Setelah Amerika Serikat melalui Presiden Donald Trump mengeluarkan ultimatum atas negara-negara yang kemudian melawan keputusan AS atas resolusinya di Dewan Keamanan PBB. Yang kemudian ia mengancam untuk tidak mengeluarkan dana atau menghentikan dana atas negara-negara yang kemudian menolak dan melawan AS pada sidang di majelis umum PBB. Sehingga AS dapat menghemat banyak pengeluarannya. Sebagaimana berita-berita yang dilansir beberapa media nasional. Resolusi ini dianggap AS sebagai sebuah solusi terbaik bagi pendamaian konflik di Timur Tengah. Namun ancaman Trump tidak berpengaruh pada beberapa negara-negara di PBB. Setelah sebelumnya ancaman tersebut ditanggapi oleh beberapa negara.
sebagaimana kemudian disambut ancaman Trump tersebut oleh Wakil Perdana Menteri Turki, yaitu Bekir Bozdağ, ia mengecam atas ancaman yang dinyatakan oleh Donald Trump atas negara-negara yang kelak akan menolak resolusi AS pada sidang darurat Majelis Umum PBB yang digelar pada Kamis, 21 Desember 2017 waktu Amerika Serikat. Menyikapi hal itu sidang darurat Majelis Umum PBB, yang mana Trump memperingatkan akan memutuskan kucuran bantuan “miliaran” dolar AS atas negara-negara mana saja yang akan mendukung rancangan resolusi yang berkaitan penolakan atas pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel atau dapat dikatakan sebagai melawan AS.
Trump pun telah menyatakan pula “bahwa mereka (negara-negara yang dibantu AS) telah mendapat ratusan juta dolar dan bahkan miliaran dolar, lalu kemudian mereka memberikan suara yang melawan kita. Baiklah, mari kita saksikan pemungutan suara itu. Biarkan mereka memilih untuk melawan kita,” pada Rabu waktu Washington. Presiden ke-45 AS itu pun menambahkan, bahwasannya “Kita akan banyak berhemat. Kami tidak peduli. Tapi ini tidak akan seperti dulu lagi di mana mereka memilih melawan dan kemudian kita memberi mereka ratusan juta dolar.
Kita tidak lagi bisa dimanfaatkan.” Sementara itu, menyikapi atas ancaman dari Trump, Bozdağ menulis pada akun Twitternya, ia mengetwit “Ancaman Presiden Trump terhadap negara-negara yang menentang kebijakan AS atas Yerusalem tidak dapat diterima. AS harus tahu bahwa mereka tidak dapat memaksa negara berdaulat dengan tekanan dan ancaman. Voting besok adalah kesempatan untuk menunjukkan hal ini.” Bozdağ juga menegaskan bahwa kemudian tidak satu pun negara berdaulat dan independen yang akan menyerah pada ancaman dan tekanan dari Trump. Demikian sebagaimana seperti dikutip dari media Turki, yenisafak pada Kamis 21 Desember 2017.
“Turki kemudian akan tetap mempertahankan pendirian dan sikap yang benar dan sekali lagi akan tetap menegaskan perlindungan terhadap kepentingan Palestina dan atas status Yerusalem melalui pemungutan suara yang akan segera dilakukan. Turki pun tidak akan mengubah keputusan berdasarkan dari ancaman atau tekanan,” tulis Bozdağ. Dan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menyebutkan atas ancaman Trump menunjukkan bahwa AS telah melakukan intimidasi.
Sikap yang sama pun disampaikan Arab Saudi, mereka menegaskan akan terus berkomitmen untuk memberikan dukungan pada Palestina terkait status Yerusalem. Hal itu pun telah disampaikan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud saat bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas. “Arab Saudi akan terus mendukung hak-hak sah rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” kata Raja Salman seperti diktuip Fox News, Kamis 21 Desember.
Pertemuan kedua kepala negara itu pun dilakukan menyusul atas pengakuan sepihak Amerika Serikat (AS) yang kemudian menetapkan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pertemuan yang diadakan di Riyadh tersebut telah dihadiri oleh sejumlah pangeran senior dan pejabat Palestina. Perbincangan yang dilakukan oleh Arab Saudi dan Palestina juga mengingat dengan veto AS dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait status Yerusalem. Sebanyak 14 anggota Dewan Keamanan PBB telah menyatakan dukungan resolusi yang diajukan oleh Mesir. Mereka mengkau menyesal atas veto yang dijatuhkan AS. Majelis Umum PBB yang beranggotakan atas 193 negara kemudian akan mengadakan sidang darurat untuk membahas krisis Yerusalem. Pertemuan ini dilakukan atas kemudian permintaan negara-negara Arab dan Muslim setelah Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini menegaskan posisi kedua negara tersebut yaitu Turki dan Arab Saudi yang kemudian akan menolak resolusi AS atas Yarusalem sebagai ibu kota Israel. Sehingga kedua negara tersebut pastinya akan menolak AS pada sidang Majelis Umum PBB. Dan sidang tersebut telah berlangsung kemarin Kamis, 21 Desember 2017, dan hasil dari sidang tersebut jelas telah banyak negara-negara yang menolak AS dan diluar perkiraan karena ancaman yang dilakukan AS, tidak terlalu memberikan efek kepada negara-negara di PBB. Beberapa sidang darurat majelis umum PBB telah menghasilkan beberapa keputusan dari anggota-anggota di PBB atas status Yarusalem.
Dan hasil akhir dari sidang tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya menolak keputusan Amerika Serikat yang telah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Terjadi Saat voting, beberapa negara tetap memberikan mosi menolak pernyataan AS terkait Yerusalem meskipun telah diancam oleh Presiden Donald Trump melalui gedung putih pada saat lalu sebelum sidang dilakukan di majelis umum PBB. Sebagaimana pula Dilansir oleh AFP pada Jumat (22 Desember 2017), bahwa dari 193 anggota dari Majelis umum PBB, ada 123 memilih mosi menolak pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, ada 9 negara yang menolak mosi tersebut, sementara itu sebanyak 35 negara memilih abstain. Utusan Palestina, Riyad Mansour juga menyatakan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai “kemunduran besar-besaran” untuk Amerika Serikat.
Adapun negara yang kemudian ikut bergabung bersama AS menentang mosi menolak pengakuan AS terhadap Yerusalem adalah Israel, Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Togo dan Palau. Kemudian beberapa di antara negara-negara yang abstain adalah Australia, Argentina, Kanada, Kroasia, Republik Ceko, Hungaria, Latvia, Meksiko, Filipina, Polandia, Rwanda dan Rumania. Negara latin yang sebelumnya dikatakan Trump akan menolak namun mereka memilih abstain.
Sebelum dilakukan sidang darurat PBB tersebut, Duta Besar AS Nikki Haley juga sempat memberi peringatan bahwa Amerika akan tetap mengingat tentang apa yang terjadi saat voting. Dia juga telah menegaskan bahwasanya AS akan tetap menempatkan duta besarnya di Yerusalem. “Amerika akan menempatkan kedutaan di Yerusalem,” kata Haley dalam membela langkah AS, yang telah melanggar konsensus internasional dan tidak memperdulikan demonstrasi yang terjadi di seluruh negara Muslim.
Hasil voting menjadi pukulan bagi Trump. Sejumlah sekutu dekatnya tidak berada di pihaknya. Korea Selatan dan Jepang, misalnya, soal Yerusalem mereka satu suara dengan Korea Utara yang telah menjadi musuh AS. Bahkan sejak awal, ancamannya tak bikin gentar. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dengan terang-terangan melawan. Ia tidak sudi diintimidasi. AS telah memveto rancangan resolusi soal Yerusalem di Dewan Keamanan PBB.
Dari 15 total anggota DK PBB, hanya Amerika satu-satunya negara yang bersikukuh untuk tetap mempertahankan klaim atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Skor akhir 1 melawan 14. Kemudian Sejumlah negara anggota Dewan Keamanan PBB seperti China, Prancis, dan Rusia pun menolak kebijakan AS. Pun dengan dua sekutu dekat dari Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Rancangan resolusi terbaru pada Majelis Umum PBB nantinya sangat mirip dengan yang digagas di forum DK PBB. Yang berbeda hanya, di Majelis Umum PBB, penggunaan hak veto tidak berlaku. Jadi telah kemudian AS kalah di Majelis Umum PBB. Karena anggota-anggota menolak atas resolusi AS. [MH]