ANAK-ANAK YAMAN HANYA BUTUH MAKANAN

Posted on

Anak-anak adalah simbol harapan bagi perubahan. Di pundak merekalah harapan akan perubahan disematkan. Merekalah benih yang nantinya akan melanjutkan segala warisan yang telah leluhur berikan. Kehadirannya merupakan suatu harapan buakan hanya bagi mereka yang ada di sekitarnya, melainkan juga bagu manusia di seluruh dunia. Hal ini mengingat interkonoktivitas yang tinggi pada era ini sehingga suatu tindakan seseorang bisa berkemungkinan mempunyai dampak yang begitu luas.

Momen hari anak adalah momentum di mana kita kembali memikirkan sudah baikkah kondisi anak-anak di negeri ini. Namun begitu, tulisan ini mungkin agak sedikit berbeda dengan tulisan-tulisan lainnya yang mengulas tentang hari anak nasional. Tulisan ini justru akan membahs nasib anak-anak di negeri seberang sumudera sana, yakni Yaman.

Tools Broadcast WhatsApp

Yaman merupakan satu dari beberapa negara yang ikut terdampak fenomena Arab Spring. Fenomena yang menandai bermekarannya demokrasi di wilayah Timur Tengah ini membuat Yaman justru terjebak dalam kecamuk perang yang tak berkesudahan. Sampai tulisan ini dibuat, Yaman masih menghadapi perang yang menghancurkan pelbagai sektor di negeri itu.

Dalam setiap peperangan, korban utama dan pertama selalu saja warga sipil, terutama anak-anak. Mereka yang pada dasarnya tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi namun harus merasakan luka yang amat besar. Menurut laporan Save the Children, sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mengkampanyekan tentang hak-hak anak, sedikitnya ada sekitar 357 juta anak di seluruh dunia yang hidup di area terdampak konflik–sekitar 1 dari 6 anak di seluruh dunia. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 75% sejak tahun 1975.

Lebih memperihatinkan, laporan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada 2017 mengungkapkan bahwa sekitar 27 juta anak-anak yang tinggal di zona konflik mengalami putus sekolah. Laporan tersebut juga menunjukan bahwa anak perempuan yang tinggal di area konflik 2,5 kali lebih besar untuk putus sekolah dibandingkan anak laki-laki.

Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang laporannya dimuat dalam halaman The Guardian (16/1), lebih dari 5 ribu anak-anak terbunuh dalam Perang Yaman. Dan sekitar 400 ribu anak-anak di sana mengalami malnutrisi. Sumber yang sama juga menunjukan bahwa lebih dari 11 juta anak-anak di Yaman–hampir setiap anak di Yaman–dalam kondisi membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Laporan dari UNICEF memaparkan bahwa sebanyak 2 juta anak-anak di Yaman putus sekolah, dan seperempatnya merupakan tambahan sejak Arab Saudi dan koalisinya menyerang negara itu pada Maret 2015. Hal tersebut efek dari tidak berfungsingnya sekitar 2,5 ribu sekolah di negeri itu, yang mana dua per tiganya rusak karena serangan, 27% ditutup, dan 7% digunakan sebagai basisi militer.

Mereka Butuh Makanan

Sudah lebih dari empat tahun Yaman mengalami konflik. Sejak Saudi dan koalisi militernya mengampanyekan perang terhadap Houthi, sebanyak sepertiga atau 8,4 juta dari total populasi Yaman yang mencapai 29 juta jiwa menggantungkan hidupnya dari bantuan makanan. Lembaga kemanusiaan memperingatkan bahwa sebagaian daerah Yaman akan dihantui kematian karena wabah kelaparan yang meyerang penduduk negara itu. Pada 2017 lalu, Save the ChildrenĀ  memperkirakan bahwa sebanyak 50 ribu anak-anak di Yaman akan meninggal karena kelaparan atau wabah penyakit (terutama kolera) yang menjangjit negara tetangga Saudi itu.

Dalam sebuah foto yang dipublikasikan halaman sebuah situs berita yang berbasis di Inggris, The Independent (5/5), menunjukan seorang ibu muda bernama Umm Mizrah sedang berdiri di atas sebuah timbangan lengkap dengan jubah hitam serta cadar. Dalam foto tersebut ia sedang menggendong anaknya yang terlihat lemah dan lunglai. Anaknya yang berusia 17 bulan hanya memiliki berat 5,8 kg. Sedangkan ia sendiri hanya seberat 38 kg.

Ia dan anaknya merupakan potret kelaparan di Yaman. Semua tanda-tanda di tubuhnya menunjukan bahwa Mizrah dan anaknya mengalami apa yang di sebut dengan “malnutrisi akut yang parah”, ujar seorang dokter yang ucapannya dikutip halaman The Independent (5/5).

Kisah lain yang tak kalah mengenaskan dialami oleh Radad, seorang balita berusia 11 bulan. Ia merupakan putra dariĀ  Ghaleb Mashn, seorang pembuat sapu dan topi khas daerahnya, perkampungan al-Hajb. Radad menderita malnutrisi sehingga perutnya membengkak. Mashn mengatakan kepada The Guardian (8/1/17), “Putraku menderita kelainan bawaan dan kondisinya akan semakin memburuk saat ia kelaparan. Saya tidak mempunyai uang untuk merawatnya.” Di usianya yang menginjak 11 bulan kala itu, berat badan Radad hanya 3.5 kg.

Masalah Kemanusiaan

Apa yang terjadi di Yaman merupakan gambaran mengerikan dari dampak sebuah peperangan. Mereka yang pada dasarnya tidak bersalah,bahkan tidak tahu apa-apa justru paling berat menanggung dampak perang. Kelaparan, putus sekolah, serta meninggalnya ribuan anak-anak di Yaman merupakan sebuah masalah kemanusiaan. Kita patut mengesampingkan batas imajiner negara dalam melihat kasus di Yaman. Anak-Anak di sana juga merupakan bagian dari generasi penerus umat manusia Hal itulah yang menjadikan bencana perang di Yaman menjadi masalah kita bersama sebagai sesama manusia.

Yopi Makdori

Mahasiswa Hubungan Internasioanl Universitas Jenderal Soedirman

virol tools instagram