Tatkala ditanyai mengani tanggapannya terkait aturan tersebut, Justin Trudeau selaku Perdana Menteri Kanada menegaskan bahwa dirinya akan terus memastikan bahwa seluruh hak warganya terlindungi oleh piagam HAM negara yang terletak di utara Amerika Serikat tersebut. Pengesahan aturan pelarangan cadar itu pun memicu kritikan dari sejumlah kelompok pengamat HAM yang selama ini menganggap bahwa ekstremis sayap kanan (ultra kanan) dan beberapa media lokal berupaya menargetkan minoritas Muslim di Quebec dalam beberapa tahun terakhir ini.
Baca Sebelumnya Larangan Cadar di Barat I
Dewan Nasional Muslim Kanada telah mengatakan bahwa pihaknya sangat prihatin dan kecewa atas pelegalan undang-undang itu. Badan tersebut berencana untuk mencari upaya secara hukum untuk menentang aturan yang diskriminatif tersebut.
Direktur eksekutif dewan itu, Ihsaan Gardee, seperti yang dikutip dari Reuters mengatakan, “Perundang-undangan ini adalah pelanggaran kebebasan beragama yang tidak dapat dibenarkan dan dibiarkan.” Sentimen Islamopobia memang dilaporkan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini di Kanada dan sejumlah negara Barat lainnya. Seiring dengan maraknya serangan teror yang mengatasnamakan Islam dan umat Muslim di berbagai belahan dunia, ditambah lagi dengan munculnya kelompok ISIS yang sama sekali tidak mencerminkan tindakan maupun ajaran Islam yang penuh dengan perdamian.
Misalnya saja kasus tewasnya 6 orang dalam penembakan di salah satu masjid di Quebec pada Januari tahun ini pun menguatkan besarnya sentimen Islamopobia di tengah-tengah masyarakat Amerika Utara itu.
Pelrangan cadar lain juga dipertontonkan oleh Parlemen Belanda. Negara yang pernah menjajah Indonesia itu meloloskan rancangan kebijakan yang sangat diskriminatif, yakni yang berisi larangan pemakaian cadar di sejumlah ruang publik di negara itu. Para anggota dewan negara itu menilai bahwa kebijakan tersebut begitu penting untuk meningkatkan keamanan dalam negeri itu. Namun begitu, mereka juga khawatir bahwa hal tersebut akan memicu sentimen anti-Muslim di Negara 10 Tulip itu.
Rancangan undang-undang tersebut berhasil lolos melalui pemungutan suara di majelis rendah Belanda, namun meskipun begitu RUU tersebut tidak dapat disahkan tanpa persetujuan dari Senat di sana. Kebijakan itu seperti halnya kebijakan semacam di negara lainnya, yakni melarang pakaian apapun yang dilengkapi dengan bahan yang dapat menyembunyikan wajah, termasuk burqa dan niqab. Pelarangan tersebut berlaku di sejumlah tempat umum, seperti gedung pemerintah, transportasi umum, sekolah dan juga rumah sakit. Tidak hanya pelarangan terhadap cadar, RUU itu juga melarang berbagai atribut yang dapat menutup wajah, termasuk topeng ski dan juga helm. Pemerintah Belanda ketika memperkenalkan kebijakan tersebut menyatakan, “Setiap orang berhak mengenakan pakaian yang ia inginkan. Kebebasan itu hanya dibatasi di tempat yang penting untuk menunjukkan identitas satu sama lain, sebagai contoh untuk memastikan pelayanan keamanan yang baik.”
Situs berita Reuters menyebutkan bahwa hanya sedikit wanita di Belanda yang mengenakan cadar. Meskipun begitu, RUU ini telah lama digenjot oleh pihak oposisi, yaitu Partai Kebebasan, yang dipimpin Geert Wilders, tokoh yang terkenal begitu anti-Islam. Orang ini (Wilders) dilaporkan memimpin berbagai jajak pendapat menjelang pemilihan umum yang akan digelar pada Maret mendatang. Seperti yang telah disebutkan di atas, pemakaian burqa dan niqab ini telah banyak memicu perdebatan di antara pemerhati kebebasan agama dan kaum sekular di Benua Biru Eropa. Masih terdapat pandangan negatif terhadap pemakai atribut itu di Eropa. Cadar yang menutupi wajah masih dianggap sebagai simbol penindasan terhadap wanita dan pakaian asing bagi pandangan Barat. Dua negara Eropa lainnya seperti, Perancis dan Belgia, telah terlebih dulu menerapkan larangan pemakaian cadar di tempat publik. Larangan yang semisal juga diterapkan oleh sejumlah pemerintah provinsi di seluruh negara Eropa lainnya.
Jika RUU itu disahkan oleh senat di Belanda, maka warga yang melanggar kebijakan itu akan dapat dikenakan denda sebesar 405 euro, atau setara dengan Rp. 5,8 juta. Para penentang kebijakan diskriminatif terhadap muslim itu menuding bahwa Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, yang beraliran tengah-kanan, menggodok RUU pelarangan cadar untuk merebut dukungan dari warga anti-Muslim, sehingga nantinya tidak dikalahkan oleh Wilders dalam pemilu mendatang.
Baca Selanjutnya Larangan Cadar di Barat III