Sejumlah kalangan yang menghujat guru kami Ustadz H. Abdul Somad Lc., MA (UAS), pasti tidak mengenal beliau dari dekat. Seandainya mereka kenal langsung, InsyaAlloh mereka akan berubah 180 derajat. Beragam serangan keji yang ditujukan pada UAS, saya yakin hanya akan menambah pahala untuk beliau. Fitnahan dari para penista agama dan penista Ulama itu hanya akan meningkatkan kharisma dan popularitas beliau, membuat umat Islam makin bersatu dan makin tinggi semangat (ghirah) perjuangannya. Sebaliknya, hujatan dan fitnahan itu justeru akan membuat para pelakunya makin terhina.
Berkaitan dengan ilmu dan luasnya wawasan beliau, sudah banyak kesaksian dari sahabat beliau selama belajar di Universitas al Azhar Mesir. Tokoh muda dari Jombang al Hafidz KH Dr. Muhammad Afifuddin Dimyathi, Lc MA teman UAS di Tanta Mesir sejak tahun 1998 menyaksikan sosok UAS yang ramah, low profile dan ilmunya yang dalam. ”Hampir semua mahasiswa Tanta mengenalnya sebagai mahasiswa yang alim dan tawadlu’, apalagi ditambah guyonannya yang sulit ditebak itu (baca: khas)” demikian penuturan al Hafidz KH Dr. Muhammad Afifuddin Dimyathi, Lc MA yang beredar viral 23 November 2017.
Ketika aktivis PDIP Zuhairi Misrawi merendahkan keilmuan UAS lewat beranda Fb nya, hanya karena Zuhairi merasa lebih senior di al Azhar, muncullah Ustadz Dr. Miftah el Banjary, MA membela UAS. ”Saya sangat mengagumi keluasan ilmu beliau (Ustadz Abdul Somad), cukup saya saja yang beradu debat ilmu pengetahuan dengan Saudara Zuhairi Misrawi” tegas Dr. Miftah el Banjary.
Ustadz Abdul Somad, Ulama Pejuang yang Tawadlu’
Saya mengenal UAS sejak tahun 2008, sepulang beliau dari Maroko. Kami sama-sama pengurus MUI Provinsi Riau. Ketika itu UAS dapat amanah di Komisi Pengkajian, saya dapat amanah di Komisi Ukhuwah dan Hubungan Luar Negeri. Beberapa kali mengikuti kegiatan dan rapat bersama di Kantor MUI, beliau lebih banyak diam. Sikap tawdlu’ nya nampak sekali. Namun, begitu diberi kesempatan bicara, baru kelihatan hebatnya UAS. Ilmu yang mendalam serta wawasannya yang luas. Beberapa kali saya sowan ke rumah beliau di Jalan Suka Karya, Panam, Pekanbaru. Beliau sambut kami dengan sangat ramah dan tentu beliau terus motivasi kami dalam perjuangan dakwah.
Yang sangat menyakitkan adalah tudingan dari Rina Nose yang dimuat di detikwarta (Senin, 20 November 2017) “Ditegur Ust Abdul Somad, Rina Nose: Hidup Cuman Modal Amplop Gak Usah Sombong!!” dan Ade Armando pun mengunggahnya di akun dia tanggal 23 Nov pukul 14.31. Mengapa menyakitkan bagi saya yang kenal Ustadz Abdul Somad? Demi Alloh saya bersaksi bahwa UAS bukanlah tipe muballigh amplop. Beliau adalah ulama pejuang yang ikhlas. Seandainya beliau muballigh amplop, mengapa undangan Jokowi, undangan menteri, Mabes Polri dll beliau tolak? Beliau lebih memilih menunaikan janji beliau dengan umat di berbagai pelosok Nusantara yang telah rindu sosok Ulama yang mukhlis ini.
Puluhan kali kami minta beliau mengisi acara seminar, diskusi publik, bedah buku, tabligh akbar hingga muktamar dan kajian dalam rangka gerakan sholat subuh berjamaah. Satu sen pun panitia tidak ada memberi amplop. Tidak ada honor. Beliau pun sepertinya maklum memang gerakan dakwah mengandalkan dana dari ummat. Sekali tempo, seorang teman panitia menyampaikan amplop pada beliau. Beliau tolak dengan halus. Padahal honor bagi penceramah adalah halalan thoyiban dan sah. Bukan seperti korupsi. Bukan seperti honor hasil menyanyi!
Hal ini terpaksa saya sampaikan ke publik, agar masyarakat tahu bahwa masih ada ulama pejuang yang ikhlas. Jangan sekali-sekali mengukur ulama seperti Ustadz Abdul Somad dengan uang. Selama ini teman-teman dari beberapa daerah di luar Riau acapkali bertanya, “Berapa kalau mau undang Ustadz Abdul Somad?” mohon maaf kalau saya tidak pernah mau menjawabnya. Dan sekarang saya cerita untuk membantah fitnah dari seorang artis yang baru melepas kerudungnya itu.
Di saat popularitas beliau yang meroket, beliau sama sekali tidak memanfaatkannya untuk kepentingan duniawi. Saat tabligh akbar di Masjid Jamaalul Jamiil pekan lalu, UAS bercerita bahwa sekalipun beliau tidak pernah membuat proposal permintaan bantuan dana. Sangat jauh berbeda dengan kalangan yang kesana-kemari bawa proposal.
Disamping karena keilmuan dan retorikanya yang bagus, mungkin karena keikhlasan beliau dalam berdakwah, Alloh SWT menggerakan umat Islam untuk menghadiri berbagai kajian yang beliau isi. Umat Islam selalu berbondong-bondong menghadiri kajian yang diisi UAS. Kajian tematik yang diambil dari hadits Nabi SAW sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 diadakan di Masjid Akromunnas Kampus Universitas Riau Gobah. Masjid Akromunnas pun tak sanggup menampung banyaknya jamaah, maka pada tahun 2013 kajian UAS dipindah ke Masjid al Falah Daul Muttaqin Jl Sumatera Pekanbaru. Masjid al Falah pun tak sanggup menampung ribuan jamaah, akhirnya pada tahun 2015 hingga tahun 2017 kajian Sabtu pagi tersebut pindah ke Masjid Raya Annur. Masjid Raya an-Nur Pekanbaru pun sepertinya tak sanggup menampung jamaah yang membludak. Apalagi ketika UAS duet dengan Ustadz Azhar Idrus dan kemudian duet dengan Ust Felix Siauw, ribuan jamaah membludak hingga ke halaman masjid Raya Annur Pekanbaru. Kini publik Indonesia dan Malaysia tentu bisa menyaksikan sendiri, bagaimana umat selalu antusias menghadiri kajian UAS di berbagai pelosok daerah di Nusantara. Semua yang menggerakkan adalah Alloh Swt. Oleh karenanya, jangan menfitnah ulama pejuang yang mukhlis. Bukan hanya umat yang marah. Bisa jadi Allah swt yang akan marah.
UAS juga sorang da’i yang sederhana, tawadlu’ dan disiplin. Beliau selalu tepat waktu sesuai janji. Kecuali ada halangan syar’i. Beliau tidak hanya dakwah di Kota. Di tengah hutan belantara Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, beliau beberapa kali dakwah ditengah masyarakat suku Talang Mamak. Rimbawan dan PNS Kehutanan Riau pun banyak yang belum sampai kesana. Tapi guru kita ini sudah menelusuri Sungai Batang Gangsal, berjalan di tengah rimba belantara, bersama anak-anak suku Talang Mamak.
Suatu hari, ketika saya berkunjung ke Ponpes al Abqory Banten, ada seorang santri yang berteriak memanggil saya, “ Ustadz dari Riau?” tanya santri itu yang kemudian mengenalkan dirinya dengan nama Hamzah. “iya!” jawab saya. ”Saya dari kepulaauan Meranti, saya muallaf, saya di-Islamkan oleh Ustadz Abdul Somad, salam ke beliau ustadz ya. Kami ke sini juga dilepas oleh Ustadz Abdul Somad. Banyak juga yang dikirim ke pesantren-pesantren lainnya” kata Hamzah, santri kelas 1 MTs PP al Abqory Serang Banten. Tak terasa meleleh air mata saya, kemudian Hamzahpun saya peluk. Dalam hati, “Subhanalloh luar biasa jasa ustadz Abdul Somad”.
Masih banyak kesan indah kami bersama guru kami tercinta Ustadz Abdul Somad, tapi belum saatnya diceritakan semuanya. Memang bagaimanapun beliau adalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf. Namun beliau adalah manusia langka di era kapitalisme sekuler sekarang. Menurut saya, beliau adalah salah satu anugerah Allah SWT untuk mewujudkan persatuan dan kebangkitan umat. Saat ini kami hanya berharap sebagian umat Islam yang belum mengenal beliau, kemudian ikut-ikutan menaci-maki beliau di Sosmed, segeralah berhenti dan bertaubat. Namun kalau tetap juga mencaci dan menfitnah, benarlah apa yang dikatakan Ustadz felix Siauw, “Pesek yang Menjelaskan”. Makin terang benderang konstelasi saat ini, makin jelas mana kawan mana lawan. Mana barisan orang-orang beriman dan mana barisan kaum kuffar dan munafik. Wallohu a’lam.
(Muhammadun P Azzam, Ketua Komisi Ukhuwah MUI Prov. Riau-
Pekanbaru, Jumat, 5 Rabiul Awal 1439 H/ 24 November 2017)