Mengutip berita dari ANTARA News, negara-negara Arab dan masyarakat Muslim di seantero Timur Tengah pada Rabu (6/12) mengecam sikap Donald Trump selaku presiden Amerika Serikat yang mengatakan bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel saat pidato kenegaraan di Gedung Putih, Washington. Umat Islam di negara-negara Arab sebagian besar Menilai bahwa pengakuan itu sebagai langkah yang memanas-manasi wilayah yang tengah bergejolak. Mahmoud Abbas, selaku presiden Palestina, dalam pidato yang telah direkam sebelumnya, mengatakan bahwa Yerusalem merupakan “ibu kota abadi Negara Palestina” dan bahwa langkah Trump itu sama saja dengan Amerika Serikat sedang melepaskan peranannya sebagai penengah perdamaian,” ujarnya.
Negara-negara Eropa yang direpresentasikan oleh organisasi regionalnya, yakini Uni Eropa merasa kahwatir atas pidato Trump tersebut. Begitu pula dengan organisasi internasional terbesar di dunia, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyuarakan kehawatiran atas keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem. Tak hanya itu, mereka juga mengkhawatirkan akibat yang ditimbulkan Trump terhadap upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian antara Israel dan juga negara Palestina. Pada dasarnya banyak negara sekutu Amerika juga menentang kebijakan AS tersebut.Prancis salah satunya, negara ini menentang keputusan “sepihak” yang dilakukan oleh AS tersebut. Di saat yang sama juga, Prancis meminta agar semua pihak di kawasan tetap tenang untuk merespon hal tersebut.
Demikian juga dengan Inggris, negara imprealis tua ini mengatakan bahwa langkah Trump itu tidak membantu upaya perdamaian dan bahwa Yerusalem pada akhirnya harus dibagi untuk Israel dan negara Palestina di masa depan (two satate solution). Jerman juga menyatakan bahwa status Yerusalem harus ditentukan melalui kerangka penyelesaian dua-negara (two satate solution).
Michel Aoun, selaku presiden Lebanon, mengatakan pengakuan atas Yerusalem merupakan keputusan yang berbahaya dan mengancam kredibilitas Amerika selaku mediator perdamaian di wilayah Timur Tengah yang selama ini telah negara itu citrakan. Presiden Lebanon itu juga mengatakan bahwa langkah tersebut akan memundurkan proses perdamaian berpuluh-puluh tahun ke belakang, serta mengancam stabilitas kawasan, dan tak menutup kemungkinan stabilitas internasional. Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, sebagai Menteri Luar Negeri Qatar, mengatakan bahwasanya pengakuan Trump atas Yerusalem merupakan “hukuman mati bagi siapa pun yang mengupayakan perdamaian” dan menyebut langkah itu sebagai “peningkatan (ketegangan) yang berbahaya” ujarnya.
Demikian juga dengan Mesir, negara yang mengajukan kesepakatan perdamaian pertama antara Arab dan Israel pada 1979 ini menentang keputusan Presiden Amerika itu dan mengatakan bahwa pengakuan Trump tersebut tidak mengubah status hukum Yerusalem yang disengketakan oleh Israel dan Palestina. Tak terkeculai bagi Jordania, negara Arab kedua yang membuat perdamaian dengan Israel pada 1994 ini juga mengatakan bahwa langkah Presiden AS tersebut merupakan tindakan yang “gugur secara hukum” karena keputusannya itu merupakan penguatan terhadap pendudukan Israel di wilayah timur Yarusalem, yang disengketakan dalam perang Timur Tengah di tahun 1967.
Turki sebagai negara yang memiliki hubungan dagang yang intens dengan Israel menyebut pengakuan Presiden AS atas Yerusalem tersebut sebagai langkah “yang tidak bertanggung jawab”. Iran sebagai negara yang secara terang-terangan membenci Israel begitu marah atas tindakan Trump tersebut. Iran “sangat mengutuk” langkah Presiden AS tersebut karena pengakuannya itu melanggar beberapa resolusi PBB terkait konflik Israel-Palestina. Pemimpin Agung negara itu, Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya telah mengatakan bahwa Amerika sedang berupaya menimbulkan ketidakstabilan di kawasan dan memulai perang untuk melindungi keamanan Israel di wilayah tersebut.
Begitupun dengan langkah negara Eropa, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan ia tidak mendukung langkah “sepihak” Presiden Amerika tersebut. Ia mengatkan bahwa keputusan ini patut disayangkan dan Prancis tidak setuju (akan hal tersebut). (Pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel) bertentangan dengan semua resolusi Dewan Keamanan PBB. Macron juga menambahkan bahwa status Yerusalem merupakan masalah keamanan internasional yang mengkhawatirkan masyarakat internasional. Status Yerusalem harus ditentukan oleh Israel dan Palestina dalam kerangka perundingan di bawah pengawasan PBB tentunya.
Antonio Guterres, selaku Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa tidak ada alternatif terhadap penyelesaian dua-negara antara Israel dan Palestina dan bahwa Yerusalem merupakan masalah penentuan status yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua negara tersebut.
Sika berlawanan terlihat di negara Israel, pemerintah Israel tentu saja menyambut baik langkah Trump tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dalam pesan melalui video yang direkam sebelumnya, mengatakan bahwa pengakuan Trump itu merupakan “sebuah langkah penting menuju perdamaian” dan “tujuan Israel sejak semula.” Ia juga menambahkan bahwa kesepakatan perdamaian dengan Palestina harus juga mencakup pengakuan bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel dan ia mendesak semua negara untuk mengikuti langkah yang telah dicontohkan Amerika tersebut.
Sedangkan Indonesia sebagai negara yang senantiasa memperjuangkan kepentingan Palestina, diwakili oleh Presiden Republik Indonesia Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Presiden AS itu terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Menurut Jokowi, Pemerintah Indonesia telah meminta Amerika Serikat mempertimbangkan kembali langkah kontroversialnya tersebut. Dalam jumpa pers pada Kamis (7/12) di Istana Bogor mengatakan, “Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut”. Jokowi juga menambahkan bahwa pengakuan sepihak tersebut melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB yang Amerika Serikat sendiri menjadi anggota tetapnya di dalamnya. Hal ini tentu bisa berakibat mengancam stabilitas keamanan dunia, terang Presiden Indonesia tersebut.
Dengan sikapnya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Presiden AS itu telah menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan peringatan yang berdatangan dari seluruh dunia bahwa pengakuan itu berisiko menimbulkan konflik memburuk terhadap situasi di Timur Tengah, yang sudah ricuh. Yerusalem merupakan kota suci bagi para penganut agama-agama Semitik, yakini Islam, Yahudi dan Kristen. Wilayah timur kota Yarusalem direbut oleh Israel dalam perang 1967 dan dinyatakan oleh Palestina sebagai ibu kota negara independen mereka kelak. Maka tidak heran jika kota ini sepanjang sejarah umat manusia selalu menjadi rebutan berbagai peradaban. [MIS]