“Allah melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengannya, kedua saksinya, dan penulisnya, lalu beliau bersabda, “mereka semua itu adalah sama“. (HR. Muslim)
Ibarat gali lubang tutup lubang, begitulah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan utang pemerintah selama ini lebih banyak digunakan untuk membayar atau mencicil utang di masa lalu, bukan untuk kegiatan produktif.
Hal ini ditunjukkan melalui data keseimbangan primer di RAPBN 2017 yang masih diproyeksikan defisit sebesar Rp 111,4 triliun akibat pendapatan negara lebih rendah dibanding belanja atau pengeluaran.
“Kita mengalami defisit keseimbangan primer Rp 111,4 triliun. APBN yang punya keseimbangan primer defisit dianggap APBN kurang sehat, jadi pengelolaan APBN harus hati-hati,” kata Sri Mulyani di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Ia menjelaskan, keseimbangan primer yang defisit menandakan pinjaman atau utang yang dilakukan untuk membayar bunga utang. “Indikator kita meminjam bukan untuk investasi, tapi untuk menservis utang masa lalu,” ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pelaku usaha atau investor, bahkan pemerintah sebuah negara, diakuinya bukan hanya melihat postur APBN dari sisi defisit anggaran saja, tapi juga defisit pada keseimbangan primer. Harapannya defisit mendekati nol atau bahkan positif.
“Jadi jika kemampuan APBN justru menjadi predator karena tidak bisa mendanai belanja dari penerimaan, maka itu tanda-tanda kondisi APBN yang perlu diperbaiki,” papar Sri Mulyani.
Indonesia, Ia menuturkan, harus mampu mengelola utang dengan tingkat suku bunga serendah mungkin berdasarkan inflasi. Kondisi ini berbeda dengan Amerika Serikat (AS) yang memiliki kemudahan berutang dengan suku bunga nol persen, dan Jepang yang menerapkan suku bunga negatif.
“Jadi ada negara yang pemerintahannya bukan bayar interest (bunga) kalau meminjam, malah dibayarin interest-nya oleh bond holders. Sedangkan Indonesia tidak punya kemewahan seperti itu, sehingga kita harus hati-hati dalam pengelolaan APBN kita,” jelas Sri Mulyani.
Dari data Kementerian Keuangan, pemerintah mengalokasikan pagu anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp 221,4 triliun di RAPBN 2017. Jumlah ini lebih tinggi dibanding APBN Perubahan 2016 yang dipatok Rp 191,2 triliun.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan total utang pemerintah pusat sampai dengan posisi Juni 2016 menembus Rp 3.362,74 triliun. Jumlah ini membengkak dari posisi utang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 3.323,36 triliun.
[Liputan6.com, 16/08/2016]
KOMENTAR
Di dalam Islam pinjam meminjam tentu saja dibolehkan,termasuk pinjam-meminjam dalam bentuk uang. Pinjam meminjam uang atau disebut utang-piutang merupakan salah satu bentuk upaya tolong menolong, baik bagi sesama muslim maupun umat manusia. Namnun utan-piutang akan menjadi haram tatkala dalam proses tersebut dikenakan sebuah tambahan atau sering kita sebut sebagai riba. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yg beriman, bertaqwalah kpd Allah & tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yg beriman. * Maka jika kamu tdk mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah & Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tdk menganiaya & tdk (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk orang yg memakan riba, yg mewakilkannya, penulisnya, & 2 orang saksinya, & Beliau bersabda, ‘Mereka itu sama (dalam dosa).” (Hadis Riwayat: Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jauhilah tujuh (7) perkara yg membinasakan. Mereka bertanya, ‘Ya Rasulullah, perkara apakah itu?’ Beliau bersabda: ‘Menyekutukan Allah SWT, sihir, membunuh jiwa yg diharamkan Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali dgn benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita mukmin yg menjaga diri.” (Muttafaqun ‘alaih).
Utang Riba adalah Haram
Maka sudah jelas bahwa riba merupakan suatu hal yang sangat dilarang dalam Islam. Setiap aturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia tentunya akan membawa kebaikan bagi kehidupan hamba-Nya, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Misalnya saja yang menimpa bangsa Indonesia saat ini, Indonesia telah masuk dalam jebakan hutang yang begitu dalam sehingga negara ini mendekati mustahil untuk bisa keluar dari jebakan ini secara baik-baik.
Setiap ganti pemerintahan, setiap itu pula utang indonesia ke lembaga-lembaga ribawi internasional terus meningkat. Hingga saat ini, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia dalam kabinet Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa 1 orang Indonesia menanggung beban utang sebesar Rp. 13 juta. Bayangkan seberapa besar utang Indonesia di lembaga-lembaga haram tersebut.
Pemerintah Indonesia saat ini banyak berhutang dana segara kepada lembaga donor internasional untuk menutupi bunga utang di masa lalu yang ditingggalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Demikian juga pemerintah selanjutnya, ia akan mewarisi utang yang jauh lebih besar lagi, begitu seterusnya. Hal ini jelas bahwa utang yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia merupakan upaya membunuh rakyatnya secara perlahan. Bagaimana tidak, rakyat Indonesia dibebani dengan berbagai pungutan hanya untuk membayar bunga utang yang tidak kunjung selesai. Tenaga mereka diperas habis demi membayar sesuatu yang bukanlah kewajibannya.
Ibaratnya, pemerintah Indonesia sedang melakukan gali lubang tutup lubang, ia berhutang kepada lembaga donor A untuk membayar bunga utang kepada lembaga donor B, dan bunga uatang lembaga donor A dibayarkan dari utang lagi ke lembaga donor C, dan begitu seterusnya hingga suatu waktu negeri ini tidak bisa bayar utang yang berujung kepada kesengsaraan rakyat dan hilangnya sumber daya alam kita.
Jebakan Utang
Jebakan utang merupakan salah satu cara dari para kaum imperealis untuk mengendalikan seuatu negeri. Dulu para penjajah begitu kasat mata saat mereka melakukan penjajahan di negeri-negeri kaum muslim, namun saat ini para penjajah tersebut mengelabuhi umat Islam di seluruh dunia dan meninabobokannya agar mereka tidak sadar bahawa mereka sedang dalam penjajahan. Hal ini bisa terjadi disebabkan umat Islam telah meninggalkan prinsip-prinsis Islam yang telah Allah SWT turunkan kepada umat manusia. Kita anggap bahwa kita lebih mengerti tentang dunia ini dan kita lupa atau pura-pura lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT lah pencipta dunia ini, dan kita tahu bahwa pencipta lebih paham akan ciptannya.
Manusia menganggap bahwa untuk mencapai kejayaan maka dibutuhkan pembangunan yang bersifat materil. Dari asumsi yang salah ini akhirnya banyak negeri-negeri muslim berhutang dengan cara riba yang tentu saja telah meninggalkan prinsip Islam. Akhirnya benar saja, bukan sebuah kejayaan yang didapatkan oleh negeri-negeri muslim, namun justru kesengsaraan seperti yang terjadi saat ini. Hal ini tentu saja disebabkan karena kita telah meninggalakan prinsip-prinsi Islam dalam kehidupan kita. [Yopi M]