Suriname merupakan salah satu negara yang terletak di Amerika Selatan. Republik Suriname (Surinam), dulu bernama Guyana Belanda atau Guiana Belanda. Suriname merupakan negara eks jajahan Belanda. Orang-orang Belanda telah berkuasa sejak tahun 1667. Sebelumnya, negara ini dijajah oleh bangsa Spanyol, Portugis, dan Inggris. Suriname baru memperoleh kemerdekaan pada tahun 1975. Adapun penduduk aslinya adalah orang Indian, etnis asli Benua Amerika. Negara ini berbatasan dengan wilayah Guyana Perancis di timur dan Guyana di barat. Sedangkan, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Brasil dan di utara dengan Samudra Atlantik.
Hal yang menarik dari negara ini ialah di sana terdapat sekitar 75.000 orang Jawa yang dibawa ke sana dari Hindia Belanda antara tahun 1890-1939. Dulu, Kerajaan Belanda sangat mengandalkan hasil perkebunan dari satu-satunya jajahan kerajaan itu di Amerika Latin. Ribuan budak pun didatangkan dari Afrika Barat sejak tahun 1700-an untuk dipekerjakan di berbagai perkebunan milik Belanda, seperti kebun tebu, kapas, cokelat, dan kopi.
Populasi Suriname terdiri dari beberapa macam kelompok etnis dan agama. Kelopok etnis terbesarnya ialah Hindustani. Menurut sensus penduduk pada tahun 1990, sekitar 143.640 orang (34,2%) adalah keturunan Hindustani, 132.300 orang (31,5%) adalah Kreol, 95.740 orang (22,8%) adalah orang Jawa, 35.700 orang (8,5%) merupakan keturunan Bushnegro, dan 7.560 orang dan (1,8%) adalah Amerindian.Sedangkan sisanya 5.040 orang (1,2%) merupakan keturunan Tionghoa, Eropa (Portugis, Belanda, Inggris), Yahudi Sefardim, Brasil, dan Libanon.
Menurut data statistik dari Biro Pusat Administrasi Kependudukan negara itu, jumlah penduduk Suriname pada sensus tahun 2003 tercatat sekitar 481.146 warga negara Suriname dengan rata-rata pertumbuhan penduduknya mencapai angka 1,3 %. Selain itu terdapat pula warga asing, di antaranya: orang Brasil (45.000), orang Guyana (40.000), dan lain-lain, yakini orang Karibia, orang Venezuela, orang Kolombia dan lain-lain mencapai angka 10.000 jiwa.
Sedangkan populasi penduduk Suriname yang mengacu pada sensus penduduk tahun 2004, adalah umat Hindu (27,4%), Kreol (17,7%), Bushnengro dan Marun (14,7%), Jawa (14,6%). Kelompok lain (6,5%), diantaranya: India, Cina, Boeroes (putih, petani), Yahudi Sefardim dan Yahudi Ashkenaz, Libanon, Brasil. Ada 12,5% berasal dari campuran dan sebesar 6,6% dari total populasi tidak terdata.
Selanjutnya, pada sensus ketujuh, tahun 2007, rasio antar-agama penduduk Suriname adalah 40,7% Kristen (Katolik Roma, Peerke Donders, Reformed, Protestan, Moravia), 19,9% Hindu, 13,5% Islam, 5,8% tradisional dan agama lainnya, 4,4% tak beragama, dan sejumlah 15,7% tidak terdata.
Islam di Suriname
Populasi Islam di Suriname bisa dihitung cukup banyak, yakini 13,5% di 2007 dan di tahun 2012 angkanya meningkat menjadi 13,9%. Meskipun peningkatannya tidak begitu signifikan, namun persentase tersebut merupakan tertinggi di wilayah Amerika Latin. Meskipun begitu, pelan tapi pasti mulai banyak punduduk Suriname yang memeluk agama Islam. Negara ini juga merupakan salah satu anggota Organisasi Konferensi Islam yang berarti bahwa terdapat umat Islam di negara tersebut.
Kemudian, dari manakah asal usul masuknya Islam ke negara ini? Mengutip dari Republika (23/02), orang-orang (budak) Afrika Barat yang dulu saat penjajahan Belanda ke Suriname inilah yang membawa agama Islam pertama ke negara tersebut. Meskipun begitu, spekuasi tersebut masih diragukan kebenarannya, mengingat masih sedikitnya bukti yang mendukung hal tersebut. Spekulasi lain masuknya Islam ke negara tersebut ialah datang dari Asia Selatan dan Indonesia. Hal ini dilihat dari proporsi populasi Islam di suriname yang mayoritas adalah etnis dari wilayah tersebut. Karkteristik Islam di Suriname juga mirip dengan apa Islam di wilayah yang telah disebutkan. Hal ini semakin mempertegas klaim tersebut.
Suriname merupakan salah satu negara yang menjungjung tinggi toleransi. Meskipun di sana terdiri diri dari berbagai macam etnis dan agama, namun kedamaian di sana bisa dibilang baik. Carlo K. Dwarka Panday, selaku manajer Hotel Krasnapolsky Paramaribo, sependapat dengan hal tersebut. Menurut dirinya, berbeda di negara lain, misalnya di India yang kerap terjadi pertikaian antara penganut Hindu dan Islam. Hal itu menurut dirinya tidak terjadi di Suriname.
Selain hal tersebut, bentuk toleransi yang lain dapat dilihat di pusat Kota Paramaribo Suriname, yakini Masjid Anjumann Ishaat Islam. Masjid ini berdiri berdampingan dengan sebuah sinagog Yahudi dan selama ini tidak pernah ada pertikaian di antara kedua penganut agama tersebut.
Menurut Dr Isaac Jamaluddin selaku ketua Majelis Muslimin Suriname yang dikutip dari Republika (23/02), salah satu organisasi Islam terbesar di Suriname, agama Islam berkembang pesat di sana. Menurutnya juga bahwa warga Muslim di sana tidak kendur dalam mempelajari Islam, bahkan justru semakin antusias mempelajari ajaran agama. Namun begitu, mereka masih menemui kendala dalam menyebarkan ajaran Islam di negara tersebut, yakini pengajaran agama Islam terbentur oleh keterbatasan tenaga pengajar agama serta material yang diperlukan, seperti halnya buku-buku agama.
Masalah tersebut belum sepenuhnya teratasi, mengingat dana yang juga terbatas. Menurut Jamaluddin, tidak seperti umat lain, mayoritas umat Islam di sana berasal dari kelas menengah ke bawah. Sehingga, hal tersebut terkadang menjadi kesulitan tersendiri bagi komunitas muslim di sana untuk memenuhi keperluan yang menunjang pengajaran agama Islam di sana. Oleh karena itu, pihaknya juga mengharapkan bantuan dari lembaga serta negara Islam di dunia, terutama dalam penyediaan tenaga guru agama dan material pengajaran tadi.
Jamaluddin juga meminta masalah ini menjadi perhatian bersama (negara-negara Islam). Terlebih, mengingat fakta di sana bahwa selama ini umat agama lain, yakni Kristen dan Hindu, banyak mendapat dukungan dari Belanda, Amerika, serta India. Sedangkan Islam di sana seakan dilupakan oleh negara-negara muslim lain.
Oleh kerena itu, diharapkan kedepannya negara-negara Muslim, termasuk negara kita bisa lebih meningkatkan kerjasama dalam mendukung perkembangan dakwah Islam di sana, baik dengan mengirimkan guru-guru agama, maupun donasi secara material. [Muhammad Iskandar Syah]