Nama lengkapnya adalah Abū Saʿd al-ʿAlāʾ ibn Sahl, ia adalah seorang ilmuwan Islam yang mengabdikan dirinya di istana Khalifah Abbasiyah, Baghdad. Ia merupakan seorang fisikawan muslim asal Arab yang terkenal dengan keahilannya tentang optik. Ia dilahirkan pada 940 M dan meninggal di tahun 1000. Ia juga dikenal sebagai ilmuwan yang menguasai tiga ilmu penting sekaligus, yakni optik, matematika, dan fisika. Namun menurut Len Berggren, Ibnu Sahl juga menguasai bidang lain, yakini geometri yang ditulisnya pada akhir abad ke-10 M.
Penguasaannya dalam bidang optik membuktikan bahwa dirinya adalah seorang ilmuwan besar dalam era keemasan peradaban Islam. Hal ini bisa diketahui tatkala Rashed (1993) berhasil menemukan naskah yang telah terpisah di dua perpustakaan. Dirinya mengumpulkan kembali naskah-naskah tersebut, kemudian ia terjemahkan, dan diterbitkan. Menurutnya, Ibnu Haitham menyebut nama Ibnu Sahl, seorang ahli optik (juga) kebanggaan Islam yang bekerja dan hidup pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11.
Meskipun begitu, Ibnu Sahl bukanlah orang (ilmuwan) pertama dalam bidang ini, yakini seabad sebelum dirinya, peradaban Islam juga memiliki Al-Kindi (801 – 873 M) yang telah mengembangkan bidang kajian terkait optik. Hasil penelitiannya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual. Hasil penelitian Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul “De Radiis Stellarum”. Buku yang ditulisnya tersebut begitu berpengaruh bagi para ilmuwan Barat, seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon.
Al Kindi begitu mempengaruhi Ibnu Sahl hingga ia menemukan hukum refeleksi cahaya atau hukum pembiasan. Namun sayang, hukum ini diklaim oleh fisikawan Belanda, yakini Willebrord Snell (1591 – 1626) pada 1621. Padahal, enam abad sebelum Snell menemukan hukum tersebut, Ibnu Sahl sudah terlebih dahulu menemukannya.
Hukum pembiasan cahaya karya Ibnu Sahl tersebut tertuang dalam karya yang ditulisnya pada 984 M yang berjudul “On Burning Mirrors and Lenses”. Dalam risalahnya tersebut, Ibnu Sahl menjelaskannya secara detail dan gamblang tentang cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api atau titik fokus.
Memang secara teknis, hukum pembiasan yang ditemukan Ibnu Sahl setara dengan hukum yang ditemukan oleh Snell. Ia (Ibnu Sahl) menggunakan hukum pembiasan cahayanya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahayanya berada di sebuah titik poros. Sekitar 6 abad kemudian, Snell juga mengemukakan prinsip yang sama dengan yang ditulisakan oleh Ibnu Sahl. Menurut dirinya (Snell), sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
Hal ini membuktikan bahwa ilmuwan Muslim telah lebih dulu menemukan berbagai temuan penting dalam khazanah keilmuan saat ini. Ibnu Sahl merupakan ilmuwan perintis di bidang ilmu optik. Howard R Turner dalam bukunya berjudul “Science in Medival” Islam pun mengakui bahwa ilmu optik ditemukan oleh ilmuwan Islam.
Gemilangnya ilmuwan Islam saat masa kekhilafahan kala itu tak terlepas dari peran kekhilafahan Islam yang sangat mendorong dan mengakomodir perkembangan ilmu pengetahun di sana. Banyak ilmuwan-ilmuwan Islam yang dilahirkan saat masa kekhilafahan. Hal ini jelas menegasikan bahwa Islam atau dalam hal ini agama dapat menghambat sains. Karena faktanya, saat Islam dijadikan landasan dalam bermasyarakat, maka bukan kemunduran yang didapatkan justru kegemilangan. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah kegemilangan kekhilafahan Islam. Maka sudah seharusnya umat Islam untuk menuntut diterapkanya ajaran Islam sebagai hukum untuk mengatur kehidupan umat Islam di seluruh dunia. [MIS]