Beberapa waktu lalu saya mendapatkan pesan whatsapp, dimana salah seorang dari anggota group mengirimkan sebuah screnshot sebuah surat kabar. Penasaran saya membukanya, tertulis disitu berita hari ini dengan tanggal dsb. Begitu melihat judul dari cuplikan berita tersbut saya terhenyak dan mendadak antusias. Tertulis dihalaman cuplikan berita berjudul “Beredar buku fikih ajarkan Khilafah”. Dengan tulisan yang seolah ingin mengatakan kekecewaan dan keanehan, dengan berdarnya buku ini “diklaim bahwa guru diseluruh Indonesia mengajarkan kepada siswa madrasah tentang ajaran Khilafah. Melihat lebih detail buku yang beredar di publik itu, urusan Khilafah dibahas secara detail.” sebagaimana mengutip isi berita tersebut.
Kemudian pada halaman lanjutannya kemudian diambil salah satu pendapat dan komentar dari tokoh, sebut saja Ulama. Dan tanggapan dari ulama ini diluar perkiraan saya, tertulis dihalaman judul “MUI : Kemenag Sering Kebobolan”. dibahas klarifikasi dari penyusun bahwasannya buku tersebut belum diedarkan dan kemudian salah satu BAB yang membahas tentang Khilafah sudah diubah menjadi pemerintahan dalam Islam. Dikatakan pula bahwa “revisi diambil agar tidak muncul kesalahpahaman di masyarakat. Sebab konsep Khilafah sebagai sebuah ideologi politik tidak cocok diterapkan di Indonesia”. Kemudian salah seorang anggota majelis ulama juga menuturkan pendapatnya “Dia menyesalkan beredarnya dokumen buku Fikih yang menajarkan soal Khilafah itu”. Begitu tutur salah seorang tokoh.
Dengan menyesalkan beredarnya dokumen tersebut hingga menyebut bahwasannya dokumen tersebut telah menimbulkan polemik di masyarakat walaupun telah direvisi. Dan menganggap hal ini sengaja disusupkan dalam artian kebobolan oleh pihak-pihak yang dengan sengaja menyusupkan kata “Khilafah” dalam buku ajar tersebut, karena dianggap bahwa gagasan tentang Khilafah tidak sesuai dengan Islam rahmatan lil ‘alamin atau Islam Moderat menurut prespektif mereka. Bahkan dengan berani mangatakan bahwa gagasan tersebut sengaja disusupkan bahkan disabotase oleh kelompok tertentu.
Seolah kecewa dan menyesalkan dengan adanya beredarnya buku tersebut, hingga akhirnya membuat sebuah pernyataan yang kontroversial, Berita seolah mem-frameing kata “Khilafah” sebagai sebuah kata yang berkonotasi negatif dan sebuah tindakan kriminal bagi siapa saja yang mengatakannya apalagi menyebarkannya. Sejalan dengan program deradikalisasi menurut tafsir penguasa, stigmatisasi negatif ajaran Islam mulai dilancarkan, salah satunya mempersoalkan kata “Khilafah”, bahkan rela meng-kriminalisasi ulama yang tidak sesuai dengan arahan rezim. Melalui kaki tangannya di kementrian dan ulama-ulama su’ yang menggunakan agama sebagai keuntungan semata bagi mereka, demi meraih gelar dari penguasa, demi mendapat pujian dari penguasa, padahal penguasa tersebut jelas penguasa dzolim yang perlu diluruskan. Melalui mereka penguasa menjalankan salah satu programnya dalam membrantas kelompok atau orang ‘radikal’ dan membendung gerakan kebangkitan Islam dan yang kritis terhadap penguasa sehingga tidak menggangu elektabilitas penguasa dan nafsunya.
Efek dari Perppu No. 02 Tahun 2017 tentang Ormas, kini mulai berperan disini, dimana perppu dzolim ini telah menyebutkan secara tersirat bahwa paham “Khilafah” adalah bertentangan dengan Pancasila, padahal Khilafah ajaran Islam. Sehingga buku ajar tadi mulai dipersoalkan dan kata Khilafah kini mulai dipersoalkan. Sungguh sebuah “Kebodohan yang nyata”, ulama yang mengatakan ajaran tentang Khilafah tidak sesuai dengan Islam rahmatan lil ‘alamin. Menanggap Khilafah sebagai sebagai sebuah ajaran kekerasan dan perpecahan, sangat ‘bodoh’ kiranya jika ada yang mengatakan hal tersebut, apalagi yang mengatakan adalah orang yang katanya bergelar ‘ulama’ dan duduk di meja ‘majelis terhormatnya ulama’.
Khilafah dalam Khazanah Keilmuan Islam
Padahal ulama seharusnya adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah dan Rasulnya dalam bertindak dan bertutur kata. Allah azza wa jalla berfirman :
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28)
Seharusnya ulama dan ahli agama adalah orang yang paling takut kepada Allah swt, dan bukan malah sebaliknya.
Kata “Khilafah”, Khalifah, Amirul Mukminin, Imamah, Imam adalah kata-kata yang masyhur dalam kitab-kitab fikih dan hadis, banyak ulama telah menjelaskan kata “khilafah” ini dalam kitab-kitabnya.
Imam Nawawi rahimahullah telah menjelaskan “Mereka (para sahabat) telah sepakat bahwa wajib atas kaum muslimin menganggkat seorang Khalifah”. (Syarah Shahih Muslim, Juz 12 hlm. 205).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani ulama yang masyhur dikalangan Ahlussunnah wal Jama’ah salah satu dari karyanya yang terkenal pula “Bulughul Maram” yang sering diajarkan di Pondok Pesantren di Indonesia, menjelaskan dalam kitabnya “Dan mereka (para Ulama) telah sepakat bahwa wajib hukumnya mengangkat seorang Khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syara’ bukan akal”. (Fathul Bari, Juz 12 hlm. 205)
Imam Mawardi menjelaskan “Melakuan akad Imamah (Khilafah) bagi orang yang (mampu) melakukannya, hukumnya wajib berdasarkan Ijma’. Meskipun Al-Asham menyalahi mereka (ulama) (dengan menolak wajibnya Khilafah)”. (Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, hlm. 5)
Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah juga telah menjelaskan dalam kitabnya “Ketahuilah juga, para sahabat Nabi SAW telah sepakat bahwa mengangkat Imam (Khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan itu sebagai kewajiban terpenting karena mereka telah menyibukkan diri dengan hal itu dari menguburkan jenazah Rasulullah SAW”. (As-Shawa’iqul Muhriqah, hlm.17).
Imam Al-Qurthubi rahimahullah juga menjelaskan “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya hal itu (mengangkat Khalifah) di antara umat dan para imam (mazhab), kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-Asham, yang dia itu memang ‘asham’ (tuli) dari Syariat. Deikian pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta mengikutinya dalam pendapat dan mazhabnya”. (Al-Jami fi Ahkamil Qur’an, Juz 1 hlm 264).
Imam As-Syaukani menerangkan “Mayoritas ulam berpendapat Imamah itu wajib maka menurut ‘Itrah (Ahlul Bait), mayoritas Mu’tazilah, dan Asy’ariyah, (Imamah/Khilafah) itu wajib menurut syara”. (Nailul Authar, Juz VIII hlm. 265).
Syeikh Wahbah Zuhaili menerangkan dalam kitabnya “Mayoritas besar Ulama Islam – yaitu ulama Ahlus Sunnah, Murji’ah, Syi’ah, dan Mu’tazilah kecuali segelintir dari mereka, dan Khawarij kecuali An-Najdat- berpendapat bahwa Imamah (Khalifah) adalah perkara yang wajib atau suatu kefardhuan yang pasti”. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz VII hlm. 272)
Demikian adalah pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh ulama-ulama, para Imam yang masyhur dalam Islam, kitabnya sering dijadikan rujukan oleh para ulama dan sering dikaji oleh ummat Islam diseluruh dunia. Pandangan-Pandangan tadi sekaligus mematahkan pendapat ulama yang mengatakan Khilafah tidak wajib, Khilafah tidak ada dasarnya dalam syara’, Khilafah hanya dibuat-buat oleh kelompok-kelompok tertentu yang bernafsu untuk makar dsb. Ini merupakan perkataan yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang yang bergelar Kiyai, Ulama dan ahli agama, tidakkah mereka membaca kitab-kitab para ulama terdahulu tidakah mereka mengambil pelajaran dari para Imam dan Ulama terdahulu. Jelas suatu yang sangat mengarang jika ada ulama hari ini yang mempermasalahkan kata Khilafah, menyebut kata tersebut sebagai polemik di masyarakat.
Masih banyak karya-karya ulama yang menjelaskan tentang Khilafah ini. Jika anda membuka “Maktabah Syamilah” dan mengetikan kata “Khilafah” maka akan menampilkan 34.000 kata Khilafah yang termaktub dalam 11.00 kitab-kitab para ulama, bayangkan masihkah ada orang yang mengaku ‘waras’ mengatakan Khilafah kata yang dibuat-buat dan paham yang diada-adakan, sungguh amat berat pertanggung jawaban disisi Allah Swt.
Bahkan sejarah telah mencatat Kegemilangan Islam pada masa Kekhilafahan bahkan sampai masa ketuntuhannya pada 1924 M. Khilafah telah menorehkan tinta emas dalam perkembangan peradaban dunia, mampu menjadi mercusuar selama 14 Abad lamanya, dimana disisi lain Eropa sedang dalam masa kegelapan (dark age). Islam mengalami kemajuan yang begitu pesat, hingga ilmuan barat menyebut tidak ada masa yang dapat menandingi kegemilangan Islam. Bahkan orang-orang non Islam mendapatkan hak-hak dan keadilannya dan kedamaian dalam kekhilafahan Islam. Islam akan menjadi mercusuar jika diterapkan didalamnya Syariah dan Khilafah oleh negara.
Sehingga pandangan gagasan Khilafah Islam jika diterapkan, tidak sesuai dengan Islam rahmatan lil ‘alamin, adalah sebuah kebohongan yang amat besar dan tuduhan yang keji. Khulafa Ar-Rasyidin sebagai orang-orang yang paling dekat dengan Nabi SAW, telah membuktikan bahwa Islam jika diterapkan akan menjadi sebuah kedamaian dan kemajuan. Oleh karena itu seharusnya para Ulama dapat menjadi garda terdepan dalam perjuangan penegakannya bukan malah sebaliknya menjadi penghalang dan menyembunyikan kebenaran. Karena sudah begitu jelas perintahnya, dan ini merupakan janji dari Allah azza wa jalla dan bisyarah Rasulullah Saw. Wallahu’alam bis Shawab
Dari berbagai sumber.
Abdullah Mulki Hakim (Mahasiswa IAIN Purwokerto)