Wacana Toleransi terus digulingkan tanpa henti. Digambarkan seolah negeri ini darurat intoleransi. Seakan-akan umat Islam di negeri ini intoleran. Faktanya, isu tersebut selalu digulingkan dan sasarannya adalah umat Islam. Baru-baru ini Setara Institute melakukan survey terkait toleransi. Setara Institute merupakan sebuah lembaga yang didirikan untuk toleransi, pluralisme dan anti diskriminasi didirikan oleh beberapa orang.
Baru-baru ini Setara Institute memberikan penghargaan indeks terkait Kota Toleran atau IKT 2018. Yang mana mereka melakukan kajian dan memberikan peringkat terhadap 94 kota. Diantara hasilnya adalah, Singkawang berada diperingkat pertama dengan skor 6.513, kemudian disusul dengan kota Salatiga. Kota Banda Aceh berada pada urutan terendah dengan peringkat 93 dengan skor 2.830. berada di bawah kota Jakarta yang berada di peringkat 92. Anggota DPR Kota Banda Aceh, Irwansyah, menilai hasil tersebut tak memilika dasar lantaran menuding Banda Aceh tidak toleran. Kajian Setara dinilai tak sesuai fakta. Menurutnya, ada upaya Stara Institute mengkerdilkan pemberlakuan syariah Islam di Banda Aceh.
Sebelumnya pernah juga dilakukan survey oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia) yang juga merilis hasil surveinya tentang tren persepsi publik tentang demokrasi, korupsi dan intoleransi. Hasilnya, ada peningkatan soal intoleransi sejak 2016 sampai 2018. Dengan provokatif, peneliti LSI, Burhanuddin, mengatakan bahwa ada kaitannya antara Aksi 212 dengan praktik intoleransi. Dan ia menyebutkan bahwa aksi 212 bukan merupakan puncak radikalisme, tetapi aksi 212 membuka kran naiknya intoleran. Namun akhirnya ungkapan provokatif tersebut dibantah oleh juru bicara PA 212, Novel Bamukmin. Justru menurut Novel, Aksi Bela Islam adalah puncak toleransi yang real dan keajaiban yang memecahkan teori apa pun. Pasalnya, jutaan orang hadir, namun aksi berjalan super tertib, super toleran. Bahkan aksi 212 merupakan aksi yang sangat toleran dan menghargai satu sama lain. Diantara mereka tak ada yang saling berebut segala sesuatu. Bahkan meskipun peserta yang datang dari penjuru nusantara dengan ragam bahasa dan suku namun mereka tidak membeda-bedakan. Dan Aksi 212 merupakan keajaiban dan keindahan bentuk nyata toleransi.
Mendudukkan Istilah Toleransi
Kaum Muslim hari ini mereka sering menyebut kata tasamuh sebagai kata arab dari kata toleransi. Yang mana tasamuh memiliki pengertian sikap membiarkan (menghargai), lapang dada sebagaimana disebutkan dalam kamus Al-Munawir. Toleransi secara bahasa berasal dari kata tolerance. Maknanya adalah “to endure without protest” , yang berarti menahan perasaan tanpa protes. Dalam literatur lain arti toleransi adalah memberikan kebebasan berlaku sabar dalam menghadapi orang lain. Kata tolerance kemudian diadopsi kedalam bahasa Indonesia menjadi toleransi. Berasal dari kata toleran. Mengandung arti bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya (KBBI).
Akar Permasalahan Intoleransi
Intoleransi (kediktatoran) kadang sering dikaitkan dengan kekerasan yang melibatkan umat Islam. Tindakan ini sering digemborkan oleh kelompok liberal dijadikan alasan untuk menuding kaum Muslim sebagai kelompok yang paling tidak toleran dengan penganut keyakinan lain. Tudingan ini sejatinya untuk membenarkan pandangan keliru kaum liberal yang menyatakan bahwa munculnya kekerasan di Dunia Islam disebabkan adanya “truth claim”(klaim kebenaran) dan fanatisme harus dihapuskan. Untuk itu menurut mereka, agar umat Islam bisa bersikap toleran terhadap penganut keyakinan lain, truth claim dan fanatisme harus dihapuskan. Caranya dengan meyakini kebenaran agama lain. Dengan cara inilah, menurut mereka, kekerasan di dunia Islam dapat dihilangkan.
Pandangan seperti diatas jelas menyesatakan dan keliru. Alasannya, ide penghapusan truth claim dan toleransi tanpa batasa adalah berasal dari faham sekularisme dan liberalisme. Tidak berhubungan sama sekali dengan Isalm. Gagasan tersebut bertentangan dengan nas-nas qath’i (tegas) yang menyatakan bahwa agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam (Baca : Q.S. Ali Imran(3) : 19).
Toleransi menurut Islam
Berbicara mengenai toleransi, Islam adalah agama yang toleran dan toleransi sendiri diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ . Toleransi dalam Islam menggariskan beberapa ketentuan antara lain : pertama, Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Selain Islam adalah kekufuran. Demokrasi, pluralisme, sekularismem, liberalisme dan semua paham yang lahir dari paham tersebut adalah kekufuran. Termasuk mempercayai kebenaran agama lain adalah termasuk kedalam kekufuran. Dan bisa menjerumuskan pada kemurtadan. Kedua, tidak ada toleransi dalam perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil qath’i, baik menyangkut masalah akidah maupun hukum syariah. Dan tidak pernah mentoleransi keyakinan yang bertentangan dengan pokok Islam seperti ateisme, politheisme, keyakinan bahwa al-Qur’an tidak lengkap, keyakinan adanya nabi dan rasul setelah wafatnya Nabi Saw. Menolak hukum syariah yang sudah pasti seperti kewajiban puasa, zakat, shalat dan ibadah haji, dsb yang dalilnya sudah qath’i.
Ketiga, Islam tidak melarang kaum Muslim bertetangga, berinteraksi dengan orang-orang kafir dalam masyarakat, interaksi sosial, seperti jual beli, kerjasama, bekerja, dsb selama diperbolehkan. Kecuali untuk menikah dengan wanita musyrik tentunya ini dilarang (kecuali ahli kitab), dan selain itu adalah dilarang. Keempat, berdakwah kepada mereka tentunya diwajibkan namun tidak memaksa. Dan ketika Daulah Islam sudah ditegakan maka membebaskan orang-orang kafir adalah menjadi sebuah kewajiban agar mereka beriman pada Allah, namun juga tidak memaksa, selama mereka tunduk terhadap kekuasaan Islam, maka Khalifah wajib memberikan keamana dan perlindungan bagi mereka. Namun lain halnya dengan kafir harbi (orang kafir yang menyerang Islam) tentu mereka harus dijauhi dan dilarang berinteraksi dengan mereka dalam bentuk apapun dan mereka harus diperangi jika menyerang.
Praktik Toleransi dalam Islam
Begitu panjang sejarah Islam selama 14 abad dan hasilnya terbukti bahwa Islam mampu bersanding dengan semua agama. Rasulullah ﷺ memperagakan toleransi dengan begitu apik sejak masanya. Islam memberikan gambaran dan tuntunan bagaimana menghargai dan menghormati pemeluk agama lain. Tidak memaksakan non Muslim untuk memeluk Islam. Bahkan Rasul Saw, pernah menjenguk orang Yahudi yang sedang sakit, melakukan transaksi dengan non-muslim, menghargai tetangga non-Muslim dsb.
Negara Islam pertama di Madinah yang mana Rasulullah ﷺ merupakan kepala negara. Telah meberikan kedamaian dan keamanan bagi semua rakyatnya tanpa memandang suku, ras, agama. Semua mendapatkan hak yang sama.
Islam juga mengajarkan bahwa penyimpangan dalam masalah pokok (ushul) tidak bisa ditoleransi, namun harus diluruskan. Namun , perbedaan dalam masalah cabang (furu’) harus dihargai dengan lapang dada, selama memiliki dasar pijakan.
Perlakuan adil negara Khilafah terhadap non-Muslim bukan sekedar konsep, namun benar-benar diaplikasikan. Bukan juga berdasar tuntutan toleransi ala barat, namun karena menerapkan hukum syariah Islam. T.W Arnold, dalam bukunya “The Preaching of Islam” , menuliskan sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki diberbagai provinsi Khilafah yang ada dibagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka. Perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen”.
Dan kemudian dituliskan pula bahwa dengan perlakuan Kekhilafahan Ottoman atas umat Kristiani selama dua abad lebih setelah penaklukan Yunani telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal didaratan Eropa. Dan mereka bersedia membayar atas kemerdekaan mereka dan tunduk terhadap hukum Islam, dengan penghargaan yang luar biasa terhadap para Sultan. Sesungguhnya jika ada yang mempersoalkan toleransi dalam Islam maka sesungguhnya merekalah yang tidak toleran. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghendaki Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam bisshawab
Sumber : Buletin Kaffah Edisi 069 14 Des 2018