Beberapa Hal yang Perlu Diketahui tentang Perang Suriah [II]

Posted on

Al Liwa Organizer

Tidak semua dari pasukan keamanan Suriah menaati perintah presidennya untuk menembaki para demonstran yang merupakan kelompok Sunni. Pasukan kemanan yang juga banyak yang terdiri dari Sunni karena merasa iba dengan saudara-saudara dibantai oleh rezim, maka menolak untuk menaati seruan komandannya untuk menyerang para demonstran. Mereka yang memilik untuk menolah perintah tersebut juga tidak luput dari serangan yang membabi-buta oleh pasukan kemanan, bahkan beberapa laporan menyebutkan bahwa ada beberapa warga sipil yang melindungi para tentara yang memilih untuk tidak taat kepada komandannya tersebut.

Tools Broadcast WhatsApp

Para pasukan keamanan yang memilih untuk menolak taat terhadap perintah komandanya tersebut pada April 2011 bergabung dalam satu barisan untuk mendeklarasikan berdirinya faksi militer yang akan vis a vis dengan Bashar al Assad. Di kemudian hari faksi militer tersebut dikenal dengan sebutan Free Syrian Army atau FSA (Tentara Pembebasan Rakyat Suriah). Setelah tampilnya faksi oposisi bersenjata yang secara langsung berhadapan dengan rezim al Assad, akhirnya membuat konflik ini semakin meluas sampai seperti apa yang kita lihat saat ini. Meluasnya konflik di sana mengubah Suriah menjadi neraka di muka bumi. Tempat itu bagaikan mimpi buruk bagi setiap jiwa yang melihatnya. Maka tidak mengherankan jika mereka yang sudah tidak sanggup lagi menyaksikan mimpi buruk yang menimpa negeri mereka, pada akhirnya memilih untuk meninggalkan kampung halamannya itu. Banyak dari warga Suriah yang menjadi pengungsi di negeri orang akibat konflik yang menerpa negerinya. Menurut Pew Research Center, menyebutkan bahwa per 29 Januari 2018, hampir sebanyak 13 juta penduduk Suriah terusir dari kampung halamannya dikarenakan konflik tersebut. Hal tersebut merupakan persentase terbesar bagi negara yang jumlah populasinya terusir dari tempat tinggal mereka–baik itu terusir ke luar negeri maupun di dalam negerinya sendiri atau sering disebut sebagai “internal displace persons” (IDPs).

Menurut United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)–salah satu organ dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi masalah pengungsi di dunia, IDPs sendiri memakan porsi sebanyak 6 juta atau setara dengan 49%. Sedangkan sisanya ada yang mengungsi ke negara-negara tetangga, Eropa, dan wilayah lainnya. Negara-negara tetangga Suriah yang menampung pengungsi asal Suriah seperti, Turki (3,4 juta), Lebanon (1 juta), Jordan (660.000), Iraq (250.000), dan negara-negara di wilayah Afrika Utara, seperti Mesir dan Libya diperkirakan menampung pengungsi sebanyak 150.000 jiwa. Negara-negara tetangga Suriah tersebut secara keseluruhan menampung pengungsi kurang lebih sebanyak 5 juta atau 41% dari total keseluruhan pengungsi Suriah.

Sedangkan sekitar 1 juta pengungsi Suriah–menurut data yang dirilis oleh UNHCR dan Eurostat (Badan Statistik Uni Eropa)–mencari suaka ke negara-negara Eropa. Sekitar setengah dari jumlah tersebut mengungsi ke Jerman, dan sekitar 110.000 ke Swedia, 50.000 ke Austria. Masih menurut data dari UNHCR, ditambah data dari Pemerintah Kanada dan Amerika Serikat (AS), kurang dari 1% dari total jumlah pengungsi Suriah tersebut (100.000) berada di luar wilayah Timur Tengah dan Eropa. Sebagaian besar dari mereka berada di wilayah Amerika Utara, yakni Amerika Serikat (21.000) dan Kanada (52.000). Di AS, sebanyak 8.000 pengungsi Suriah mempunyai Temporary Protected Status (TPS) yang merupakan program pemerintah federal AS untuk memberikan izin tinggal dan bekerja kepada para pengungsi Suriah dalam jangka waktu tertentu.

Sebagaian besar dari para pengungsi Suriah tersebut merupakan Muslim Sunni, namun yang menyakitkan adalah tatkala kita mengetahui bahwa tidak satu pun dari negara-negara Teluk (negara-negara yang hampir seluruh penduduknya muslim) menampung para pengungsi tersebut. Enam negara Teluk sama sekali tidak menawarkan tempat pengungsian bagi warga Suriah. Negara-negara tersebut yang kerap kali menggaungkan solidaritas terhadap sesama muslim, namun ketika saudara-saudaranya membutuhkan uluran tangan mereka, justru mereka campakan. Negara-negara ini antara narasi dan aksi sama sekali tidak saling berkorespondensi. Sedangkan negara lian yang juga tidak menerima pengungsi dari Suriah ialah Singapura, Rusia, Korea Selatan, dan Jepang.

Para pengungsi tersebut dalam perjalanannya banyak menemui kesulitan. Sebelum keluar dari wilayah Suriah, kerap kalai mereka terlebih dahulu dihadang para sniper yang bersembunyi di balik reruntuhan bangunan di sana. Para sniper tersebut akan menembaki apa saja objek yang bergerak, termasuk para pengungsi. Setelah keluar dari negaranya, para pengungsi tersebut bukan serta-merta bisa bebasa dari marah bahaya. Mereka akan melewati parjalanan yang sulit, apalagi bagi mereka yang ingin mengungsi ke negeri Eropa. Jika melalui jalur darat, mereka akan menghadap hadangan dari penjaga perbatasan di Yunani dan Hungaria–gerbang masuk utama ke Eropa pengungsi Suriah melalui jalur darat. Sedangkan mereka yang melalui jalur laut, yakni Laut Meditarania, mereka harus siap menjadi korban pengungsi yang tenggelam. Hal tersebut dikarenakan oleh prahu atau boat yang mereka gunakan untuk menyebrang kerap kali melebihi kapasitas, jadi rawan akan terbalik.

Selain menghadapi ancaman di perjalanan, para pengungsi Suriah juga mengahadpi ancaman serius lain, seperti terjangkitnya berbagai penayakit. Banyak di antara dari mereka yang terjangkit penyakit, seperti campak TBC. Rendahnya tingkat kebersihan, ditambah fasilitas kesehatan yang terkadang kurang memadai membuat banyak dari pengungsi Suriah yang rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut.

Sebagian besar dari para pengungsi Suriah tersebut terdiri dari anak-anak, yakni mencapai persentase lebih dari 50%. Di usia mereka yang masih anak-anak itu, kebutuhan pendidikan dan rehabilitasi dari trauma perang di negerinya begitu dibutuhkan. Karena merekalah nantinya yang akan mewarisi negeri Suriah selanjutnya. Mereka yang akan membangkitkan Suriah dari puing-puing reruntuhan.

Jumlah pengungsi tersebut akan selalu bertambah, selain konflik yang masih terus berkecamuk di negerinya, peningkatan jumlah pengungsi tersebut juga dikarenakan oleh banyak dari para pengungsi Suriah yang masih berada dalam usia produktif menghasilkan keturunan baru, atau dalam kata lain, banyak dari pengungsi di sana yang melahirkan anak-anak di pengungsian. Jadi meskipun jika suatu saat sudah tidak ada lagi tambahan pengungsi dari Suriah, namun jumlah pengungsi yang berada di tempat-tempat pengungsian akan terus bertambah karena jumlah kelahiran yang terus meningkat.

Banyaknya pengungsi Suriah yang tersebar ke seluruh negara tersebut membutuhkan banyak alokasi dana. Di tahun 2016, menurut PBB dibutuhkan lebih dari $4,5 miliar hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi para pengungsi Suriah. Padahal dana yang didapatkan oleh PBB hanya sebesar $2,9 miliar saja. Masih jauh untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar pengungsi Suriah. Maka tidak mengherankan jika banyak dari para pengungsi tersebut sama sekali hidup jauh dari kata layak.

[Bersambung]

virol tools instagram