Mashhad merupakan kota yang dianggap suci oleh 250 juta Muslim Syiah dari seluruh dunia. Setiap tahun Muslim Syiah berbondong-bondong untuk mendatangi kota ini untuk ziarah dan berdoa di sana. Dari kota terbesar ketiga di Iran setelah Teheran dan Qom inilah aksi unjuk rasa besar-besaran dimulai. Unjuk rasa pun menyebar dan pecah di sejumlah kota di Iran sejak dua hari terakhir. Mereka (para massa) turun ke jalan meneriakkan slogan anti-pemerintah dan menentang ulama tertinggi Iran, yakini Syeikh Ali Khamenei. Di Kota Qom demonstran meneriakan “Mati Hizbullah”. Dikatahui bahwa sebanyak tiga demonstran dilaporkan tewas, ratusan lainnya luka-luka, dan puluhan ditangkap aparat. Selain itu, ada juga yang berteriak, “Syaid Ali Khamenei Malulah Anda, Lepaskan Negeri Kami.” Ungkapan “Not Gaza. Not Lebanon. I Give My Life for Iran” mengemuka selama demonstrasi berlangsung.
Berdasarkan laporan dari Peoples Mojahedin Organization of Iran (PMOI/MEK), menyatakan demonstrasi pecah di belasan kota pada hari Jumat (29/12). Beberapa kota diantaranya Qom, Ahvaz, Isfahan, Zahedan, Qazvin, Kermanshah, Quchan, Sari, Qaemshahr, Rasht, Hamedan, dan Sabzevar. Beberapa pihak menganggap bahwa peristiwa ini merupakan awal dari revolusi Islam Iran jilid kedua.
Sebelumnya Iran pernah mengalami revolusi Islam, yakini perubahan dari rezim sekuler ke Islam, yakini yang terjadi pada tahun 1979. Meski diketahui bahwa puncaknya terjadi pada caturwulan pertama tahun 1979, tetapi asal usulnya sudah berakar jauh sebelumnya itu. Dampaknya masih dirasakan bertahun-tahun sesudahnya. Revolusi itu berawal mula pada kejadian-kejadian di tahun 1953-an. Ketika itu PM terpilih Mohammad Mossadegh, yang menasionalisasi sumber minyak Iran, digulingkan oleh CIA dan digantikan oleh militer yang memungkinkan kepulangan Shah Mohammad Reza Pahlevi yang melarikan diri ke Roma. Konfrontasi antara Shah dan pihak oposisi seketika meruncing, ketika kelompok republik, kelompok kiri dan kemudian kelompok muslim bangkit.
Dengan bantuan dinas intelijen, Shah memburon dan menindas kelompok oposisi. Namun begitu sebagai dampak dari penanganan kudeta, Shah Iran sekaligus semakin tergantung pada Amerika. Angkatan perangnya kemudian dilengkapi dengan senjata-senjata paling modern dari Paman Sam. Atas keinginan Amerika pulalah pada tahun 60-an, Shah Iran melaksanakan Revolusi Putih, guna memupus kesenjangan sosial di negara itu. Revolusi itu di mana Shah memberlakukan reformasi pertanahan, yang memukul para bangsawan Iran. Juga dilaksanakan program pendidikan dan meluaskan hak bagi perempuan. Tetapi mungkin itu sudah terlambat, sebab kritik terhadap Shah semakin lantang. Lawan-lawan politiknya ditahan, dihukum mati atau diusir ke luar negeri. Salah satunya di antaranya adalah Ayatollah Khomeini yang menentang Revolusi Putih’dan menuduh Shah melanggar UU Islam.
Karena ulahnya itu, di tahun 1964 Khomeini dikucilkan ke Turki dan kemudian dia pindah ke Irak. Akhirnya pada tahun 1978, ia diijinkan menetap di Paris. Di Iran sendiri berbagai kelompok politik dan agama beraksi menentang Shah dan mendukung imbauan-imbauan Khomeini lewat rekaman kaset yang diselundupkan ke Iran. Akantetapi pada awal tahun 1978, rezim seputar Shah Iran bereaksi terhadap serangan-serangan Khomeini dan menyebutnya sebagai mata-mata dan haus karir.
Sesudahnya muncul berbagai demonstrasi protes dan bentrokan kekerasan dengan pihak oposisi, terutama dengan para pendukung Khomeini. Dalam bulan-bulan berikutnya jatuh ratusan korban tewas. A.l. dalam peristiwa pembakaran terhadap sebuah bioskop di Abadan bulan Agustus 1978. Ketika itu 477 orang tewas. Demonstrasi dan protes terus merebak ke seluruh negeri. Awal September di banyak kota diberlakukan hukum perang dan di Teheran terjadi pertumpahan darah di kalangan demonstran setelah pihak militer melepaskan tembakan. Posisi Shah Iran semakin buruk, apalagi AS rupanya tidak peduli lagi dengan bekas sekutunya itu. Sebab kali ini Washington tidak memberikan bantuan seperti tahun 1953. Bulan November 1978 militer mengambil-alih kekuasaan. Shah Iran sekali lagi berupaya menyelamatkan keadaan pada bulan Januari 1979, dengan mengangkat Shahpur Bakhtiar sebagai PM. Beberapa hari kemudian Shah meninggalkan Iran. Rupanya untuk selamanya. Tanggal 5 Februari Bakhtiar mundur dan melarikan diri. Dua tahun kemudian dia dibunuh di Paris. Sesudahnya, Revolusi Islam merebak. Singkat cerita akhirnya negara itu berubah menjadi republik Islam sperti saat ini.
Mirip dengan Revolusi 1978
Saat ini, tensi di sana juga mirip dengan apa yang terjadi di tahun 1979. Protes politik secara terbuka tak jarang terjadi di Iran, yang disebabkan oleh ketidakpuasan atas tingginya tingkat pengangguran, inflasi, dan dugaan korupsi. Beberapa unjuk rasa telah membawa isu-isu politik termasuk keterlibatan Iran dalam konflik regional seperti konflik di Suriah, Irak, dan Palestina. Ada beberapa faktor yang mendorong hal tersebut, sperti kaktor ekonomi, pangkal persoalan aksi ini adalah ekonomi. Mirip dengan awal-awal Arab Spring yang menghempas Tunisia di mana tingkat kemiskinan tinggi, pengangguran banyak, dan kesenjangan menganga. Sementara harga kebutuhan pokok begitu tinggi dan biaya hidup semakin tak terjangkau kaum miskin. Fenomena ini pun terjadi di Iran saat ini ketika sebagian rakyat susah secara ekonomi sementara negara begitu sibuk mengurusi urusan eksternal. Secara umum, perekonomian Iran sebetulnya membaik setelah sanksi dicabut menyusul kesepakatan nuklir Iran. Iran harus mengurangi pengayaan uraniumnya namun diperbolehkan menjual minyaknya ke pasar global. Iran juga boleh menaikkan produksi minyak, membeli pesawat angkut penumpang senilai miliaran dolar AS, serta melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan dengan negara-negara lain. Ekonomi sempat terangkat dengan pertumbuhan di atas 10 persen. Seiring waktu berjalan, bom ekonomi Iran tertahan di sepanjang 2017 ini. Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut pertumbuhan ekonomi Iran tidak lebih dari 4 persen pada tahun ini. Yang terjadi kemudian, tingkat pengangguran tetap tinggi mencapai 12,5 persen. Angka ini melampuai batas lazim rata-rata yang diakui dunia sekitar 5-6 persen. Ini berarti pengangguran naik 1,4 persen yang menyebabkan sekitar 3,2 juta warga Iran menganggur. Presiden Iran Hassan Rouhani berjanji akan membuka lapangan kerja baru bagi 850 ribu angkatan kerja pada 2018. Inflasi versi pemerintah naik mendekati 10 persen. Harga makanan pokok dan telor naik 40 persen. Kekurangan beberapa makanan juga berkontribusi pada kenaikan harga dan kesulitan bagi banyak keluarga. Pada 10 Desember Presiden Rouhani menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara yang dinilai tidak memberikan solusi ekonomi. Kebijakan ekonomi Rouhani malah menyebabkan biaya hidup menjadi lebih mahal sementara dana untuk diberikan kepada organisasi keagamaan di luar Iran begitu tinggi.
Faktor eksternal, Pengunjuk rasa juga memprotes kebijakan Pemerintah Iran yang begitu getol terlibat aktif dalam konflik-konflik di kawasan, menggelontorkan duit ratusan juta dolar untuk lembaga-lembaga sosial keagamaan di luar Iran, dan begitu asyik mempersenjatai pemberontak di beberapa negara. Tak heran jika slogan “Not Gaza, Not Lebanon, I Give My Life for Iran” terus diulang-ulang para demonstran. Mereka marah atas royalnya Iran kepada pemberontak Houthi di Yaman, sementara rakyat semakin susah hidupnya. Iran bersama Rusia secara langsung dan tidak langsung terlibat perang proksi dengan Arab Saudi-AS di Suriah, Lebanon, Yaman, hingga Gaza. Krisis politik di Lebanon tak lepas dari perang Iran dan Saudi sampai muncul drama pengunduran PM Lebanon Saad al-Hariri. Tapi kemudian Hariri menganulir pengunduran dirinya itu. Presiden AS Donald Trump ikut memberikan komentar atas apa yang terjadi di Iran. Dalam cuitannya pada Jumat (29/12) malam, Trump mendukung demonstrasi warga Iran di seluruh pelosok negeri. [MIS]