Muhammad Iskandar Syah
Pada zaman ini, berita palsu atau informasi palsu, atau yg sering kita sebut sebagai hoax sudah begitu marak. Informasi tersebut begitu menyesatkan masyarakat, maka dari situ munculah berbagai gerakan yang mengatasanamakan penolakan atas hoax atau informasi palsu tersebut. Banyaknya gerakan atau individu yang menolak hoax memang sudah sewajarnya, karena pada dasarnya manusia akan menolak sesuatu yang dianggap buruk (bohong). Namun begitu apakah dengan banyaknya penolakan dari seluruh masyarakat akan menghilangkan hoax itu sendiri? Saya pastikan tidak akan, mengapa? Hoax diciptakan oleh seseorang atau suatu kelompok sebagai sarana untuk mempengaruhi publik (power) supaya tindakannya atau persepsinya tentang suatu hal sejalan dengan yang dikehendaki oleh sang pembuat hoax.
Hoax pada dasarnya merupakan salah satu cabang dari propaganda dalam bentuk hitam. Propaganda hitam adalah propaganda yang dilakukan dengan menghalalkan berbagai macam cara supaya propagandanya bisa mempengaruhi tindakan dan persepsi publik. Propaganda pertama yang dilakukan oleh manusia tercatat dalam “Behistun Inscription” yang menceritakan tentang naiknya Darius I menjadi pemimpin kekasiran Persia yang sah. Propaganda juga pernah tercatat pada era kekasiaran Roma, yakni ditulis oleh Livy (59 SM – 17 M) dalam buku fenomenalnya yang berjudul Rome and the Roman People dalam bahasa Latin dikenal dengan nama “Ab Urbe Codita Libri”. Ia dikanal sebagai sejarahwan Roma yang menulis dengan karakter khas pro-imperium Roma dan selalu mendukung segala tindakan imperium tersebut.
Sampai saat ini propaganda terus dilakukan, termasuk propaganda-propaganda hitam yang dilakukan oleh aktor tertentu demi menancapkan pengaruh dan suatu persepsi yang mereka kehendaki ke dalam masyarakat. Bagi penulis, seberapa banyak pun gerakan anti hoax tidak akan mempan untuk menangkal merebaknya penyebaran berita palsu tersebut, bahkan terkadang justru mereka yang mengusung gerakan anti hoaxlah yang berlindung di balik topeng tersebut untuk mengecoh publik supaya percaya kepada mereka bahwa mereka tidak akan menyebarkan berita hoax. Jika sudah tertanam kepercayaan tersebut, maka nalar kritis publik akan mati tatkala mendapatkan berita dari kelompok tersebut karena menganggap bahwa berita dari mereka sudah pasti berita tanpa unsur propaganda di dalamnya, padahal kenyataannya sarat akan penggiringan perespsi publik.