Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
“Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Begitulah pengertian korupsi menurut undang-undang kita, sedangkan yang dimaksud dengan koruptor ialah mereka yang dengan sengaja melakukan tindakan korupsi.
Salah satu permasalahan terbesar yang banyak dialami oleh negara-negara dunia ketiaga adalah korupsi. Tindakan ini seakan menjadi kanker yang terus menerus menggrogoti eksistensi dari suatu negara. Hal demikanpun dialami oleh negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara ini sudah sejak lama terjangkit penyakit yang sangat mematikan ini. Apalagi saat negara ini dipimpin oleh rezim Soeharto. Saat itu, tindakan-tindakan korupsi maupun yang sejenis dengannya begitu mewabah. Hal tersebut selain disebabkan oleh kondisi internal yang mendukung, juga dikarenakan dukungan dari luar, yakini institusi dan negara-negara Barat.
Kala itu, Soeharto dianggap sebagai harapan baru bagi Barat setelah Presiden Soekarno berhasil dilengserkan dari tampuk kekuasaannya, mengingat Soekarno bersikap sangat keras terhadap Barat. Berbeda dengan pendahulunya (Soekarno), Soeharto lebih mendekat kepada Barat, maka sejak ia berhasil berkuasa di panggung perpolitikan Indonesia, saat itu juga ia mulai meliberalisasikan perekonomian Indonesia atas dalih pembangunan nasional dengan cara menggadaikan pelabagai Sumber Daya Alam (SDM) yang di miliki oleh negeri ini.
Terbitnya undang-ndang tentang penanaman modal asing adalah bentuk pengejawantaan dari hal tersebut. Maka sejak saat itu, Soeharto begitu dicintai oleh para korporat dan Barat. Saat itu, namanya digambarkan oleh Barat semerbak-mewangi bagaiakan bunga melati. Ia berkuasa cukup lama dan rezimnya berhasil membentuk tata kelola negara yang korup, andaikan negeri ini tindak memiliki SDA yang banyak sudah dipastikan nasib negeri ini tak akan jauh beda dengan Korea Utara atau Zimbabwe atau bahkan lebih parah.
Pada saat Indonesia berada di masa kepemimpinan Soeharto, negeri ini juga banyak berhutang terhadap institusi-institusi Internasional maupun negara-negara pendonor. Maka tak heran, saat lengsernya rezim ini, ia mewrisi begitu banyak hutang untuk negeri ini. Padahal kita tahu bahwa banyak dari hutang-hutang tersebut yang dikorupsi, artinya hutang-hutang itu tidak diperuntukan sebagaimana mestinya, yakini untuk membangun negeri. Hanya sebagian dari hutang saja yang diglontorkan untuk proyek pembangunan. Hal ini diamini oleh Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan, utang luar negeri Indonesia sebesar itu (red: ribuan triliun rupiah), sayangnya sejak tahun 1998/1999 atau zaman Orde Baru sudah dikorupsi 30%. Hal ini juga diakui oleh Bank Dunia, dimana pada 1998-1999, sebanyak 30% utang luar negeri Indonesia dikorupsi, itu sejak zaman Orde Baru (Detik.com, 4/11/2012).
Dani juga mengungkapakan bahwa hingga sampai saat ini, praktik mengkorupsi utang luar negeri Indonesia masih sering terjadi khususnya utang luar negeri dalam bentuk program. Seperti diketahui bahwa berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah Indonesia hingga September 2012 mencapai Rp 1.975,62 triliun. Dibanding akhir 2011, jumlah utang ini naik Rp 166,67 triliun. Secara rasio terhadap PDB, utang pemerintah Indonesia berada di level 27,3% pada September 2012 (Detik.com, 4/11/2012). Dan sekarang (per Agustus 2017), utang Indonesia sudah mencapai angka Rp3.825 triliun. Angka yang sangat besar bagi bangsa yang sebagai besar penduduknya miskin.
Sri Mulyani mengatakan bahwa setiap kepala orang Indonesia menanggung utang sebesar Rp. 13 juta (Detik.com, 17 April 2017). Artinya untuk bisa melunasi semua utang-uatang tersebut, seluruh warga negera Indonesia harus membayar Rp. 13 juta. Hal ini tentu sangat mustahil untuk bisa terjadi. Maka benar saja, hutang ini merupakan jebakan bagi negara-negara dunia ketiaga supaya terus ketergantungan dengan utang. Pada saatnya, karena utang semakin tinggi dan sistem gali lubang tutup lubang terus menerus dilakukan, sedangkan di sisi lain pembangunan yang diharapkan dari utang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat yang nantinya bisa berimplikasi pada pemasukan bagi negara yang ikut meningkat tidak bisa terealisasikan dikarenakan dana dari utang itu banyak yang dikorupsi, maka negeri ini tinggal menunggu waktu untuk hancur.
Maka sesungguhnya merekalah yang menghancurkan negeri ini. Mereka berhutang kepada lembaga-lembaga donor internasional dengan tanpa memikirkan pelunasannya. Mereka pula lah yang menggrogoti dana utang itu demi kepentingan pribadi hingga akhirnya proyek yang seharusnya bisa dijalankan maksimal dari utang namun harus gagal atau tidak maksimal dikarenakan dananya terus dikorupsi. Efeknya tentu saja proyek yang seharusnya bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat namun karena tidak berjalan secara semestinnya maka, ekonomi masyarakat tidak ada perubahan atau justru malah lebih hancur. Sedangkan di sisi lain, utang negara akan semakin meningkat. Hingga akhir dari ini semua sudah terbaca oleh mereka yang memiliki akal sehat, yakini kehancuran sebuah bangsa.
Maka sesungguhnya, para koruptor inilah yang sebenarnya telah menghancurkan bangsa inu. Merekalah sejatinya perongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Tanpa di sadari bahwa selama ini kita telah diperdaya dengan slogan-slogan yang mewah, padahal kita sudah tahu arah dan tujuan dari bangsa ini, yakini kehancuran.
Hal tersebut bisa dihindari, asalkan kita basmi semua koruptor di negeri ini. Namun nampaknya ahal ini begitu utopis, mengapa demikian? Dari level terendah pemerintahan saja sudah terlihat bahwa korupsi sudah merajalela apalagi di tingkat atas. Maka tak heran jika akan sangat sulit untuk membasmi korupsi di negeri ini. Sedangkan kita tahu bahwa hal seperti inilah yang nantinya menghancurkan negeri kita ini.
Ditangkapnya Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan bahwa masih banyak orang-orang seperti Setya Novanto di negeri ini. Logikanya tidak mungkin seseorang bekerja atau melakukan tindakan korupsi itu sendirian, apalagi jumlah uang negara yang raib mencapai triliunan rupiah. Pastinya tentu saja mereka berkerja secara bersama-sama. Namun biasanya, kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi di negeri ini, pada akhirnya akan lenyap seiring dengan lenyapanya pemberitaan di media. Mereka (para koruptor) akan dengan bebas menikmati uang hasil korupsinya tanpa takut peradilan akan menyeretnya. Sedangkan bagi bangsa Indonesia, mereka akan terus hidup dalam kesengsaraan selama kanker dalam negaranya tidak dihilangkan.
Maka dari itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus sadari bahwa inilah sesungguhnya perongrong bangsa, inilah sejatinya yang menghancurkan NKRI. Maka di sini sudah jelas bahwa korpotorlah perongrong perusak bangsa ini. Oleh karena itu, patutnya kiranya kita sebagai bangsa Indonesia harus terus melawan kanker-kanker di negara ini, bukan malah menuduh sesama saudara sebagai perangrong bangsa, sedangkan kepada perangrong bangsa yang sesungguhnya kita malah lembek dan melunak. [Muhammad Iskandar Syah penulis di blog http://grenthink.blogspot.com ]