Wabah virus corona telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia. Saat ini, banyak negara tengah berlomba untuk membuat obat dan vaksin untuk menghentikan penyebaran virus yang pertama kali menyebar di kota Wuhan, China tersebut. Sejumlah opsi pun dilakukan, dan muncul memanfaatkan herd immunity untuk menghentikan penyebaran pandemi virus corona. Herd Immunity atau kekebalan kelompok mulai diperbincangkan sebagai salah satu solusi menghentikan penyebaran virus corona pada Maret lalu. Pemerintah Inggris sempat mengeluarkan pernyataan akan menggunakan strategi itu, meskipun setelahnya mereka meralatnya dan mengatakan hal itu bukanlah strategi pemerintah.
Dilansir dari Aljazeera, herd immunity mengacu pada situasi di mana cukup banyak orang dalam suatu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga dapat secara efektif menghentikan penyebaran penyakit tersebut. Kekebalan tersebut bisa berasal dari vaksinasi atau dari orang yang menderita penyakit tersebut. Seberapa banyak orang yang dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tersebut tergantung pada seberapa menularnya patogen tersebut.
Dilansir Business Insider, untuk membatasi penyebaran campak misalnya, para ahli memperkirakan 93-95 persen dari populasi perlu kebal. Campak lebih menular daripada virus corona baru atau Covid-19. Para ahli memerkirakan untuk menghentikan penyebaran virus corona sebanyak 40-70 persen dari populasi perlu kebal. Sementara itu herd immunity juga bisa dihentikan dengan vaksinasi. Sayangnya saat ini belum tersedia vaksin untuk virus corona. Para ahli memperkirakan dibutuhkan sekitar 18 bulan untuk mengembangkan vaksin virus corona. Ini juga dapat dicapai secara alami karena ketika orang terinfeksi lalu pulih, dia akan kebal terhadap infeksi. Ini berfungsi jika kemungkinan infeksi ulang rendah atau idealnya nol.
Di China tengah diteliti seberapa banyak orang terinfeksi ulang. Beberapa menunjukkan bahwa ada orang-orang yang bisa terinfeksi lagi setelah mereka sembuh. Ahli biostatistik di University оf Florida spesialis penyakit menular Natalie Dean mengatakan satu-satunya cara aman mendapatkan herd immunity adalah dengan vaksin. Sementara itu cara lain di atas terlalu berisiko.
Perlu saya tegaskan, methode herd Imunity itu methode bertahan hidup hewan, atau kehidupan manusia purba yang tidak memiliki pemimpin dan Pemerintahan. Apa gunanya, rakyat memiliki pemimpin jika pemimpin membiarkan rakyat melawan virus Corona dengan daya imun masing-masing yang dimiliki rakyat ?
Lantas, bagaimana jika imunitas diri rakyat lemah dan kalah perang melawan virus Corona, apakah kemudian Pemerintah menyalahkan rakyat karena memiliki imunitas lemah ?
Apakah lantas, hanya manusia dengan daya imun kuat, yang secara ѕеӏf defense bisa bertahan dari serangan virus Corona yang berhak hidup ? Bukankah ini kehidupan bar-bar ? Bukankah ini kehidupan hewan dihutan ?
Justru karena negara telah mengambil pajak dari rakyat, maka negara berkewajiban melindungi keselamatan dan nyawa rakyat. Justru Negara, wajib menjamin hajat pokok rakyat, saat rakyat bertarung melawan virus Corona. Untuk menstabilkan rupiah dan IHSG saja, negara telah menggelontorkan sekitar 300 T. Berapa yang sudah dikeluarkan Negara untuk membela rakyat dalam perang melawan virus Corona ?
Belum lagi memberi makan rakyat pada masa Lockdown, sebab itu kewajiban negara yang diatur UU. Memastikan dokter dan perawat mendapat APD memadai saja negara tidak becus. Kalau sudah begini, apa gunanya ada negara ? Apakah Negara hanya hadir saat memungut pajak rakyat ? Lantas, negara cuci tangan ketika rakyat diserang wabah Corona ?
Jangan sok ilmiah membela ketidakbecusan rezim mengurusi rakyat dengan istilah yang sok ilmiah tapi menyesatkan. Herd Imunity itu maknanya MATI URIP SAK KAREPMU. Negara macam apa yang membiarkan rakyatnya mati perlahan, bertempur melawan virus Corona ? Negara macam apa, ragu memberlakukan Lockdown hanya karena khawatir tidak mampu, atau tidak mau memberi makan rakyatnya ?
Saat ini, negara semestinya hadir membela rakyat. Melindungi rakyat dengan memberlakukan kebijakan Lockdown dengan segala konsekwensinya.
Dunia internasional bertindak serius untuk melakukan perlawanan dalam perang global melawan virus Corona. Selain secara intensif melakukan serangkaian tindakan untuk menangani pasien dan orang yang terpapar virus Covid-19, dunia internasional juga serius melakukan proteksi umum terhadap rakyat dengan memberlakukan kebijakan Lockdown.
Belum lama ini, Pemerintah Inggris memberlakukan lockdown untuk tiga pekan kedepan, dalam rangka menangkal penyebaran virus Corona atau COVID-19. Setiap toko dan layanan jasa ditutup sementara, dengan warga dilarang untuk berkumpul.
Pengumuman lockdown ini disampaikan pada Senin (23/3) malam waktu setempat, setelah jumlah korban meninggal akibat virus Corona di Inggris bertambah menjadi 335 orang. Jumlah total kasus virus Corona di Inggris saat ini mencapai 6.650 kasus.
Menyusul Pemerintah India juga memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown selama 21 hari, untuk mencegah penyebaran virus corona. Kebijakan lockdown diambil setelah ada peringatan, bahwa terdapat lebih dari 1 juta orang di India yang dapat terinfeksi corona hingga Mei 2020. (25/3).
Selain Inggris dan India, tercatat beberapa Negara juga melakukan Lockdown. China, Italia, Polandia, El Salvador, Irlandia, Spanyol, Denmark, Filipina, Lebanon, Prancis, Belgia, Selandia Baru, dan Malaysia.
Dibandingkan Inggris, kasus di Indonesia masih jauh dibawah Inggris. Hingga 25 Maret 2020, data pasien Covid-19 sebanyak 790 orang, dengan jumlah yang meninggal dunia 58 orang. Artinya, Indonesia masih sangat memiliki waktu untuk segera memberlakukan Lockdown. Jumlah korban virus Covid-19 Indonesia, masih jauh dibawah Inggris apalagi Italia.
Namun segenap rakyat Indonesia merasa sangat heran, kenapa Presiden Jokowi tidak segera mengambil tindakan antisipasi dengan memberlakukan kebijakan Lockdown ?
Bahkan, Jokowi saat menggelar rapat terbatas dengan 34 gubernur se-Indonesia kembali menegaskan kepada para gubernur bahwa pemerintah pusat tidak akan mengambil keputusan lockdown. Jokowi berdalih setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda-beda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda. Karenanya, Indonesia tak perlu mengambil keputusan Lockdown seperti yang dilakukan banyak negara. (24/3). Satu alasan yang aneh, sebab Virus Corona (Covid-19) adalah masalah kesehatan, masalah medis. Jika argumentasi yang dijadikan dasar menolak Lockdown karena alasan medis, masih bisa dimaklumi.
Virus Corona tak seperti kriminalisasi hukum, yang hanya menyasar kepada ulama, aktivis, simbol dan ajaran Islam. Kalau kriminalisasi, boleh saja Jokowi dan partai koalisi akan aman. Kalau alasannya orang Indonesia budayanya tidak disiplin, karakternya tidak punya kesadaran atas bahaya Corona, bukankah justru sangat urgen diterapkan Lockdown ? Sebab, dengan kebijakan Lockdown rakyat akan didesain secara struktural tetap berada dirumah.
Saat ini, kebijakan Social Distancing atau physical Distancing hanya himbauan. Hasilnya, rakyat tidak peduli. Interaksi tidak terjaga, dan hal ini sangat rawan bagi penularan virus Corona. Kalau persoalan anggaran karena Lockdown mewajibkan Pemerintah menanggung kebutuhan hidup dasar rakyat, bukankah Negara banyak uang ? Untuk intervensi pasar menolong rupiah saja negara mampu menggelontorkan 300 triliun rupiah.
Kenapa untuk memberi makan rakyat pemerintah seperti ragu ? Tidak mau ? Atau pelit ?
Kalau tak sanggup menyelesaikan persoalan virus Corona, semestinya Jokowi mundur saja. Faktanya, Jokowi ogah mundur.