Apakah Tabungan haji Wajib Dizakati

Apakah Tabungan Haji Wajib Dizakati?

Posted on

Tanya :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh… Ustadz Afwan izin bertanya, kalau tabungan haji yang sudah ditahan di bank untuk haji, apa harus dizakati? (Agus Suryana, Bandung).

JAWAB :

Tools Broadcast WhatsApp

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dikaji lebih dulu manath (fakta) yang terkait tahapan transaksi dana haji antara calon haji dengan bank atau dengan Kemenag (pemerintah).

Ada empat tahap transaksi dana haji:

(1) Tahap Menabung, yaitu ketika saldo yang dimiliki calon haji di bank masih di bawah Rp 25 juta. Akad yang ada adalah akad antara calon haji dengan bank, yang menurut pemerintah, merupakan akad wadiah dan mudharabah. Pada tahap ini, uang tabungan dimanfaatkan oleh bank.

(2) Tahapan Pendaftaran Haji, yaitu jika saldo yang dimiliki calon haji sudah mencapai Rp 25 juta. Akad yang ada adalah akad antara calon haji dengan Kemenag (bukan lagi dengan bank), yang menurut pemerintah merupakan akad titipan (wadiah).

Meski sudah mendaftar haji, tapi tahun keberangkatan haji belum diketahui. Jika calon haji tidak jadi berangkat, misal karena meninggal dunia, maka uang dikembalikan. Pada tahap ini, uang dioptimalisasi oleh Kemenag.

(3) Tahap Pelunasan BPIH, yaitu tahap ketika calon haji melunasi BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji). Misal, pemerintah menetapkan BPIH besarnya Rp 35 juta (untuk tahun tertentu). Maka calon haji yang sudah mempunyai titipan Rp 25 juta harus menambah Rp 10 juta lagi.

Pada tahap ini, tarif BPIH dan tahun keberangkatan haji sudah diketahui dengan jelas. Di sinilah terjadi akad jasa haji antara calon haji dengan Kemenag. Pada tahap ini, uang langsung digunakan untuk penyelenggaraan haji oleh Kemenag.

(4) Tahap Pemberangkatan, yaitu tahap ketika calon haji berangkat ke Tanah Suci. Di sini akan ada biaya langsung dan biaya tak langsung. Total biayanya sekitar Rp 61,7 juta, dengan rincian : yang dibebankan kepada calon haji sebesar Rp 34,8 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 26,8 juta diambil dari hasil optimalisasi setoran haji awal yang besarnya Rp 25 juta (yang disetor oleh calon haji pada tahap ke-2, yaitu Tahap Pendaftaran Haji). (Lihat www.haji.kemenag.go.id; UU nomor 34 tahun 2014).

Berdasarkan kajian manath (fakta) empat tahapan di atas, dapat disimpulkan bahwa uang yang disetor oleh calon haji kepada bank, masih wajib dizakati jika tahapan transaksi dana haji yang ada masih berada pada dua tahap awal dari empat tahap transaksi dana haji, yaitu: (1) Tahap Menabung; dan (2) Tahap Pendaftaran Haji.

Pada dua tahap awal tersebut, dana haji wajib dizakati, karena masih dianggap milik calon haji, walau pun dana itu faktanya ada di tangan bank.

Adapun jika tahapan dana sudah berada tahap ketiga (Tahap Pelunasan BPIH), maka dana haji tidak wajib lagi dizakati karena sudah menjadi milik pemerintah, bukan lagi milik calon haji.

Jika dana haji masih berada pada dua tahap awal dari empat tahap transaksi dana haji, yaitu: (1) Tahap Menabung; dan (2) Tahap Pendaftaran Haji, bagaimanakah perhitungan zakatnya?

Zakatnya sebesar 2,5% dari total saldo di bank, jika sudah memenuhi nishab dan sudah berlalu haul (berlalu dalam satu tahun menurut tahun hijriyah).

Nishabnya menggunakan nishab perak (dirham), yaitu 200 dirham. Dengan asumsi 1 dirham = Rp 72.000 (menurut harga dirham versi Wakala Nusantara), maka nishabnya = Rp 14.400.000.

Haulnya dihitung sejak tanggal ketika saldo tabungan mencapai nishab untuk pertama kalinya.

Misal tanggal 1 Ramadhan 1441, saldo di bank masih Rp 10 juta, berarti belum mencapai nishab. Lalu tanggal 15 Ramadhan 1441, saldo menjadi Rp 20 juta, berarti sudah mencapai atau melampaui nishab (untuk pertama kalinya). Maka tanggal 15 Ramadhan 1441 itu disebut awal haul.

Akhir haul akan jatuh 1 tahun berikutnya, yaitu tanggal 15 Ramadhan 1442. Misalkan pada tanggal 15 Ramadhan 1442 itu saldonya tetap sebesar Rp 20 juta, maka zakatnya = 2,5% × Rp 20 juta = Rp 500.000.

Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 11 Mei 2020
KH. M. Shiddiq Al Jawi

virol tools instagram