Berhenti untuk dijadikan objek pembodohan adalah sebuah pilihan. Di zaman yang serbah canggih, di mana arus informasi begitu cepat dan mudah didapatkan, ketidaktahuan seakan bukan lagi menjadi “takdir”, melainkan sebuah pilihan yang kita ambil sendiri. Di era ini, kita hanya dihadapkan oleh dua pilihan, mau tau atau memilih untuk tidak mau tau alias masah bodo.
Besarnya arus informasi yang kita terima saat ini juga akhirnya justru membuat kita seakan “ignorance”. Belum lagi dengan banyaknya hoax yang berseliweran di halaman utama media sosial kita, semakin menambah perasaan dungu diri ini. Akhirnya keadaanlah yang memaksa kita untuk memilih jalan bersikap masah bodo dengan berbagai informasi itu. Lebih parah, kita justru memilih untuk menarohnya di sebuah tempat sampah.
Imbas dari prilaku seperti ini pada akhirnya hanya akan berujung pada kegamangan. Ketika dihadapkan pada situasi yang harus berada di salah satu pihak, karena kurangnya akumulasi informasi yang didapatkan maka perasaanlah yang digunakan sebagai landasan tindakannya. Atau kalau tidak begitu, akan kembali memilih jalur aman, yakini kembali bersikap masah bodo atas pilihan-pilihan tersebut.
Mungkin sebagian besar dari kita merasa beberapa tahun belakangan negeri ini seakan gaduh, namun kalau kita sadar bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi dari temuan-temuan dan pilihan-pilihan yang peradaban kita telah buat di tahun-tahun sebelumnya. Jadi jika kita ingin kembali seperti dulu (tidak gaduh), maka kita harus pilih jalan untuk membatalkan pilihan-pilihan yang telah kita buat dan membuang temuan-temuan yang telah kita ciptakan ke dalam tempat sampah. Pertanyaanya apakah itu bisa? Mustahil bukan?
Ditemukanya internet, smart phone, jaringan berkecepatan tinggi, komputer canggih, mesin pencarian, dan media sosiala, merupakan beberapa hal yang berhasil menstimulus kegaduhan-kegaduhan ini. Maka apakah bisa jika saat ini kita hidup tanpa berbagai temuan tersebut? Saya jawab bisa namun pasti akan sangat sulit. Maka dengan demikian berbagai konsekuensi dari berbagai pilihan da temuan yang berhasil kita dapatkan harus kita hadapi bersama karena hal tersebut merupakan dampak yang tak bisa dihindarkan.
Beberapa waktu yang lalu juga kita digaduhkan dengan ulah rezim saat ini yang berencana akan membubarkan sebuah ormas Islam (yang sekarang sudah resmi dibubarkan) atas tuduhan ormas anti Pancasila. Pemerintah juga mendengungkan sloga “NKRI Harga Mati” demi menggalang dukungan bahwa langkahnya merupakan bentuk manifestasi dari kepentingan nasional bangsa Indonesia. Bagi mereka yang memilih jalan sikap masah bodo akan mengamini atau menyetujui langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut. Bagaimana tidak demikian, rezim terus menerus menggaungkan narasi bahwa ormas tersebut merupakan ormas yang akan menghancurkan Indonesia. Maka sudah dipastikan mereka yang memilih jalam aman tersebut akan termakan dengan berabagi propaganda “ngawur” itu.
Memang pola seperti ini kerap kali dilakukan oleh berbagai pemerintahan di seluruh dunia, yakini mengatasnamakan “kepentingan nasional” (national interest) atau “keamanan nasional” (national security) demi mencapai tujuan-tujuan segelintir kelompok. Kerap kali pihak-pihak tersebut memainkan wacana kepentingan nasional atau keamanan nasional suatu negeri dengan memanfaatkan ikatan semu yang dikenal dengan nasionalisme. Ikatan ini kerap kali digunakan oleh pihak tersebut sebagai cara atau metode untuk menggalang simpati rakyat supaya langkah yang diambilnya tersebut didukung secara penuh. Padahal jika rakyat bisa menggali lebih dalam, langkah yang diambil oleh pihak-pihak tersebut (kerap kali dalam bentuk kebijakan) sama sekali tidak ada hubunganya dengan kepentingan maupun keamanan nasional negeri itu.
Namun berkat propaganda yang dilancarkan secara masif oleh pihak tersebut dikerenakan mereka telah menguasai berbagai instrumen untuk melakukan hal tersebut, maka propaganda yang setidak masuk akal apapun akhirnya diiyakan oleh masayarakat. Kita akhirnya digiring oleh mereka supaya ikut mengamini narasi yang berusaha mereka tanamkan di tengah-tengah masyarakat. Hanya mereka yang masih mempunyai keinginan dan kesempatan untuk menggali lebih dalam saja yang bisa membaca maksud sesungguhnya dari setiap keputusan yang mereka buat. Maka kita sebagai pihak yang masih memiliki kesempatan dan kemauaan sudah sepatutnya ikut mencerdaskan masayarakat tentang keputusan suatu pihak di negeri ini yang mengklaim bahwa keputusannya demi kepentingan nasional dan keamanan nasional. Kita harus menjabarka kepada masyarakat tentang apakah keputusan atau tindakan itu benar-bener manifestasi dari kepentingan nasional yang berakar pada kesejahteraan rakyat, atau jutru malah demi keegoisan pihak-pihak yang rakus yang memainkan semangat nasionalisme rakyat demi kepentingan pihaknya. Lalu pertanyaannya apakah benar pembubaran ormas baru-baru ini benar-bener mencerminkan kepentingan dan keamanan nasional negeri ini? Atau justru sebaliknya, kita telah dibodohi oleh pihak-pihak yang rakus karena ormas tersebut telah mengganggu agenda pembodohan rakyat yang dilakukan oleh pihak tersebut. Di sinilah ruang perdebatan seharusnya diletakan.
Muhammad Iskandar Syah