Lingkar Cendekia (IG: @lingkar.cendekia)
Tepat pada 15 Mei 1948, sebanyak 750 ribu bangsa Palestina terusir dari tanah airnya. Mereka dipaksa untuk keluar dari tanah leluhurnya oleh rezim okuptasi zionis Israel. Pada awalnya wilayah Palestina merupakan wilayah yang di bawah kendali Kekhilafahan Ottoman di Turki. Kala itu, komposisi penduduk di sana terdiri dari 87% Muslim, 10% Nasrani, dan 3% Yahudi. Masa itu ketiga kepercayaan tersebut hidup bersama dengan harmonis.
Sejak Kongres Zionis Pertama di Basel pada 1897 yang dipimpin oleh Theodor Herzl, imigrasi Yahudi ke tanah Palestina secara intensif meningkat. Antara tahun 1920-1939, populasi Yahudi di wilayah Palestina sudah mencapai 320 ribu jiwa. Kemudian saat Perang Dunia Pertama meletus yang berakhir dengan kekalahan blok Poros, yang mana Ottoman berada di dalamnya, dan sejak saat itu wilayah Ottoman dibagi-bagi oleh Inggris dan Prancis. Wilayah Palestina dibawah mandat Inggris (British Mandate).
Dalam satu dekade kemudian mencul kembali perang besar, yakni Perang Dunia II. Dalam perang besar tersebut juga diikuti dengan peristiwa yang menyita simpati komunitas Eropa, yakni pembantian Yahudi oleh Nazi Jerman atau yang dikenal dengan sebutan “holocaust”. Pasca PD II, gerakan nasionalis anti kolonial banyak bermunculan yang berujung pada munculnya negara-negara baru. Hal ini dijadikan momentum bagi Zionis untuk mendirikan negara yang telah lama diimpi-impikannya.
Dengan ditaklukannya Jerman, semakin banyak kaum Yahudi yang bermigrasi dari Eropa Timur ke Palestina. Seketika tensi konflik di tanah suci bagi tiga agama tersebut meningkat, dan di tanggal 29 November 1947, Majelis Umum PBB meloloskan Resolusi 181–yang bertolak belakang dari keinginan bangsa Palestina–yang berisi pembagian wilayah Palestina antara Arab dan Yahudi. Arab atau bangsa Palestina hanya memperoleh 43% wilayah Palestina hal ini tentu saja membuat Liga Arab menolak resolusi tersebut dan akhirnya perang tidak bisa dihindari (Perang Arab-Israel 1948).
Pada 15 Mei 1948 sendiri pada dasarnya hari di mana Mandat Inggris atas wilayah Palestina berakhir, dan di saat yang sama David Ben-Gurion, selaku pemimpin dari World Zionist Organisation yang kemudian menjadi Perdana Menteri Pertama Israel mendeklarasikan berdirinya negara Israel. Oleh karena itu, di tanggal tersebut juga diperingati sebagai hari kemerdekaan Israel yang dikenal dengan sebutan Yom Ha’atzmaut.
Kala itu, sebanyak 750 ribu bangsa Palestina dipaksa untuk meninggalkan tanah airnya. Bagi bangsa Palestina hari itu dikenal dengan Nakba, atau malapeteka. Tidak lama setelah itu, Pemerintah Israel mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa Bangsa Palestina yang telah meninggalkan wilayahnya tidak memiliki hak untuk kembali dan mengklaim properti yang dimilikinya.
Tiga tahun pasca peristiwa tersebut, atau tepatnya tahun 1951, sekitar 700 ribu Yahudi meninggali negara baru tersebut. 19 tahun kemudian, yakni tahun 1967, Israel menduduki wilayah Tepi Barat dan Gaza. Di sana mereka membangun pemukiman ilegal bagi Yahudi di wilayah Palestina.
Saat ini, ada 6,5 juta anak cucu pengungsi Palestina yang berada di luar wilayah nenek moyangnya. Mereka menuntut hak mereka untuk bisa kembali ke tanah leluhurnya namun ditolak oleh Israel. Padahal pada 11 Desember 1948, PBB meloloskan sebuah Resolusi 194 yang menyatakan bahwa pengungsi Palestina dijamin untuk bisa menempati tanah airnya.
Kami dari Lingkar Cendekia berada dibarisan bangsa Palestina. Membela mereka untuk bisa kembali merebut tanah airnya dari jajahan Israel. Kami menolak segala bentuk penjajahan dan kesewenang-wenangan Israel terhadap bangsa Palestina. Kita membutuhkan sebuah institusi pembela hak rakyat Palestina atas wilayahnya, dan satu-satunya yang secara serius melakukan hal tersebut ialah Kekhilafahan. Maka Kekhilafahan adalah suatu keniscayaan jika ingin mengembalikan tanah Palestine kepada bangsa Arab.