Kontrovensi mengenai Bumi Datar mulai kembali mencuat sejak didengungkan oleh kelompok Flat Earth Society (juga dikenal sebagai International Flat Earth Society atau International Flat Earth Research Society). Kelompok ini adalah sebuah organisasi yang percaya bahwa bumi berbentuk datar, atau bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah yang kita pahami selama ini. Kelompok ini jelas menentang fakta bahwa bumi itu bulat. Organisasi ini di masa moder (saat ini) didirikan oleh seorang pria yang berasal dari Inggris pada 1956. Ia adalah Samuel Shenton, dan kemudian organisasi ini dipimpin oleh Charles K. Johnson, yang menjadikan rumahnya di Lancaster, California, sebagai basis organisasi. Organisasi ini tidak lagi aktif semenjak kematian Johnson pada 2001, namun baru-baru ini organisasi Flat Earth Society dimunculkan kembali oleh presiden barunya yang bernama Daniel Shenton.
Sebenarnya, kepercayaan mengani Bumi berbentuk datar merupakan ciri khas kosmologi kuno sampai sekitar abad ke-4 SM, ketika para filsuf Yunani kuno mulai berpendapat bahwa Bumi berbentuk bulat. Aristoteles adalah salah satu filsuf Yunani kuno dan merupakan salah satu pemikir pertama yang mengajukan pendapat tentang Bumi bulat pada 330 SM. Menjelang awal Abad Pertengahan, pengetahuan mengenai fakta bahwa Bumi itu bulat menyebar luas di seluruh Eropa. Begitu pun dengan peradaban Islam yang telah tercerahkan saat itu.
Baru-baru ini, konferensi tahunan para penganut teori bumi datar digelar untuk kali pertama. Acara tersebut dikenal dengan Flat Earth International Conference (FEIC) yang diselenggarakan di Raleigh, Carolina Utara, Amerika Serikat pada 9-10 November 2017. Konferensi tersebut mengklaim bahwa bentuk bumi adalah datar atau seperti bentuk cakram (piringan) dan bukanlah bulat seperti yang telah diakui para ilmuwan dunia selama ini. Salah satu dalil yang mereka kutip adalah bersumber dari Al Quran yang menyebutkan bahwa bumi adalah bentuk ‘hamparan’.
Lalu apakah benar Al Quran menyebutkan bahwa bumi tidak berbentuk bulat? Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, yang merupakan seorang Pakar Al Quran Indonesia mengatakan bahwa teori bumi datar tersebut hanya melihat bentuk bumi dari sisi pandangan mata saja. Namun jika dilihat secara keseluruhan (holistik), menurut dirinya, bumi tentulah berbentuk bulat.
Bapak Ahsin mengatakan bahwa ada beberapa ayat dalam Alquran yang mendukung teori bahwa Bumi berbentuk bulat. Menurutnya, seandainya bumi berbentuk cakram pun, tidak akan menambah keimanan kita. Demikian juga kalau kita ingkari tidak akan mengurangi keimanan kita. Jadi menurutnya, silakan saja berteori. Namun demikian menurut Bapak Ahsin saat dihubungi oleh Republika (24/11), ada tanda-tanda di dalam Alquran, yakni “takwir” atau “qurah”, yang artinya “bola atau lingkaran”.
Kiai Ahsin mengutip Al Quran bahwa dalam surat Az-Zumar ayat 5, menunjukkan jika bumi berbentuk seperti bola atau bulat. Bunyinya sebagai berikut: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan/menggilirkan (takwir) malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Ayat tersebut, menurut Kiai Ahsin “akwir” ini berarti ‘bola’ atau ‘menggelindang’. Karena bentuk bumi yang bulat itulah, waktu antara siang dan malam silih bergantian. Menurut sepengetahuannya, teori Big Bang menyebutkan asal mula terbentuknya bumi. Teori ini menyatakan jika alam semesta berasal dari kondisi super padat dan panas, yang kemudian meledak dan mengembang sekitar 13.700 miliar tahun yang lalu. Serpihan dari ledakan inilah yang kemudian membentuk bumi dan planet-planet lainnya.
Kemudian ia melanjutkan bahwa sementara ini, baik itu pakar dari Barat dan ulama kaum Muslimin menerima itu. Begitu meledak, partikel yang ada di ruang udara yang hampa itu tetap terus ada hingga kini. Bahkan menurutnya, sebagian ulama percaya bahwa partikel-partikel itu masih terus berjalan, yang akhirnya menjadi bumi. Kemudian Allah SWT menjadikan bumi dingin. Menurutnya, teori yang pertama kali ditemukan oleh Abbe Georges Lemaitre, seorang kosmolog yang berasal dari Belgia pada 1920-an ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Anbiya ayat 30. Yang mana disebutkan bahwa langit dan bumi pada awalnya menyatu.
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tiada juga beriman?” Kiai Ahsin juga menegaskan bahwa bumi berjalan mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi. Teori bumi berjalan dalam peredarannya, menurutnya Kiai Ahsin ditegaskan dalam surat An-Naml ayat 88, yang berbunyi: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sedangkan bulan mengitari Bumi seperti terkandung dalam surat Asy-Syam, ayat 1-2, yang berbunyi sebagai berikut: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya.” Kemudian, teori bumi berjalan dan tidak diam juga tercantum dalam surat Yasin ayat 38-40, dengan bunyi: “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Dari beberapa ayat tersebut dijelaskan bahwa semua benda langit termasuk bumi, bulan, matahari, berjalan sesuai garis edarnya. Dalam konteks ini, Kiai Akhsin mengatakan bahwa kata ‘Yasbahun’ atau ‘Yasbah’ memiliki arti ‘berenang’. Maksudnya, semua benda langit itu berenang di cakrawala alam semesta. Menurut tim tafsir ilmi Kementerian Agama saat berdiskusi dengan Almarhum Prof Umar Anggara Jenie selaku Ketua LIPI, mereka cenderung mengartikan ‘yasbaha’ dengan kata ‘berenang’ dan bukannya mengitari. Yang menjadi kekuasaan Allah, seluruh benda langit itu tidak saling bertabrakan dan bergerak pada garis edarnya masing-masing. Kemudian, Kiai Ahsi menambahkan fakta lain yang meneggaskan bahwa bumi itu bulat, yakini perbedaan waktu antara satu belahan bagian bumi dengan belahan lainnya.
Maka dari sini jelas bahwa klaim kelompok Bumi Datar yang mengatakan bahwa Al Quran mengamini keyakinan tidak ilmiah mereka adalah sebuah propaganda semata untuk menjauhkan umat Islam dari sains. Padahal Al Quran isi dan kandunganya penuh dengan ilmu pengetahuan. Dan hanya orang-orang durhaka terhadap Allah SWT lah yang hendak menyesatkan umat Islam dengan memelinter dan menerjemahakan ayat-ayat Allah SWT sesuai dengan hawah nafsu mereka.
Opini yang digaungkan oleh kelompok ini begitu massif, mereka dengan berbagai media berusaha menanamkan pengaruh pemahaman mereka yang anti Sains kepada umat Islam. Hal ini bukanlah tanpa alasan, mereka menginginkan supaya umat Islam terlihat terbelakang karena banyak mengamini pemahaman kelompok Flat Earth. Maka tak heran jika mereka kerap mengutip ayat Al Quran dengan penafsiran yang ngawur. Hal tersebut dilakukan supaya banyak umat Islam yang bersimpati. Maka semoga kita dijauhkan dari fitnah ini.
[Muhammad Iskandar Syah]