Kalau ada yang mau tahu produk unggulan Presiden Jokowi, pasti semua rata-rata sepakat akan menjawab jalan tol. Dalam berbagai kesempatan menyatakan pembangunan jalan tol merupakan salah satu keberhasilan Jokowi dalam membangun infrastruktur, produk unggulan yang terus dielu-elukan dan diulang-ulang untuk memberi citra sebagai ‘bapak infrastruktur’.
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, mengatakan bahwa salah satu prestasi yang berhasil dicapai pada 2018 lalu, yakni rampungnya jalan tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Dalam sambutannya saat menghadiri acara perayaan puncak ulang tahun ke 58 PT. Jasa Raharja dengan tajuk “Fun Walk ke 58 Jasa raharja” menteri mengatakan hal tersebut merupakan pencapaian luar biasa. (tribunnews.com, 2019).
Penilaian yang berbeda yang dikemukakan oleh Ekonom senior, Faisal Basri menyebut bahwa pembangunan tol trans Sumatera dan Jawa untuk mempermudah penyaluran logistic adalah sesat pikir. Permasalahan ekonomi tidak diselesaikan di akar masalah. Sementara politisi menyelesaikan jangka pendek dan fokus ke pemilu. Faisal Basri lantas menyebut bahwa tax rasio kini semakin turun. Dia lantas menguatkan Kwik Xianji bahwa pembangunan infrastruktur rezim saat ini ngawur. Menurut faisal Basri, Indonesia adalah Negara Maritim. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, kalau ingin mengintegrasikan seharunya transportasinya pakai transportasi laut., logikanya kalau logistik diangkut pakai truck maksimal cuma 10 ton, dan ongkosnya 10 kali lipat lebih mahal, jadi kalau dari Aceh mau dibawa ke darat pakainya transportasi laut, bukan darat, ujar Faisal Basri disambut tepuk tangan. (Tribunnews.com, 2018).
Terlepas dari pro kontra yang terjadi di kalangan para ahli, sesungguhnya yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah implikasi positif terhadap hasil berupa kesejahteraa masyarakat sebagai ekses positif dari pembangunan infrastruktur. Namun, faktanya meskipun menyangkut kepentingan umum, yang seharusnya didapatkan secara gratis bukan berbayar, tapi kemudahan yang disediakan tidaklah cuma-cuma. Jalan tol tarifnya cukup mahal untuk rakyat kebanyakan, diberrlakukan tarif mencapai Rp 600.000 “dari Jakarta ke Surabaya perkiraan sekitar Rp 600.000,” ujar Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Arryani menjawab (Kompas.com, 2018). Itu tarif untuk mobil golongan I, semisal mobil MPV keluarga. Bagaimana dengan tarif mobil golongan II dan III? Tentu, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam.
Inilah yang kemudian muncul pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, sebenarnya pembangunan infrastruktur jalan tol ini untuk siapa? Jalan tol berbayar, profit taking, sehingga kurang tepat dikatakan infrastruktur jalan untuk seluruh rakyat.
Berkaitan dengan hal ini, direktur eksekutif pamong Institut Wahyudi. Dalam sebuah diskusi politik, ia mengatakan bahwa rezim saat ini tidak ada prestasinya sama sekali. Jika tol dikatakan sebagai keberhasilan pimpinannya maka boleh dikatakan jalan tol itu bukan infrastruktur.
“Infrastruktur itu membangun dasar struktur perekonomian, bisa dinikmati oleh siapapun. Infrastruktur itu contohnya jalan raya dan jembatan. Itu bisa dinikmati oleh siapapun. Kalau jalan tol hanya dinikmati siapa bagi yang bayar. Ini dinamakan lading bisnis bukan infrastruktur,” tegas Wahyudi.
Ditinjau dari pembiayaan jalan tol pun sungguh mengerikan. Negara harus terus menerus tak berhenti berhutang pada asing maupun swasta agar pemasukan rupiah terus berjalan. Konsekuensi lanjutan yang sudah bisa ditebak adalah dalam pemanfaatannya rakyat dikenakan biaya dengan tarif tersebut di atas demi mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan oleh pihak investor plus sedikit profit.
Padahal seharusnya rakyat berhak menikmatinya secara gratis sebagai bentuk pelayanan public Negara. Semua ini terjadi sebagai imbas dari system ekonomi kapitalisme yang rusak. Jadi mustahil rakyat bisa menikmati infrastruktur gratis. karena pradigma berpikir pemerintah dalam pengelolaan infrastruktur adalah bisnis. setiap bisnis pasti berorientasi pada keuntungan materi.
Apalagi hutangnya hutang riba. bahkan ribanya bisa mencapai triliunan.
Dalam Islam, orang yang makan riba satu dirham saja (setara dengan Rp 75 ribu) itu dosanya seperti zina 36 kali. Dan zina itu memiliki 73 pintu, dosa yang paling kecil (dari zina) itu seperti (maaf) menzinai ibunya sendiri. Coba bayangkan, jika satu dirham saja seperti 36 kali, kalau satu triliun berapa besar dosanya? Apa yang mau dibanggakan adalah dosa?
Pembangunan Infrastruktur dalam Islam
Dalam sistem Islam, infrastuktur dibangun memang untuk kepentingan rakyat. Dapat digunakan oleh seluruh warga negaranya tanpa terkecuali dan tanpa berbayar. Biaya untuk pembangunan infrastruktur bukan berasal dari hutang riba yang sudah jelas keharamannya. Adalah sebuah ironi, jika negeri yang mayoritas muslim tak ada rasa gentar mempraktekkan riba.dan malah dijadikan sebagai tumpuan harapan penyelesaian masalah.
Berbeda dengan sistem demokrasi-kapitalis yang membangun negeri dengan pajak dan hutang, system Islam Negara bisa dibangun tanpa hutang tanpa pajak. Islam mengatur kehidupan Negara dengan sangat baik. Sehingga Negara bisa dibangun tanpa membebani rakyat dengan hutang dan pajak.
Rahasianya adalah pada pengelolaan kepemilikan sumber daya alam dan industry dengan syariat Islam. Di dalam sistem Islam, kepemilikan sumber daya dibagi tiga:
- milik Negara
- milik rakyat bersama
- milik individu.
Sumber daya air (sungai, laut, danau), api (minyak bumi, batu bara,gas,dll)dan vegetasi (hutan, padang rumput) adalah milik rakyat. Dikelola oleh Negara, kemudian hasilnya digunakan untuk memenuhi hajat hidup rakyat.
Sementara itu, sumber daya selain ketiganya, yaitu seperti emas, timah, nikel, dll, adalah milik negara. Hasilnya untuk membangun Negara dan membiayai operasional negara. Dengan demikian Negara tidak perlu hutang dan menarik pajak.
Industry yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat, seperti listrik, telekomunikasi, transportasi, dll, juga dikelola Negara. Sementara rakyat secara individual boleh miliki bisnis apapun asal dihalalkan oleh syariat.
Dari prinsip-prinsip system ekonomi Islam inilah, infrastruktur yang masuk kategori milik umum dikelola oleh Negara dan dibiayai dari dana milik umum. Negara sebagai wakil masyarakat dalam mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dari harta-harta milik umum itu, seperti pembangunan infrastruktur.
Maka solusinya tidak lain dan tidak bukan adalah mengembalikannya seperti semula, yakni mengembalikan institusi yang di dalamnya bisa diterapkan aturan Islam secara kaffah dibawah kepemimpinan Khalifah.