Sebelumnya Baca: Solidaritas Tanpa Batas Bagi Sesama Muslim I
Namun demikian, solidaritas muslim di seluruh dunia, termasuk di negeri ini dalam realitasnya hanya dilekatkan kepada bangsa Palestina saja. Kita seakan tuli, buta, dan bisu di saat yang bersamaan jika yang tertinds selain bangsa Palestina. Mungkin Rohingya pengecualian, namun isu Rohingya bisa panas karena media lokal menggaungkannya, jika tidak maka nasibnya akan sama seperti yang terjadi di Yaman dan Suriah ataupun Libya, dan negara-negara muslim lain yang sedang tertindas.
Dikutip dari Al Jazeera (7/1)Pada awal tahun ini, jumlah total korban Perang Yaman mencapai 10.000 jiwa dan 400.000 cidera. Jumlah pasti di akhir tahun ini tidak ada yang tahu, namun kemungkinan angkanya akan melonjak jauh. Ditambah lagi blokade dan serangan udara Saudi yang menyerang objek vital, seperti fasilitas-fasilitas umum menyebabkan korban perang di negara itu bukan hanya disebabkan oleh peluru maupun ledakan bom, namun lebih banyak disebabkan karena wabah kolera yang disebabkan hancurnya fasilitas sanitasi mereka, dan kelaparan karena blokade Saudi dan koalisinya yang menghentikan aliran bantuan kemanusiaan yang hendak mendistribusikan kebutuhan-kebutuhan pokok ke dalam Yaman.
Kita tahu bahwa perang tentunya akan mengakibatkan kelumpuhan dalam berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi karena tidak beroprasinya aktivitas produksi dan juga sektor pertanian karena warga di sana tidak bisa melakukan aktivitas pertanian. Sedangkan kita tahu bahwa kebutuhan dasar manusia, yakini makan dan minum dihasilkan dari aktivitas-aktivitas semacam itu, maka jika dalam peperangan tentu saja mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Maka satu-satunya pasokan kebutuhan mereka adalah dari bantuan pihak luar, dalam hal ini para NGO-NGO kemanusian. Sedangkan akses ke dalam Yaman di tutup oleh Saudi dan koalisinya, maka bencana kelaparan dan wabah penyakitpun tak bisa dihindarkan.
Mengutip dari ACT (Aksi Cepat Tanggap), sebuah NGO kemanusian yang berasal dari Indonesia itu memaparkan kronologi konflik di Yamani. Pada dasarnya setiap manusia tak pernah menginginkan konflik terjadi, namun demi meluruskan sebuah kesalahan, atau menghentikan sebuah kekuasaan yang diktator dan totaliter terkadang jalur konflik pun terpaksa ditempuh. Asumsi tersebut yang menurut ACT menjadi latar belakang meluasnya konflik di negara termiskin di wilayah Timur Tengah itu. Konflik Yaman telah membawa penduduk sipil terjebak dalam penderitaan yang dimulai dengan pertikaian negara-negara Arab Saudi dengan pemberontak Houthi. Berikut merupakan kronologi konflik Yaman yang coba dijelaskan oleh ACT melalui rangkaian peristiwa penting:
Pada 27 Januari 2011, hari itu merupakan hari pertama warga menuntut protes agar Presiden terpimpin Ali Abdullah Saleh untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden. Protes dan konflik mulai melus di Yaman. Korban jiwa pun berjatuhan sampai lebih dari 2 ribu jiwa. Akhirnya, Presiden Ali Abdullah Saleh pun mundur dari jabatannya. Kemudia di tanggal 24 Februari 2012, setahun setelah permulaan konflik, akhirnya Presiden baru ditunjuk oleh pihak oposisi Yaman. Presiden baru tak lain adalah wakil presiden sebelumnya, yakini Abd Rabbo Mansour Hadi–yang didukung oleh Saudi. Namun demikian, tetap saja Hadi tak mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan kembali memancing percikan-percikan konflik dinegeri itu. Ketidaktsabilan politik dan sosial ini dimanfaatkan oleh kelompok beraliran kiri Houthi untuk merebut kekuasaan pemerintah. Selama puluhan tahun, kelompok Houthi yang memang sudah terlibat lama konflik dengan pemerintah Yaman. Akhirnya keadaan Yaman makin tak kondusif karena pemberontak Hothi semakin kuat.
Lalu pada tanggal 17 September 2014, hari ini menjadi awal mula konflik Yaman yang masih terjadi hingga saat ini. Saat itu, pasukan Houthi melakukan pertempuran sengit dengan pasukan pemerintah Yaman di bawah kepemimpinan Hadi. Houthi menghujani Ibukota Sanaa dengan senjata mortir. Kemudian di tanggal 20 Januari 2015, pasukan Houthi semakin kuat dan menggebu berhasil menyerang Istana Perdana Menteri setelah sebelumnya menyerang Istana Presiden Yaman. Di tanggal 23 Januari 2015, setelah Istana Presiden Yaman berhasil diduduki oleh kelompok Houthi, Presiden Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi pun menyatakan mundur dari jabatannya. Setelah itu, Pasukan pemberontak Houthi membentuk pemerintahan baru namun tak mendapat dukungan dari sebagaian masyarakat Yaman.
Selanjutnya di tanggal 22 Februari 2015, Presiden Hadi berhasil melarikan diri dari kepungan Pemberontak Houthi di ibukota Sanna atas bantuan Dewan Keamanan PBB. Di tanggal 23 Maret 2015, dua hari pasca melarikan diri dari Sanaa, Presiden Hadi menyatakan menarik kembali pengunduran dirinya sebagai Presiden dan menetapkan Kota Aden sebagai Ibukota Yaman sementara. Kemudian sebulan berikutnya Presiden Hadi secara terbuka meminta pertolongan kepada negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab dipimpin oleh Kerajaan Arab Saudi untuk melawan pemberontak Houthi. Kemudia pada 26 Maret 2015, pasukan Liga Arab dipimpin oleh Raja Salman dari kerajaan Saudi menyanggupi permintaan Presiden Hadi dan mulai mengirimkan ratusan ribu tentaranya ke dalam Kota Sanaa untuk memukul mundur Houthi.
Sampai saat ini konflik Yaman masih terus terjadi. Sampai saat ini, telah bertahun-tahun konflik di Yaman yang membawa penderitaan berkepanjangan bagi warga sipil di sana. Jutaan warga Yaman telah mengungsi dan melarikan diri dari kejamnya derita konflik kemanusiaan yang menimpa negerinya. Ribuan jiwa telah menjadi korban ganasnya konflik tersebut. Namun demikian, Saudi dan koalisnyalah yang paling besar bertanggung jawab dalam konflik di sana.
Maka sebagai umat Islam yang satu tubuh, melihat penderitaan rakyat Yaman seharusnya kita ikut bersimpati seperti halnya penderitaan yang menimpa rakyat Palestina. Karena rakyat Yaman merupakan saudara seiman kita jua seperti halnya rakyat Palestina. Namun sayangnya, dalam realita konflik tersebut minim perhatian bahkan rakyat muslim di dunia maupun di negeri ini cenderung mengabaikan kondisi konflik di sana. Padahal kita tahu bahwa rakyat muslim di seluruh dunia bisa ikut bersolidaritas seperti halnya yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina.
Yaman adalah saudara kita maka jika solidaritas itu ditempatkan pada identitas “muslim” seharusnya kita bisa ikut bersimpati terhadap kondisi rakyat Yaman, bukan hanya terhadap Palestina. Beda halnya jika kita menganggap bahwa Yaman bukanlah saudara kita. Maka mari kita ikut menyuarakan solidaritas terhadap rakyat Yaman karena solidaritas terhadap muslim bukan hanya ditempatkan kepada Palestina,melainkan kepada segala bentuk penindasan yang menyasar umat Islam di muka bumi ini. [MIS]