Lanjutan Kereta Peninggalan Kekhilafahan Ottoman I
Ketika kereta berderik, merangkak pelan, melewati pinggiran kota Amman, panoramanya tidak bagus-bagus amat. Uniknya, jalur kereta bersejarah ini kadang-kadang bersanding dengan jalan raya modern, atau terkadang pula memotongnya. Di sebuah persimpangan kami berbelok melewati mobil-mobil yang diparkir, sebuah truk pick-up yang sarat dengan kotak berisi buah-buahan, serta beberapa ayam jantan yang mengais-ngais makanan di trotoar.
Seorang lelaki tua dan cucunya mengintip kami melalui lubang di dinding. Anak-anak kecil berlari ke kereta, lalu melemparkan cangkir plastik ke arah kami, dan ada pula yang menutup telinga ketika suara derita berlomba dengan kebisingan jalanan kota Amman. Tidak masalah: anak-anak di kereta api tetap menyenangkan. Banyak dari mereka, saya tahu, adalah anak-anak dari Amman, yang sepertinya gembira melihat kota mereka dengan perspektif yang berbeda. Dan ada satu kelompok kecil anak-anak- yang memancarkan senyuman lebar – adalah pengungsi Suriah. Bagi anak-anak itu semua, perjalanan kereta di atas jalur Hejaz ini adalah petualangan.
Di dalam gerbong penumpang, sementara itu, sebuah pesta sedang disiapkan. Para perempuan itu membunyikan musik, dengan volume tinggi, pada alat memutar musik berukuran kecil yang mereka bawa. Ketika saya melewati salah-satu gerbong, para perempuan itu berdiri dan menari. Mereka larut dalam tawa, dan sebagian ada yang merasa malu, ketika saya masuk ke dalam. Sebagian menggelengkan kepala mereka, seraya terkekeh, ketika saya bertanya apakah saya bisa mengambil gambar mereka. Dua jam kemudian, kereta akhirnya tiba di stasiun Al-Jizah, dan semua orang keluar, menuju meja di bawah naungan pohon-pohon zaitun.
Lalu botol minuman teh dikeluarkan; begitu juga manakish (sejenis kue datar seperti pizza) yang diberi za’atar diatasnya, mo’ajanat (kue kering yang digoreng, lalu digulung) dan falafel. Di sekitar belakang stasiun, para remaja menikmati hookah yang sengaja mereka bawa untuk acara ini. Inilah perjalanan naik kereta api yang mereka nikmati saat ini: untuk jalan-jalan dan berbagi kesenangan. Tetapi ada harapan lebih, seperti pada masa kejayaannya, jalur kereta api Hejaz bisa menjadi sesuatu yang lebih.
Pertama, ada potensi praktisnya: ada 600.000 orang melakukan perjalanan sejauh 30km dari Zarqa ke Amman setiap hari, kata Nalshik, tetapi hanya ada sedikit angkutan umum. Sebuah studi kelayakan sedang dilakukan untuk melihat apakah merehabilitasi jalur kereta api Kereta Api Hejaz antara dua kota ini dapat mengurangi masalah lalu lintas. Ambisi lainnya: memperkenalkan kepada lebih banyak orang perihal sejarah jalur kereta api Hejaz. “Begitu banyak orang lewat di depannya dan tidak tahu bahwa stasiun ini ada, dan sudah beroperasi selama 110 tahun,” kata Nalshik. “Saya siap membantu mendayagunakannya sekaligus memajukan pariwisata di Yordania.”
Tujuan lain yang tidak kalah penting, yaitu mengupayakan agar jalur kereta ini terdaftar dalam Warisan Dunia UNESCO; Arab Saudi sudah mengajukannya untuk dipertimbangkan pada tahun 2015. Arab Saudi, yang dilalui jalur kereta api bersejarah itu, belum menghidupkan kembali jalur tersebut, tetapi telah memiliki museum dan menganggap sejarah kereta api merupakan peninggalan penting perjalanan negara itu. Di Amman, sebuah museum baru sedang dibangun di komplek stasiun, sebuah bangunan seluas 3.000 meter persegi yang diperkirakan akan selesai pada akhir 2018. Museum itu didanai oleh pemerintah Turki. Tampaknya sulit membayangkan suatu saat ketika kereta api akan kembali membawa wisatawan dari Suriah ke Arab Saudi. Tetapi selama warisan bersejarah jalur kereta api Hejaz tetap hidup – dan diakui – akan membuat harapan dan potensi itu tetap terpelihara.
[BBC Indonesia]
Selesai