikulasikan ke dunia internasional sebagai upaya perang melawan IS di Suriah. Namun dalam praktiknya, para aktor yang terlibat di sana justru banyak membunuhi warga sipil Suriah. Mereka melakukan pembantaian massal warga Suriah secara berjama’ah.

Begitulah gambaran secara singkat awal mula konflik yang terjadi di Suriah. Hingga saat ini, berbagai aktor begitu banyak bermunculan dalam konflik yang terjadi di sana. Belum lagi fraksi-fraksi kecil yang tidak atau belum teridentifikasi keberpihaknya begitu banyak bermunculan dalam konflik yang terjadi di Suriah. Nampaknya perang akan terus berkecamuk tanpa ada titik terang akan berakhir, hanya Allah SWT-lah yang mengetahui rencana apa dibalik konflik yang terjadi di Suriah.

*Tulisan ini ditunjukan sebagai sarana untuk mencerahkan mereka yang belum paham terkait awal mula terjadinya konflik yang terjadi di Suriah.

virol tools instagram