Menurut Boston Globe (28/07), Badan Keamanan Transportasi Amerika Serikat yang dikenal juga dengan nama TSA, saat ini sedang mendapat kecaman karena telah melakukan pengintaian terhadap warganya dalam berbagai penerbangan domestik negara itu. Pengintaian tersebut merupakan bagian dari sebuah program rahasia yang dikenal dengan nama “Quiet Skies” atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘Langit yang tenang’.
Program Quiet Skies merupakan sebuah program yang ditunjukan guna mengawasi penumpang yang sebenarnya tidak memiliki catatan kriminal apa pun dalam penerbangan domestik. Artinya, target pengawasan program tersebut merupakan orang-orang yang sama sekali tidak bersalah. Para petugas keamanan udara yang ditugaskan dalam program pengawasan itu telah menolak program ini, menurut Boston Globe.
TSA sendiri menyangkal bahwa pihaknya memakai stereotipe berdasarkan ras guna memilih penumpang untuk diawasi (melakukan diskriminasi). Badan tersebut berkilah bahwa pengintaian yang mereka lakukan adalah sebuah metode “praktis”. “Adanya peninjauan rutin dan manajemen aktif melalui kantor urusan hukum, privasi serta hak-hak sipil dan kebebasan sipil, program ini merupakan suatu metode praktis untuk menjauhkan terjadinya aksi terorisme di ketinggian 30.000 kaki,” terang lembaga tersebut kepada BBC (31/07).
Program “Quiet Skies”/Langit Tenang
Program Langit Tenang yang dijalankan oleh TSA merupakan sebuah program pengawasan yang ditunjukan kepada para pemumpang penerbangan domestik Amerika Serikat (AS) sebagai upaya pihak kemanan di negara tersebut untuk melakukan pencegahan secara dini serangan terorisme.
Melalui program “Quiet Skies”, petugas keamanan udara melakukan pengawasan kepada para pelancong dalam penerbangan dan melaporkan setiap gerak-gerik mencurigakan kepada TSA, demikian yang dilaporkan oleh Boston Globe pada Minggu (29/07). Para pelancong – yang kebanyakan merupakan warga negara Amerika Serikat sendiri – tidak masuk dalam daftar pengawasan teroris atau terlibat dalam tindakan menyimpang, berdasarkan informasi yang didapat harian tersebut
Mereka sama sekali tidak mendapatkan pemberitahuan bahwa mereka telah dimasukkan ke dalam daftar “Quiet Skies”, yang menurut Boston Globe berisi kurang dari 50 orang. Program tersebut merupakan operasi TSA yang dirahasiakan, namun program tersebut sudah ada sejak tahun 2010.
TSA Hendak Mencari Apa?
Program Quiet Skies tersebut menggunakan sebuah metode algoritma untuk menganalisis pola perjalanan seorang penumpang dan mempelajari berbagai kemungkinan afiliasi orang tersebut, sebagaimana yang disebutkan oleh Boston Globe. Setelah itu, pihak berwenang kemudian melihat data tersebut dan menentukan apakah penumpang itu perlu untuk ditindak lanjuti oleh petugas keamanan udara atau dibiarkan (yang berarti tidak ditemukan pola yang mencurigakan).
TSA sendiri dalam sebuah pernyataan yang disampaikan kepada BBC menyatakan bahwa, “Tujuan dari program ini adalah untuk memastikan para penumpang dan awak kabin berada dalam kondisi aman selama perjalanan udara,” TSA melanjutkan, “Program ini tidak memperhitungkan ras dan agama, dan program ini pula tidak dimaksudkan untuk mengawasi orang awam Amerika.”
Berdasarkan dokumen internal TSA yang dirilis oleh Boston Globe, para petugas keamanan udara melakukan tindakan observasi terhadap penumpang dalam beberapa unsur perilaku, antara lain: Kegelisahan berlebih, Berkeringat berlebih, Tatapan dingin yang tajam, Tatapan kosong, Gerakan menyentuh wajah, Seberapa lama waktu tidur dalam penerbangan, dan juga Penggunaan ponsel pintar.
Seorang juru bicara dari TSA mengatakan bahwa apabila seorang penumpang tidak menunjukkan perilaku ganjil dalam penerbangan dan penerbangan juga berjalan secara mulus, maka mereka tidak akan dihampiri atau ditangkap. TSA dituduh bersikap diskriminatif dengan hanya melakukan pengawasan kepada golongan tertentu. Namun TSA berkeras bahwa program ini tidak akan memperhitungkan faktor ras dan agama.
Boston Globe menyatakan bahwa bagaimanapun jua, ciri-ciri dalam menentukan penumpang yang masuk ke dalam “Quiet Skies” dalam doumen internal TSA tidak jelas. Beberapa narasumber menyampaikan kepada Boston Globe bahwa sebelumnya, petugas keamanan udara telah mengintai seorang pengusaha perempuan, seorang pramugari pesawat Southwest Airlines dan bahkan rekan sesama penegak hukum.
TSA mengatakan kepada BBC melalui surat elektronik bahwa mereka mengibaratkan “Quiet Skies” seperti patroli polisi di sudut jalan. “Desain inti dari program ini tidak berbeda dengan menempatkan seorang polisi dalam patroli di mana intelijen dan informasi lainnya dihadirkan untuk keperluan pengawasan dan penggentar.” TSA sendiri belum memberikan informasi mengenai tingkat keberhasilan program ini dalam menggagalkan rencana kriminal.
Apa sebenarnya TSA?
TSA sendiri dibentuk pada tahun 2001, persis sesaat setelah serangan teroris 11 September 2001 di New York, Washington dan Pennsylvania yang mengakibatkan kurang lebih sebanyak 3.000 orang meninggal dunia. Lembaga tersebut berada di bawah naungan Depertemen Keamanan Nasional Amerika, untuk menjaga sistem transportasi negara itu sebagai upaya untuk menghindari serangan serupa terjadi di masa mendatang.
BBC menyebutkan bahwa pada tahun 2018, lembaga tersebut berhasil mencapai rekor dengan memindai sekitar 72 juta penumpang dari 15 Maret hingga 15 April. Secara rata-rata setiap harinya, TSA melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 2,1 juta penumpang dan awak. Petugas keamanan udara yang dipersenjatai juga merupakan bagian dari lembaga ini.
Badan Federal Keamanan Udara bertugas melakukan investigasi dan bekerja untuk mendeteksi, menggentarkan, dan juga mengalahkan aksi teror. Lembaga ini telah berulang kali dikecam dan mendapatkan keluhan atas tindakan pemeriksaan yang melampaui batas dan mengganggu. Gangguan tersebut tentu saja gangguan dalam bentuk pemenuhan hak dasar setiap individu, yakni Hak Asasi Manusia, atau lebih speisifik hak terhadap privasi setiap orang.
[Boston Globe dan BBC]