Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada Rabu (6/12), kembali melakukan hal yang kontroversial. Dikutip melalui Kompas (7/12), Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel saat berpidato di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut ia mengatakan bahwa Israel merupakan sebuah negara yang berdaulat dan memiliki hak seperti layaknya negara berdaulat lain, Hak tersebut salah satunya menurut Trump ialah hak untuk menentukan ibu kotanya sendiri. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, apa yang dikatakan oleh Trump merupakan representasi dari negara Amerika itu sendiri.
Ia menambahkan bahwa pengakuan tersebut merupakan sebuah fakta penting untuk mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina. Ia juga berujar bahwa sudah saatnya (bagi Amerika Serikat) untuk secara resmi mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Menurut Trump, pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan hal yang tepat untuk dilakukan bagi AS.
Pemerintah Amerika juga menindak lanjuti pidato Trump tersebut dengan memulai memproses perpindahan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv (ibu kota Israel) ke Yerusalem (yang diakui Amerika). Aksi tersebut merupakan salah satu pemenuhan janji kampanyenya Trump kepada para pemilihnya yang sebagian besar berhaluan konservatif.
Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut menandai dimulainya pendekatan baru untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Dirinya mengklaim bahwa pemerintas AS tetap bertekad mengejar kesepakatan damai terhadap terkait konflik yang terjadi antara Israel-Palestina. Trump menyatakan bahwa AS akan mendukung solusi dua negara (two state solutions) yang disepakati oleh kedua belah pihak. Menyikapi hal tersebut, Trump akan segera mengutus wakil presidennya, Mike Pence, untuk berkunjung ke Jerusalem dalam beberapa hari kedepan. Ia berujar bahwa hari ini (saat pidato) kami meminta ketenangan, moderasi, dan suara toleransi untuk menang atas para pelaku kebencian.
Jerusalem sendiri merupakan kota yang diperebutkan sepenjang sejarah peradaban Semitik (perdaban Islam, Kristen, dan juga Yahudi–agama-agama langit). Ia merupakan sebuah kota yang dianggap suci oleh umat Yahudi, Islam, dan Kristen. Namun diabad modern, setelah kekhilafahan Islam musanh yang ditandai dengan runtuhnya Ottoman, perebutan Yarusalem dimulai antara Isarel dan Palestina. Seperti yang telah diketahui bahwa selama beberapa dekade ini Israel dan Palestina mengklaim kota suci tersebut sebagai ibu kota negaranya.
Keputusan Trump yang sangat kontroversial tersebut tentu saja bakal memicu aksi demonstrasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan di kedutaan dan konsulat AS di negara-negara muslim. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah mengapa pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel oleh AS tersebut menjadi sangat kontroversial?
Kita tahu bahwa okta ini merupakan kota suci bagi tiga negara, maka tentu saja kepemilikan akan kota ini oleh salah satu dari dua negara tersebut akan menimbulkan efek yang beruntun. Hal ini didasarkan atas kontruksi dari media-media Barat bahwa konflik yang terjadi di kedua negara tersebut merupakan konflik agama bukan konflik anata agresor dan pihak yang melawan. Kontruksi seperti ini jelas menguntungkan Israel karena menihilkan pihak antagonis dalam konflik tersebut. Jadi seakan-akan masing-masing pihak mengklaim bahwa pihaknya mempunyai hak atas wilayah yang diperebutkan. Padahal dalam relaitasanya bahwa Isarelallah sang antagonis karena dia telah menduduki tanah yang sama sekali tidak mempunyai hak atas tanah tersebut. Namun Isarel menyandarkan klaimnya pada kitab sudi yang dia mereka imani.
Oleh karena itu, tatkala Israel mengusai tanah Yarusalem maka hal tersebut ditafisirkan sebagai kekalahan Islam atau dalam hal ini bangsa Palestina yang merepresentasikan perjungan Islam di sana. Begitu pula sebaliknya, jika Yarusalem dimilikioleh Isarel, maka itu kemengan umat Kristen dan Yahudi konservatif.
Sikap Amerika yang diwakili oleh pidato Trum tersebut jelas bertentangan dengan konsensus internasional mengenai kota suci tersebut. Mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel juga sebenarnya sebuah kemajuan hubungan anatar Isarel-Amerika. Hal tersebut dilakukan dengan memindahkan kedutaan AS yang dahulu berada di Tel Aviv kemudian akan dipindah ke Yarusalem.
Namun demikian, hal tersebut tentu saja tidak semudah membalikkan apa yang dikatakan. Pemindahan Kedubes AS ke kota Yarusalem tentu saja akan berisiko untuk menyulut krisis diplomatik dengan negara muslim, termasuk berbagai protes massa yang meluas di luar gedung Kedubes AS di negara-negara muslim tersebut. Pengakuan Trum ini juga pastinya akan meanggalakan 70 tahun konsensus internasional terkait kota Jerusalem. Di lain sisi, pengakuan internasional tersebut secara efektif akan memberi sinyal mengakhiri upaya mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina.
Sejak tahun 1995, Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang mengharuskan pemerintah AS memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke kota Jerusalem. Amerika dianggap harus menghormati pilihan Israel atas Jerusalem sebagai ibu kotanya tersebut jika negara itu benar-benar mengakui kedaulatan Isarel.
Berbeda dengan Trump, beberapa mantan Presiden AS, seperti Bill Clinton, George W Bush, dan Barack Obama, menolak langkah Trump untuk memindahkan kedutaan tersebut dengan alasan kepentingan keamanan nasional (national security).
Sikap Indonesia
Sedangkan bagi Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, diwakili oleh Presiden Jokowi yang dikutip dari BBC (7/12), Indonesia menyerukan supaya OKI (Organisasi Konfernsi Islam) dan PBB segera membahas keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tersebut. Karena menurut Jokowi pengakuan tersebut tentu saja melanggar berbagai resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB terkait kota itu. Saat pernyataan pers di Istana Bogor pada Kamis kemarin, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa “pengakuan sepihak itu melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB yang di sana AS merupakan salah satu anggota tetap, juga Majelis Umum PBB”. Ia menambahkan bahwa pengakuan Amerika atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel “bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia.” Dirinya juga menyerukan PBB dan OKI untuk segera membahas dan menentukan sikap terkait hal tersebut. Jokowi berujar “Saya akan datang sendiri ke sidang OKI itu”.
Presiden Jokowi mengatakan pemerintah Indonesia juga mendesak pemerintah AS untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. Indonesia sendiri selin dikarenakan memiliki mayoritas penduduk muslim yang tentu saja akan lebih bersimpati kepada Palestina dibandingkan kepada Israel, Indonesia juga membela Israel merupakan amant dari konstitusi negara ini yang tertunagn dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia pertama yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Dasar filosofis inilah yang membuat kebijakan luar negeri Indonesia lebih condong membela Palestina dari pada Israel. Karena kita tahu bahwa Israel telah merebut tanah rakyat Palestina dan bagi bangsa Indonesia, sikap Israel tersebut merupakan aksi dari sebuah penjajahan di muka bumi rakyat Palestina. Maka bangsa Indonesia akan terus berkomitmen untuk menghapuskan segala penjajahan di muka bumi ini dengan cara tetap berkomitmen membela bangsa Palestina untuk memperjuangkan tanah yang sudah menjadi haknya. [MIS]