Pemimpin adalah cerminan dari suatu masyarakat. Slogan seperti ini kerap kali kita temui di dalam masyarakat, terutama masyarakat sosial media. Slogan tersebut datang dari kekecewaan sebagian masyarakat di negeri ini terhadap para pemimpin negaranya. Banyak dari mereka yang jauh dari kata sempurna di mata rakyat. Rakyat menghendaki bahwa meskipun manusia itu tidaklah sempurna, namun setidaknya para pemimpin yang bertugas untuk mengatur kehidupan mereka itu memiliki akhlak dan kemampuan melebihi rakyatnya.
Namun yang terjadi justru tidaklah demikian, mereka para pemimpin banyak mencerminkan perilaku yang jauh dari kata beradab dan berprikemanusiaan sebagaimana yang diamantkan oleh para pendiri bangsa dalam sebuah dasar negara yang disebuat Pancasila. Mereka berebut untuk mengaku sebagai kelompok atau golongan yang paling mencerminkan perilaku ‘Pancasilais’. Mereka dengan serampangan menuduh kelompok lain sebagai kelompok yang anti-Pancasila, kelompok intoleran dan berbagai penyebutan lain yang bermakan pejoratif. Tanpa berdasarkan bukti empiris dan standar definisi yang ‘ajeg’ mereka tanpa belas-kasih menyebarkan berbagai fintah ke lawan politiknya.
Tidak akan ada kemajuan bagi bangsa yang dipimpin oleh para politikus yang lebih mengedepankan nafsu dunia dibandingkan kebutuhan rakyat. Politikus yang tidak pernah menghargai sebuah perjanjian, pertemanan, dan nilai tidak akan pernah bisa untuk membawah negeri ini pada sebuah kondisi yang dikenal sebagai ‘kesejahteraan’. Mereka tanpa segan untuk melakukan berbagai cara demi sebuah kekuasaan. Tujuannya bukan lagi menyejahterakan, melainkan kekuasaan.
Perilaku-perilaku kotor dan pada dasarnya bertentangan dengan moral seakan dilegalkan. Suap, korupsi, nepotisme, dan lian sebagainya seakan menjadi pemandangan yang biasa dalam panggung perpolitikan di negeri ini. Mereka yang sudah menjadi tersangka tindak pidana korupsi pun masih bisa untuk tersenyum, seakan tidak merasa berasalah dan memiliki dosa.
Apakah mereka peranah berpikir bahwa tindaknya tersebut telah menyebabkan banyak dari rakyat di negeri ini menderita? Apakah mereka tidak merasa iba dengan penderitaan yang diemban oleh bangsa ini? Ataukah memang hati mereka sudah mati sehingga tidak pernah merasakan apa-apa lagin selain nafsu dunia?
Jiak ketidakadilan, kesenjangan, kemiskinan, kejahatan, kesewenang-wenangan, kedzoliman dan berbagai hal buruk lainnya menjadi hal yang biasa di suatu negeri, maka zaman baru sudah tidak akan lama lagi menanti. Zaman yang akan menumbangkan mereka yang memilih untuk bersifat pargmatis demi apa yang diiming-imingi oleh dunia.
Lihat bagiama kesewenang-wenangan Fir’aun membawah zaman baru yang dibawah oleh Nabi Musa AS. Lihat bagaimana kesewenang-wenangan Raja Namrud telah membawah zaman pencerahan oleh Nabi Ibrahim. Begitupun saat ini, cepat atau lambat jika para pemimpin di negeri ini terus melakukan berbagai kesewenang-wenangan terhadap rakyat, maka zaman baru itu akan segara hadir. Zaman yang akan menjungkirbalikan mereka yang dzolim terhadap para rakyatnya.