sejarah palestina dan israel

Sejarah Palestina dan Israel

Posted on

Wilayah yang dikenal sebagai Palestina telah menjadi pusat perhatian selama ribuan tahun, dihormati oleh tiga agama besar—Yahudi, Kristen, dan Islam—dan diperebutkan oleh berbagai kekuatan sepanjang sejarah. Konflik antara Palestina dan Israel adalah salah satu isu paling kompleks dan berkepanjangan di dunia modern, dengan akar yang dalam pada sejarah, budaya, dan politik. Artikel ini bertujuan untuk memberikan narasi yang mendidik dan informatif tentang sejarah Palestina dan Israel, dengan fokus pada sumber dari penulis Muslim yang terpercaya untuk menyoroti perspektif yang sering kurang terdengar dalam wacana arus utama. Dengan menjelajahi periode dan peristiwa sejarah utama, artikel ini berupaya memberikan pemahaman yang seimbang tentang kompleksitas konflik ini, sebagaimana dijelaskan oleh cendekiawan seperti Edward Said, Ghada Karmi, dan Rashid Khalidi.

Sejarah Kuno

Wilayah Palestina telah dihuni sejak zaman prasejarah, dengan bukti pemukiman manusia sejak Zaman Batu. Kota Jericho, yang dianggap sebagai salah satu kota tertua di dunia, menjadi bukti awal kehidupan manusia di wilayah ini. Bangsa Kanaan mendiami wilayah ini sebelum ditaklukkan oleh bangsa Israel sekitar abad ke-13 SM. Wilayah ini kemudian menjadi Kerajaan Israel dan, setelah terpecah, menjadi kerajaan Israel dan Yehuda. Penaklukan Babilonia pada 586 SM menghancurkan Bait Suci Pertama di Yerusalem dan mengasingkan banyak orang Yahudi, sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Pengasingan Babilonia.

Tools Broadcast WhatsApp

Wilayah ini kemudian berada di bawah kekuasaan Persia, Yunani, dan Romawi. Pada masa Romawi, Pemberontakan Yahudi pada 66-73 M mengakibatkan kehancuran Bait Suci Kedua dan diaspora orang-orang Yahudi. Kekristenan juga muncul di wilayah ini, dengan kelahiran Yesus Kristus di Betlehem dan penyalibannya di Yerusalem. Lapisan sejarah awal ini menjadikan wilayah ini sebagai pusat spiritual dan budaya yang penting, sebagaimana dicatat dalam sumber-sumber seperti artikel dari IslamWeb.

Kekuasaan Islam

Pada tahun 634 M, pasukan Arab dari Kekhalifahan Rashidun menaklukkan Palestina, membawa Islam ke wilayah ini. Di bawah kekuasaan Umayyah (661-750 M) dan Abbasiyah (750-1258 M), Palestina berkembang sebagai pusat perdagangan, pembelajaran, dan keagamaan. Pembangunan Kubah Batu dan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada masa Umayyah tidak hanya menegaskan kehadiran Islam tetapi juga menunjukkan pencapaian arsitektur dan seni pada masa itu. Menurut IslamWeb, para cendekiawan dari Palestina berkontribusi pada penerjemahan dan pelestarian teks Yunani dan Romawi, yang penting untuk transmisi pengetahuan ke Eropa selama Abad Pertengahan.

Periode Perang Salib (1099-1291 M) membawa konflik, dengan pasukan Kristen Eropa mendirikan Kerajaan Yerusalem. Namun, pasukan Muslim di bawah Saladin merebut kembali Yerusalem pada 1187, dan pada 1291, Kesultanan Mamluk mengusir para Tentara Salib terakhir. Kekaisaran Ottoman menaklukkan Palestina pada 1516, membawa stabilitas relatif hingga awal abad ke-20. Selama periode ini, komunitas Muslim, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan, meskipun kadang-kadang terjadi ketegangan. Kebijakan Ottoman juga mendorong imigrasi Yahudi awal ke wilayah ini, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam NU Online.

Kebangkitan Zionisme dan Mandat Inggris

Akhir abad ke-19 menyaksikan munculnya Zionisme, sebuah gerakan yang bertujuan mendirikan tanah air Yahudi di Palestina, didorong oleh nasionalisme Eropa dan meningkatnya anti-Semitisme, seperti yang terjadi dalam Peristiwa Dreyfus dan pogrom di Eropa Timur. Deklarasi Balfour 1917, yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, menyatakan dukungan untuk pendirian “rumah nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina, meskipun mayoritas penduduknya adalah Arab. Hal ini memicu ketegangan, sebagaimana dicatat dalam artikel dari Kompaspedia.

Setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa memberikan mandat kepada Inggris untuk mengelola Palestina, dengan tujuan ganda untuk memfasilitasi imigrasi Yahudi dan melindungi hak-hak komunitas non-Yahudi. Namun, imigrasi Yahudi yang meningkat pesat menyebabkan konflik dengan penduduk Arab, yang khawatir akan pengusiran dan hilangnya tanah air mereka. Periode ini juga melihat munculnya nasionalisme Palestina, dengan tokoh seperti Haj Amin al-Husseini yang memperjuangkan hak-hak Arab.

Pendirian Israel dan Nakba

Pada 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab, dengan Yerusalem di bawah administrasi internasional. Rencana ini diterima oleh pemimpin Yahudi tetapi ditolak oleh pemimpin Arab, yang menganggapnya tidak adil terhadap mayoritas penduduk Arab. Perang Arab-Israel 1948 meletus, mengakibatkan pendirian negara Israel dan pengusiran sekitar 750.000 warga Palestina, sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Nakba (malapetaka). Banyak warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, menjadi pengungsi di negara tetangga seperti Yordania, Lebanon, dan Suriah.

Penulis Palestina seperti Ghada Karmi, dalam memoarnya In Search of Fatima, memberikan perspektif pribadi tentang periode ini. Karmi menceritakan pengalaman keluarganya yang terpaksa meninggalkan Yerusalem pada 1948, menyoroti trauma pengusiran dan perjuangan untuk membangun kembali kehidupan di pengasingan. Narasinya menggarisbawahi dampak manusiawi dari Nakba, sebuah perspektif yang sering diabaikan dalam narasi sejarah arus utama.

Konflik dan Upaya Perdamaian

Perang Enam Hari pada 1967 menjadi titik balik dalam konflik ini. Israel menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Yordania dan Mesir. Pendudukan ini telah menjadi isu sentral sejak saat itu, dengan Israel mendirikan pemukiman di wilayah-wilayah ini, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional. Perang ini juga memicu gelombang perlawanan Palestina, yang berpuncak pada Intifada Pertama (1987-1993), sebuah pemberontakan rakyat melawan pendudukan Israel.

Perjanjian Oslo pada 1990-an merupakan upaya signifikan untuk mencapai perdamaian, menghasilkan pembentukan Otoritas Palestina dan pemerintahan sendiri yang terbatas di sebagian wilayah Tepi Barat dan Gaza. Namun, proses ini terhenti, dan kekerasan berlanjut, termasuk Intifada Kedua (2000-2005). Perkembangan terbaru mencakup perluasan pemukiman Israel dan konflik berkala di Gaza, yang menyoroti kegagalan untuk mencapai resolusi yang langgeng, sebagaimana dianalisis oleh Rashid Khalidi dalam The Iron Cage.

Makna Budaya dan Agama

Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar. Bagi umat Yahudi, ini adalah lokasi Bait Suci kuno dan Tembok Barat. Bagi umat Kristen, ini adalah tempat penyaliban dan kebangkitan Yesus. Bagi umat Islam, ini adalah kota suci ketiga setelah Mekah dan Madinah, dengan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat dari mana Nabi Muhammad diyakini naik ke surga selama Perjalanan Malam. Pentingnya agama dan budaya wilayah ini menambah lapisan kompleksitas pada konflik, karena kedua belah pihak mengklaim hak historis dan spiritual atas tanah tersebut.

Edward Said, dalam The Question of Palestine, menekankan perlunya mengakui identitas dan sejarah Palestina dan israel, yang sering kali terpinggirkan dalam wacana Barat. Ia berargumen bahwa memahami perspektif Palestina adalah kunci untuk resolusi yang bermakna, sebuah pandangan yang didukung oleh Samih K. Farsoun dan Naseer Aruri dalam Palestine and the Palestinians.

Kesimpulan

Sejarah Palestina dan Israel adalah kisah panjang tentang penaklukan, koeksistensi, dan konflik. Pendirian Israel pada 1948 dan pengusiran warga Palestina selama Nakba telah membentuk konflik modern, yang tetap belum terselesaikan meskipun ada berbagai upaya perdamaian. Memahami sejarah ini dari berbagai perspektif, termasuk dari penulis Muslim seperti Edward Said, Ghada Karmi, Samih K. Farsoun, dan Rashid Khalidi, sangat penting untuk memahami kompleksitas isu ini dan emosi mendalam yang ditimbulkannya di kedua belah pihak.

Meskipun jalan menuju perdamaian tetap sulit, pengakuan terhadap sejarah bersama dan kemanusiaan dari warga Palestina dan Israel adalah langkah penting menuju rekonsiliasi. Seperti yang dikatakan Edward Said, “Kebenarannya adalah tidak ada perdamaian tanpa keadilan, tidak ada keamanan tanpa saling menghormati.” Dengan mempelajari narasi ini, kita dapat lebih memahami tantangan dan harapan untuk masa depan yang lebih adil.

Tabel Ringkasan Peristiwa Penting

PeriodePeristiwa UtamaDampak
Sejarah KunoPenaklukan Kanaan, Kerajaan Israel, Pengasingan Babilonia, Kekuasaan RomawiMenetapkan wilayah sebagai pusat spiritual dan budaya
Kekuasaan IslamPenaklukan Arab 634 M, Pembangunan Kubah Batu, Perang Salib, Kekuasaan OttomanPalestina berkembang sebagai pusat Islam, perdagangan, dan pembelajaran
Mandat InggrisDeklarasi Balfour 1917, Imigrasi Yahudi, Ketegangan Arab-YahudiMunculnya nasionalisme Palestina dan konflik awal
1948 dan NakbaPendirian Israel, Perang Arab-Israel, Pengusiran 750.000 warga PalestinaTrauma pengusiran dan awal konflik modern
1967 dan SetelahnyaPerang Enam Hari, Pendudukan, Intifada, Perjanjian OsloPendudukan berkelanjutan dan tantangan perdamaian

Catatan Akhir

Akar masalah Palestina adalah perampasan negeri Islam oleh entitas Yahudi. Artinya, eksistensi negara ilegal Israel adalah sumber masalahnya. Solusinya adalah jihad fi sabilillah untuk melawan perampasan negeri tersebut dan mendirikan Negara Khilafah yang akan menghapuskan Israel dan melindungi umat Islam.

Semoga Allah menyatukan kaum Muslim dalam satu kekuatan nyata, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan; yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling terpaut dan yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

virol tools instagram