Yaman sudah beberapa tahun ini mengalami konflik yang dicitrakan sebagai konflik sipil. Padahal dalam kenyataanya, konflik yang terjadi di sana merupakan konflik yang terjadi antara elit politik Yaman dengan warga yang dimobilisasi oleh kelompok Houthi. Houthi sendiri merupakan sebuah kelompok yang pada awalnya sama sekali tidak menggunakan senjata. Namun atas desakan dan dukungan situasi yang terjadi di sana, seketika kelompok itu melawan pemerintahan yang sah atas dukungan massa di sana.
Miliaran dolar hibis sudah demi menciptakan neraka di Yaman. Ribuan korban jiwa yang tidak bersalah telah mati dengan sia-sia. Bahkan lebih parah, wabah kolera dan kelaparan akut melanda negara itu, menyebabkan ratusan ribu jiwa terancam nyawanya. Pad Oktober lalu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) jumlah korban jiwa karena wabah kolera di Yaman mencapai 2.151 jiwa. Sedangkan kasus dugaan infeksi telah naik 33.102. Sebanyak 800.626 orang dari 22 provinsi dari total 23 provinsi di negeri itu telah terinfeksi menurut WHO dalam pernyataan yang dibagikan kepada media lokal. Sebagian besar korban yang meninggal dilaporkan berasal dari Provinsi Hajjah di Yaman Utara. Sedangkan sebagian besar kasus infeksi diketahui berasal dari Provinsi Hodeidah di pantai Laut Merah. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah kekuasaan gerilyawan Houthi. Komite Palang Merah Internasional memperkirakan wabah itu akan berdampak pada satu juta orang sampai akhir tahun ini.
Karena ulah Saudi yang mengebom fasilitas sipil, lebih dari separuh fasilitas kesehatan di Yaman tak berfungsi, dan sebanyak 15 juta orang tak memiliki akses ke air yang aman serta layanan kesehatan dasar. Hal tersebut juga telah mendorong negeri itu ke ambang kelaparan, dengan 385.000 anak diperkirakan menderita kurang gizi akut, menempatkan mereka pada risiko lebih besar untuk terserang kolera dan diare akut menurut badan-badan PBB.
Menurut Mark Lowcock, sekjen PBB untuk urusan kemanusiaan, mendesak koalisi pimpinan-Saudi untuk mencabut blokade negara yang dilanda konflik tersebut. Pada Senin (6/11), Saudi dan koalisinya telah menutup udara, darat dan laut ke Yaman setelah Houthi menembakkan rudal ke ibu kota Saudi, Riyadh. Hal tersebut menyebabkan Yaman menghadapi kelaparan terbesar di dunia dalam beberapa dekade dengan jutaan korban jika pengiriman bantuan tidak dilanjutkan.
Arab Saudi mengatakan blokade itu diperlukan untuk menghentikan pengiriman senjata oleh Iran kepada Houthi. Padahal bukti klami tersebut sangatlah lemah, kalau tak mau dibilang tidak ada. Iran sendiri membantah mempersenjatai Houthi, yang telah melawan koalisi pimpinan-Arab sejak tahun 2015. Lowcock mengatakan pada hari Rabu (8/11), setelah memberikan briefing pada Dewan Keamanan PBB mengenai masalah ini. Lowcock dilansir dari BBC, Kamis (9/11), “Saya telah mengatakan kepada dewan bahwa kecuali jika tindakan tersebut dicabut, akan ada kelaparan di Yaman, ini akan menjadi bencana kelaparan terbesar yang telah dialami dunia selama beberapa dekade dengan jutaan korban.”
PBB dan Palang Merah memperingatkan bahwa situasi bencana mengancam jutaan orang Yaman yang bergantung pada pengiriman bantuan yang menyelamatkan nyawa. Palang Merah mengatakan pengiriman tablet klorin, yang penting untuk memerangi epidemi kolera yang telah mempengaruhi lebih dari 900 ribu orang, telah diblokir. PBB mengatakan bahwa tujuh juta orang Yaman berada di ambang kelaparan. Negara ini bergantung pada impor (bantuan) untuk hampir semua kebutuhan warga sipil untuk keberlangsungan hidup mereka. Namun makanan, bahan bakar, dan juga obat-obatan tidak dapat masuk ke sana.
Riset yang dilakukan oleh Guardian yang dipublikasikan pada tahun lalu menunjukan bahwa, selama Maret 2015 hingga Agustus 2016, ada total 8.600 serangan Saudi dan koalisinya ke Yaman. Sebanyak 3.577 serangan di antaranya menghantam instansi militer. Sedangkan, 3.158 serangan berada di area non-militer. Serangan di area non-militer tersebut meluluhlantakkan berbagai fasilitas publik, sperti rumah, sekolah, rumah sakit, pasar, masjid, dan area berkumpulnya warga sipil lainnya. Berdasarkan catatan PBB, jumlah korban perang Yaman kini mencapai lebih dari 10.000 (hampir 4.000 di antaranya adalah warga sipil). Sedangkan 40.000 lainnya mengalai luka-luka.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Saudi tak hanya melancarkan serangan militer, akan tetapi negara ini juga menggunakan taktik blokade barang-barang penting agar tak ada suplai ke Yaman. Menurut Saudi, hal tersebut dilakukan untuk menekan pemberontak Houti, tapi yang terdampak justru meluas ke masyarakat sipil. Bahan pokok langka, masyarakat banyak yang mengandalkan pengganjal perut dan air bersih dari lembaga-lembaga kemanusiaan internasional—yang sayangnya juga kesulitan membawa segala yang dibutuhkan ke Yaman akibat blokade Saudi itu. Pada 2016 tak kalah buruknya, sekitar 4,5 juta anak-anak dan perempuan hamil atau yang sedang menyusui dilaporkan mengalami kekurangan gizi. Jumlahnya naik tajam, yakni 148 persen sejak akhir 2014. Ada 1,8 juta di antaranya menderita gizi buruk sedang (Moderate Acute Malnutrition). Sementara itu yang menderita gizi buruk akut (Severe Acute Aalnutrition) mencapai 463.000 anak. Angkanya meningkat lebih drastis lagi, yakni 200 persen sejak 2014 lalu.
Negara Islam Bergerak
Sungguh sangat disayangkan melihat isu Yaman ini. Berbeda dengan isu-isu lainnya yang menimpah negeri muslim yang ramai akan pemberitaan. Hal tersebut tidak berlaku bagi Yman, perang di sana seakan dilupakan bukan hanya oleh negara-negara muslim, melainkan juga dunia. Masyarakat Yaman seakan ditinggalkan oleh dunia muslim, bahkan justru negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab yang seharusnya melindungi umat Islam justru membantai saudara-saudar mereka di Yaman.
Hal tersebut tentu saja berbeda dengan apa yang dialami oleh bangsa muslim lain, misalnya saja penderitaan yang menimpa bangsa Palestina. Bangsa Palestina dibombardir oleh Israel, maka seketika dunia muslim bersatu untuk bersolidaritas dengan saudara-saudara kita di sana. Negara-negara Islam, bahkan negara bukan berpenduduk mayoritas muslimpun ikut bersolidaritas. Semua negara ikut meratapi nasib bangsa Palestina, termasuk negara kita. Namun di Yaman kita tidak ikut bersolidaritas, padahal Yaman juga saudara seiman kita, jikalau pun bukan saudara seiman setidaknya saudara dalam kemanusiaan seperti yang kerap kali digaungkan oleh para aktivis muslim.
Maka dibuthkan usaha yang konkert dari negara-negara Islam, termasuk bangsa Indonesia untuk segera membantu menyelesaikan konflik di sana. Atau kalau tidak, ikut berperan aktif untuk membujuk Saudi supaya lebih memiliki etika dalam perang. Negara-negara Islam harusnya bersatu seperti yang mereka lakukan saat menanggapi kliam sepihak Trump atas Palestina di dalam kerangka OKI. Namun faktanya, negara-negara muslim seakan tidak berkutik menghadapi Saudi yang melakukan kesewenang-wenangan di sana. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang kerap kali mengkalaim bahwa pihaknya menjadi aktor yang neteral haruslah membuktikan komitmen kemanusiaan yang diamanatkan dalam dasar negara kita, yakini “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Maka jika negara kita masih menghargai dasar negara kita, sudah seharusnya pemerintah Indonesia berperan serta secara aktif untuk membantu dan juga menyelesaikan konflik di Yaman. Selain itu, hal yang yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia juga ialah mendorong negara-negara muslim lain supaya bisa peduli dan konsern terhadap permasilahan kemanusiaan di Yaman sana. Mengingat bahwa rakyat Yaman juga saudara muslim kita dan juga saudara dalam kemanusiaan.
[MIS]