Aksi 212 merupakan momentum kebangkitan dan persatuan umat Islam di Indonesia. Kala itu sebagian besar umat Islam di negeri ini tergerak hatinya karena melihat tingkah Gubernur Jakarta kala itu, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok telah melecehkan agama Islam lewat ucapannya. Ahok saat tengah berada di kepuluan seribu menyapa warganya menyatakan bahwa jangan mau dibodoh-bodohi al Maidah ayat 51. Hal ini tentu saja direspon oleh umat Islam dengan tuntutan supaya Ahok diadili dengan di persidangan supaya bisa dijebloskan ke penjara. Umat Islam di seluruh Indonesia merasa geram terhadap Ahok atas perkataannya tersebut, oleh karena itu mereka dalam kerangka identitas keisalmannya bersatu dalam sebuah Aksi yang tidak ada tandingannya dalam sejarah bangsa ini yang dikenal sebagai Aksi 212 disebabkan karena aksi tersebut terjadi pada tanggal 2 Desember tahun kemarin.
Karena melihat momentum persatuan tersebut, meskipun tujuan dari Aksi 212 telah tercapai, yakini memenjarakan Ahok, namun beberapa pihak yang menginginkan persatuan umat di negeri ini terus terjaga maka dibuatlah acara Reuni Aksi 212 pada 2 Desember lalu. Aksi ini menuai perdebatan di media sosial. Ada beberapa orang yang menganggap bahwa aksi tersebut merupakan sarat akan muatan politik, ada juga yang mengatakan itu murni persatuan umat Islam. Beberapa pihak yang lain lebih memilih mengkritisi prihal jumlah peserta, ada yang menganggap bahwa peserta dalam aksi tersebut mencapai angka 7,5 juta dan pihak yang tidak sepakat dengan klaim tersebut mengangggap jumlahnya hanya puluhan ribu saja.
Pihak-pihak yang mengkritisi aksi tersebut tidak kalah banyak dengan yang mendukung. Hal ini terlihat dari panasnya perdebatan terkait bermuatan politik atau tidak dan jumlahnya. Pertama tama kita harus menjawab perdebatan mengenai motif dari aksi tersebut. Sebelumnya kita harus berangakan dari konsepsi apa itu politik? Karena hal ini penting untuk dijawab supaya bisa mengetahui gerakan tersebut gerakan politik atau bukan. Ibaratnya kita hendak menuduh orang sebagai pencuru tapi kita tidak tau apa itu pencuri, hingga akhirnya dia menafsirkan seenak jidat siapa yang berhak ia sebut sebagai pencuri. Maka di sinilah pentingnya sebuah konsepsi.
Maka izinkan saya untuk mengutip beberapa definisi politik oleh parah ahli di dalam tulisan ini. Meriam Budiardjo sebagai intelektual politik kenamaan di negeri ini mendefinisiakan politik sebagai macam-macam kegiatan dalam studi sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu yaitu tujuan yang menyangkut dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi (private goals). Aristoteles dan Plato mendefinisikan politik ialah suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity)yang terbaik di dalam politik, manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat hidup dengan rasa kemasyarakatan yang akrab dan hidup dalam suasana moralitas. Lian dengan Max Weber, menurutnya politik adalah adalah sarana perjuangan untuk sama-sama melaksanakan politik atau perjuangan untuk mempengaruhi pendistribusia kekuasaan baik di antara Negara-negara maupun diantara hukum dalam suatu Negara. Sedangkan menurut Andrew Heywood,
politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama. Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Dan masih banyak lagi definisi menegnai politik lainnya.
Perdebatan yang Seharusnya
Meskipun masing-masing ahli berbeda dalam mendefinisakan politik, namun mereka sepakat bahwa inti dari politik itu adalah pengaruh dan kekuasaan. Di sinilah titik temu anatar berbagai definisi politik oleh para ahli tersebut. Maka pada dasarnya konsep politik adalah segala aktivitas yang mengarah kepada perebutan pengaruh dan tentu saja kekuasaan. Lalu jika apakah dalam Aksi 212 tersebut sesuai dengan konsepsi politik tersebut? Tentu saja Aksi 212 kalau penulis tafisrkan merupakan sebuah gerakan dari umat Islam yang berusaha menekan rezim supaya mereka peduli akan Islam, tidak lagi memarjinalkan dakwah Islam. Hal ini muncul dikarenakan rekam jejak rezim saat ini yang kerap kali menyudutkan umat Islam. Mulai dari terorisme, UU Ormas, radikal, dan lain sebgaiannya yang tentunya menyakiti hati umat Islam. Nah Reuni Aksi 212 tersebut merupakan manifestasi dari keresahan umat Islam di negeri ini yang menganggapa bahwa rezim seakan meminggirkan Islam. Maka muncul aksi reuni tersebut tentu saja politis, yakini sebagai kelompok penekan.
Karena seperti yang dikatakan oleh Mahfud MD dalam acara Indonesia lawyer Club (ILC) beberapa hari yang lalu bahwa setiap aksi atau aktivitas yang dilakukan oleh massa dengan jumlah yang banyak tentu saja politik. Dan perlu diingat pula bahwa kubu yang menuding bahwa Reuni Aksi 212 sebagai aktivitas politik pun kerap kalai melakukan tindakan politik, lalu apa salah jika umat Islam berpolitik? Seharusnya umat Islam jangan terbawah oleh perdebatan mereka tentang politik atau tidak aksi tersebut, seharusnya kita balik memang kenapa kalau politis? Selama ini umat Islam dijauhkan dari politik dan hal ini tentu saja warisan dari penjajah yang tidak suka umat Islam utuk berpolitik. Efeknya tatkala umat Islam jauh dari politik pemerintah akan dengan sewenang-weanang terhadap umat Islam. Politik yang penulis maksud dalam tulisan ini bukan hanya politik parktis melainkan juga politik menurut konsepsi di atas.
Selanjutnya mari kita beranjak pada perdebatan mengenai jumlah, beberapa pihak mengkalaim bahwa jumlah dalam Reuni Aksi 212 tersebut berjumalah jutaan, sedangkan pihak lain yang tidak percaya mengkalaim bahwa jumlahnya hanya puluhan ribu saja. Pihak yang mengkalaim bahwa aksi tersebut hanya berjumlah puluhan ribu orang menganggap klaim jutaan peserta hanya merupakan propaganda belaka untuk memperlihatkan bahwa mereka yang ada dalam aksi tersebust berjumalah besar. Lalu sebenarnya berapa jumlah sesungguhnya dalam aksi tersebut? Bagi penulis, hal ini juga merupakan perdebatan yang salah yang berusaha digulirkan oleh pihak yang tidak sepakat dengan Reuni Aksi 212. Seharusnya bukan berapa jumlah peserta aksi tersebut, melainkan bisa atau tidak Reuni Aksi 212 tersebut ditandingi oleh pihak yang menentang? Di sinilah harusnya perdebatan didudukan. Karena walaupaun Reuni Aksi 212 tersebut berjumlah puluhan atau jutaan jika pihak yang menentang tidak bisa membuat tandingan tentu saja mereka sebenarnya yang kalah secara politik. Mengapa demikian? berarti mereka tidak punya pengaruh yang besar di dalam masyarakat Indonesia. Karena Aksi 212, baik yang reuni maupun sesungguhnya pada tahun 2016 lalu merupakan aksi yang belum ada yang bisa menanding, maka tentu saja secara politis kelompok inilah yang menang dan pihak yang nyinyr terhadap aksi tersebut tidak lebih dari para “kecebong” belaka yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh di dunia nyata.
Maka dari itu sudah saatnya kita sebagai umat Islam untuk berpolitik, karena politik bukan melulu kita harus terjud dalam ranah pemerintahan meliankan berbagai hal yang mengajarkan kebenaran dan menyeberkan dakwah Islamiyah. Takbiirrr…!!! [MIS]