Seorang yang berusaha mencari kebenaran merupakan ciri khas dari seorang yang disebut intelektual. Namun demikian, ada syarat lain yang mesti dipenuhi seseorang dianggap layak mendapatkan julukan tersebut, yakini ia senantiasa adil dan jujur dalam menyampaikan sebuah kebenaran. Ciri lainnya juga adalah seorang intelektual akan senantiasa beradu gagasan dengan pihak lain yang mengemban gagasan berbeda.
Namun saat ini, banyak ditemukan kasus mereka yang mengklaim dirinya intelek cenderung mengesampingkan kebenaran atau bahkan lebih parah, orang-orang ini kerap kali memaksakan kehendak mereka bukan dengan cara adu gagasan, namun justru kekerasan. Ide atau gagasan dari seorang intelektual sudah sepatutnya kita hargai. Terlebuh ide dan gagasan tersebut datang dari sari pati kitab suci Al Quar’an.
Maraknya pembubaran diskusi atau acara ceramah yang Islami menandakan kita tidak mengemban prinsip intelektualitas dalam menyebarkan sebuah ide ataupun gagasan. Ide atau gagasan disebarkan melalui sebuah kesadaran penuh dari sang penerima, bukan dengan cara kekerasan. Jika suatu ide dirasa lebih baik dengan ide lain, maka sudah sepatutnya ide tersebut harus diadu dalam kerangkan intelektulitas, bukan dengan merasa paling benar dan membunuh narasi perdebatan. Hal ini bukanlah sikap seorang intelektual.
Dibubarkannya sebuah organisasi masyaraka yang mengusung gagasan perubahan juga merupakan sebuah kefatalan dalam intelektualitas kita. Ormas ini sudah jelas mengusung sebuah gagasan dengan cara yang aman dan tentunya tanpa kekerasan, namun mengapa dibubarkan?. Seharusnya, jika mau “fair” pihak yang menentang, atau dalam hal ini pemerintah haruslah bertarung gagasan secara intelek untuk menumbangkan gagasan yang dibawah oleh ormas tersebut. Tapi dalam parekteknya tidak demikian, negara justru bertindak sewenang-wenang dengan segera menumbangkan organisasi tersebut ketika gelombang gagasan dari organisasi itu menyebar di tengah-tengah masayarakat kita.
Bagi mereka yang intelek akan sadar bahwa, pemerintah telah kalah dalam hal ini. Mengapa demikian? Organisasi ini menyebarkan gagasannya dengan cara yang intelek,bukan kekerasan. Banyak dari penduduk negeri ini yang mengemban ide tersebut karena ide yang diusung oleh organisasi ini merupakan ide Islam, di mana mayoritas penduduk dari negeri ini beragama Islam.
Sebaliknya, pemerintah tidak bisa menyaingi penyebaran gagasan untuk mengonter gagasan yang disebarkan dari ormas tersebut. Padahal kita tahu bahwa, pemerintah banyak memiliki instrumen untuk menghambat gerakan ide-ide tersebut. Namun dalam realitasnya, pemerintah tidak bisa menyaingi ide tersebut, hingga pada akhirnya pemerintah menggunakan cara yang sangat tidak intelek untuk menumbangkan gerakan dari ormas tersebut.
Lebih parah lagi, mereka yang merasa intelek pun banyak yang diam tatkala ormas tersebut ditumbangkan. Padahal seperti yang kita tahu bahwa, ormas tersebut dalam menyebarkan gagasan atau ide-idenya dengan cara yang sangat intelek. Hal ini berarti bahwa banyak intelektual di negeri ini yang pada dasarnya sama sekali bukanlah seorang intelektual sejati.
Intelektual bagi saya bukan melulu tentang karya-karya tulis ilmiah, lebih mulia dari itu, intelektual adalah mereka yang senantiasa adil dalam menyempaikan sebuah risalah kebenaran, tanpa memandang dari mana asal kebenaran tersebut. Baik dari golongnya, maupun dari pihak lain. Intelektual adal mereka yang dengan gigih memisahkan antara yang haq dan yang bathil. Semoga kita termasuk para intelektual yang dimaksudkan tersebut, intelektual yang akan menegakan kalimat tauhid di atas segalanya.
Jika kita ada di barisan tersebut, Insah Allah kita adalah golongan pemenang. Karena jika kita ada di golongan yang bersama dengan barisan Nabi Muhammad SAW, maka rintangan dan musuh setangguh apapun pada akhirnya kitalah pemenangnya. Dan setiap kemenangan pastinya selalu didahului dengan berabagai cobaan. Dan saat ini, kita sedang dicoba dengan cobaan tersebut, maka beruntunglah mereka yang bersabar karena diujung jalan ini Pasukan Allah lah yang akan menang. [ Muhammad Iskandar Syah]